Oleh: Ria Khairiyah
(Siswi MA Plus Darul Hufadz)
Jakarta dilanda hujan deras sejak Selasa sore (31/1) hingga Rabu pagi (1/1). Akibatnya, hampir seluruh wilayah Ibukota lumpuh karena terendam banjir. Tercatat ada 63 titik banjir yang menyebar di kawasan Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menyatakan, berdasarkan laporan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) hujan yang turun di momen pergantian tahun ini adalah yang paling ekstrem selama kurun waktu 24 tahun terakhir.
"Tapi kita bersyukur dalam waktu satu hari ini semua sudah berangsur lebih baik, ujar Anies saat ditemui sesuai mengunjungi korban banjir di Kampung Pulo, Jakarta Timur, Kamis (2/1).
Anies menjelaskan, pihaknya tidak ingin mencari-cari alasan apalagi menyalahkan siapapun termasuk pembangunan infrastruktur yang saat ini sedang digenjot.
Kalau curah hujan tidak ada kaitannya dengan bangunan karena curah hujan datang dari atas toh, tapi pengendalian air yang sudah turun, disitu letak tantangannya, pungkasnya.
Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) merilis data terbaru sampai dengan Kamis (2/1) pukul 21.00 WIB jumlah korban meninggal akibat banjir di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) sebanyak 30 orang.
Rincian korban meninggal terbanyak berada di Kabupaten Bogor 11 orang, kemudian Jakarta Timur 7 orang, Kota Bekasi dan Kota Depok masing-masing 3 orang, dan masing-masing 1 orang untuk Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor dan Kota Tangerang.
Pada awal tahun 2020, indonesia telah disuguhi berita duka. Hingar bingar kembang api dan tiupan terompet pada malam perayaan tahun baru 2020 diakhiri dengan terjadinya bencana di wilayah jabodetabek. Termasuk jawa barat dan banten. Dengan korban meninggal dunia atau terpaksa mengungsi ke tempat lain
Selain terkait fakta - fakta terjadinya bencana banjir di beberapa titik, pembangunan infrastuktur - pembangunan MRT, LRT, dan ruas jalan tol- terus dilanjutkan dan aktivitas investasi akan terus ditingkatkan, terlebih inverstasi asing.
Menurut Jokiwi, nantinya infrastuktur akan terhubung dengan ekonomi rakyat. Terbesit satu pertanyaan, apakah pembangunan infrastuktur untuk rakyat?
Disisi lain, penduduk mau tidak mau harus mencari mata pencaharian selain sebagai petani, karena sebagian bahkan seluruh lahan pertanian akan dipergunakan untuk pembangunan infrastuktur. Padahal, ketersediaan bahan pangan bisa disokong dari lahan persawahan yang dialih-fungsikan menjadi tol.
Sementara, selain nasib petani yang kehilangan mata pemcaharian, masih banyak lagi penduduk yang mengalami kemiskinan, kelaparan setiap hari, dan serba kekurangan. Tidak-kah memperhatikan nasib masyarakat sebelum mementingkan kepentingan mereka yang juga menyusahkan rakyat?
Tidak heran bila kebijakan ekonomi lebih berpihak pada investasi. Bahkan kekayaan negara milih seluruh rakyat pun dijual atas nama investasi.
Demikian dampak dari sistem kapitalisme. Merugikan. Secara fisik lahan yang berfubgsu sebagai sumber mata air, bekas pepohonan dan persawahan, diubah menjadi tol. Merusak alam. Akibatnya curah hujan yang tinggi dapat menimbulkan longsor dan banjir.
Dalam sejarahnya, keKhilafahan Islam berpindah ibukota beberapa kali. Madinah, Kufah, Baghdad, Damaskus, dan Konstantinopel pernah menjadi ibukota sebuah keKhilafahan agung yang wilayahnya hampir 2/3 dunia. Dan semua itu tanpa utang.
Begitu juga pembangunan insfrastruktur digunakan pada hal - hal yang mendukung kebutuhan rakyat. Justru banyak rakyat yang saat ini mengeluhkan fasilitas jalan penghubung yang rusak dan pembuatan jembatan yang bisa menghubungkan desa dengan kota. Ini yang perlu diperbaiki. Sedangkan pembangunan jalan tol dan rel kereta disesuaikan dengan kebutuhan. Yang paling penting adalah untuk kepentingan pertahanan negara dan terurainya macet. Itupun memperhatikan keseimbangan alam sesuai tata ruang kota. Sultan Abdul Hamid II pernah membuat jalur kereta api dalam rangka pertahanan negara dari serbuan negara kolonial saat itu. Tidak lantas pembuatan jalan tol dan kereta api semata untuk kepentingan investasi dan korporasi.
Negara dalam mengelola SDA tidak mengundang investor dari pemodal dan korporasi. SDA itu sepenuhnya dikelola negara dan untuk sebesar - besar kemakmuran rakyat. SDA tidak untuk diprivatisasi dalam bentuk investasi. Tenaga ahli dan korporasi diposisikan negara dengan akad kerja. Dengan begitu, sepenuhnya hasil dari pengelolaan SDA dikelola negara untuk pembangunan. Di samping itu, pengelolaan sepenuhnya oleh negara tidak memberi peluang pemodal dan korporasi yang hanya mengejar keuntungan dalam mengelola SDA dengan menimbulkan kerusakan lingkungan dan bencana longsor serta banjir.
Itulah beberapa cara Islam di dalam hal menanggulangi banjir ibukota dan pembangunan insfrastruktur yang ramah lingkungan. Tentunya kembali lagi kepada political will dari penguasa negeri ini untuk mengambil solusi Islam dalam setiap permasalahan, seraya meninggalkan solusi-solusi Kapitalisme sekuler yang justru hanya menimbulkan bencana dan kerusakan.
Wallahualam Bi Shawwab
Tags
Opini