Ketika Fisik Terusik, Aniaya Lebih Menarik

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Muslimah Penulis Sidoarjo





Kasus mayat yang ditemukan terbakar di Banyuwangi semakin mendapat titik terang kejelasan kasusnya. Pelakunya pun sudah tertangkap. Polisi menyebut pelaku membunuh korban karena sakit hati lantaran sering diejek. Perkataan korban disimpan dan menjadi pemicu utama emosi dan amarah pelaku hingga tega membunuhnya.


Pelaku sering dihina dengan kata-kata gendut, boboho, sumo dan kesulitan ekonomi. Hingga dia sakit hati,” kata Kapolresta Banyuwangi Kombespol Arman Asmara Syarifudin. Lalu, kata Arman, pelaku menyiapkan rencana selama satu minggu untuk mengakhiri hidup korbannya. Ketemulah saat hari Jumat (24/1/2020) rencananya matang dan melakukan eksekusi.


Pelaku menceritakan kronologi pembunuhan tersebut tanpa tersendat. Tanpa belas kasih bahkan tanpa rasa, tertimbun dendam sebab bullyan selama ini. Bahkan setelah melakukan aksinya, kata Arman, pelaku menjual motor dan handphone korban. Motor dijual ke warga di Kabupaten Situbondo dengan harga Rp 4 juta dan HP dijual Rp 1,3 juta. Yang kemudia ia buat membelikan baju bersama istrinya. Sisanya buat menebus motor miliknya yang digadaikan ( beritajatim.com, 28/1/2020).


Beginilah jika standar berbuat dan berprilaku disandarkan kepada manusia. Sementara penilaian dan pemahaman manusia terhadap sesuatu itu amatlah berbeda. Individual dan berpeluang terjadi perselisihan, pertentangan sekaligus perbedaan.


Seseorang berharga dan bermanfaat bagi orang lain dinilai hanya dari tampilan fisiknya. Lihat saja larisnya stand up komedi, Ini Talk Show, OVJ dan reality show lainnya bukan semata karena tampilan acaranya, namun karena konten yang seringnya menyebut tampilan dan kekurangan fisik sebagai bahan utama. Semakin seseorang terlihat jelek, bahkan hingga disamakan dengan perabot rumah tangga maka acara semakin menarik.


Rating acara meningkat dan episode berhasil bertambah ratusan tayangan. Nama-nama artis dengan menambahkan ciri khas fisiknya seketika melejit dan banjir orderan. Alasannya canda, tak ada yang perlu diseriusi. Padahal, Allah Sang Maha Pencipta tak pernah menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan ini dengan niatan bergurau. Astaghfirullah...

Allah Ta’ala juga berfirman :
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثاً وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al Mukminun:115).

Sungguh sempurnanya Islam, tak ada yang mampu menandinginya biarpun hanya seayat. Namun takaburnya manusia yang senantiasa menolak kebenaran. Bahkan mendulang rejeki guna menghidupi keluarganya dengan cara merendahkan sesama.


Siapa lagi yang patut disalahkan jika bukan ulah kapitalisme? asasnya sudah sekuler alias memisahkan agama dari kehidupan maka yang paling didewakan adalah pendapat manusia sendiri meskipun mereka mengakui Tuhan itu Maha mencipta dan mengatur.


Begitu berharganya materi hingga fisikpun bisa dijadikan komoditi. Semua bisa mengais rejeki dari jeleknya ataupun cantik fisik dan parasnya. Semua bisa mendapatkan uang dari telanjang atau berbajunya fisik. Hingga segala cara digunakan untuk meraih apa yang menjadi standar kapitalis.


Ketakwaan seseorang tak bernilai bahkan tak mendapat tempat samasekali. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian.” (HR. Muslim no. 2564 b)

Keadilan Islam telah memberikan kebahagiaan hakiki bagi setiap orang. Sebab, manusia diberi kesempatan mengupayakan apa yang dia mampu, bukan fisik atau paras, yang sunnatullah Allah memang ciptakan berbeda namun hati yang tunduk, pantuh dan terikat kepada Allah. Manusia secara fitrah akan selalu memperhatikan fisiknya, namun bagi muslim fisik hanyalah sebagai pengantar, perantara ruh menyembah Allah .


Pengaturan Islampun telah menghilangkan rasisme. Semua dihadapan Allah adalah satu, sama. Dan itu tidak akan terwujud dalam sistem pengaturan hari ini, dimana bukan penguasa yang mengatur interaksi masyarakatnya melainkan pengusaha yang mental dagangnya kental. Wallahu a'lam bish-showab.

Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak