Oleh : Rasmawati Asri
Kasus Natuna yang belum kunjung tuntas. Dan ketidakberanian pemerintah dalam menindaklanjuti kasus terhadap China karena terkait diplomasi. Membuat Natuna terus bermasalah tak kunjung usai.
Natuna yang terletak di kepulauan Riau. Tempat yang strategis dan kekayaan alam yang berlimpah menggiurkan Negara lain tentunya.
Liputan6.com, Jakarta – Kasus klaim wilayah perairan Natuna antara pihak Indonesia dan China terus berlanjut. Masalah ini diawali dengan masuknya sejumlah kapal nelayan Negeri Tirai Bambu ke perairan Natuna yang merupakan wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Apalagi mereka dikawal kapal coast guard atau penjaga pantai Tiongkok. (08/01/2020).
Natuna yang kita ketahui terkhusus dunia internasional memang memiliki kekayaan alam yang luarbiasa. Seperti dilansir oleh tempo.co(06/01/2020) Kepala Divisi dan Program Komunikasi SKK Migas, Wisnu Prabawa Teher menyampaikan cadangan gas bumi di Natuna mencapai puluhan triliun cubic feet (TFC), yaitu sekitar 46 TFC. Jumlah ini jauh lebih besar daripada gas bumi di tempat lain.
Wajar bila natuna menjadi bahan rebutan bagi Negara-negara lain. Kekayaannya yang luarbiasa dapat menguntungkan bagi mereka. Berbagai macam jenis kekayaan terdapat di dalam perairan Natuna.
Bukan hanya sekadar sumber mineral yang tinggi. Natuna juga dikenal dengan kekayaan hayatinya. Ada demersal (334,8ribu ton/tahun), ikan pelagis besar (66,1 ribu ton/tahun), pelagis kecil (621,5 ribu ton/tahun), udang (11,9 ribu ton/tahun), ikan ka8rang (21,7 ribu ton/tahun), lobster (500 ton/tahun), dan cumi-cumi 2,7ribu ton/tahun).
Siapa yang tidak tergoda dengan kekayaan Indonesia. Tentu akan menguntungkan dengan kekayaan yang berlimpah.
Menjadi peluang besar bagi Negara ini sekiranya dapat mengelola dengan baik lagi bijaksana. Untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada, baik hayati maupun mineral dari perairan ini.
Sehingga dengan pengelolaan yang bijaksana dapat menopang kebutuhan bangsa ini. Tentu Negara ini akan menjadi mandiri ketika mengelola cera baik lagi tepat.
Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA)
Pengelolaan yang tepat akan menghasilkan keuntungan yang besar. Dalam pengelolaan tidak bisa dilakukan dengan sendiri. Sudah umumnya kita akan minta bantuan dengan orang lain dengan mengajak kerjasama.
Begitu pula halnya pada sebuah Negeri. Menjalin kerjasama dengan Negara lain mampu berinvestasi besar-besaran. Sehingga dapat berjalan dengan baik pengelolaan yang dilakukan.
Seperti halnya Freeport dengan Amerika Serikat, yang mengelola emas di Papua. Dan kerja sama Exxon Mobile dalam pengelolaan blok cepu. Pengoboran mineral di Indonesia kebanyakan bekerjasama dengan Negara lain.
Begitu pula dengan Natuna pemerintah membuka kran untuk mengelola Natuna. Artinya, China dan Negara lain pun boleh bekerjasama untuk mengelola natuna.
Oleh karena itu, pemerintah bermaksud membuka kran kerja sama dalam mengelola Natuna. Artinya, China atau Negara lainnya boleh bekerjasama untuk mengelola Natuna. Mereka boleh menangkap ikan, bahkan melakukan pengeboran di wilayah Natuna asalkan dengan kerjasama perjanjian. Hal ini sesuai dengan penyampain Moeldoko sebagai Staf Kepresidenan di Kompleks Istana Kepresidenan (Kompas, 10/01/20).
Namun, senyatanya tak seindah harapan. Kerjasama Indonesia saat ini justru sejatinya tak menyejahterakan. Karena keutungan terbesar selalu diraup oleh Negara lain sebagai pengeksplornya.
Walau Indonesia hanya dapat pajak atau royaltinya saja. Meski nilainya cukup besar namun tak sebesar laba triliunan yang Negara lain dapat. Seperti Freeport pembagian hasil kurang lebih 50%.
Mengelola Sumber Daya Alam dan Manusia
Memiliki sumber daya berlimpah akan menjadi sia-sia bila tidak diolah dengan baik dan benar. Bekerjasama memang tidak menutup kemungkinan. Tetapi mengelola sendiri tentu jauh lebih besar keuntungannya.
Khususnya akan lebih dirasakan oleh banyak orang. Menyiapkan dan memberikan edukasi kepada generasi penerus untuk dapat mengelola secara independen.
Hingga di sinilah salah satu tugas Negara berperan dalam mengatasi semua masalah yang ada.
Berperan dalam memfasilitasi generasi demi menghasilkan skill yang baik untuk menyiapkan orang-orang yang hebat dalam mengelola Negara tentunya.
Bekerjasama dalam Syariah
Islam bukan sekadar agama semata. Islam agama yang kompleks. Semua lini Islam mengaturnya. Termasuk dalam Negara yang di dalamnya terdapat kerjasama.
Islam memandang kerjasama berdasarkan kebutuhan Negara. Tentu kerjasama dalam Islam demi kepentingan Negara. Dan tidak ada pihak yang dirugikan. Serta hasilnya diserahkan kepada rakyat pastinya.
Islam tidak melarang sebuah Negara bekerjasama dengan Negara lain. Tetapi Negara diperintahkan memilih dalam menjalin kerjasama tersebut. Apakah mereka kafir jimi (kafir yang tidak harus diperangi dan tunduk terhadap Negara Islam) atau kafir harbi(kafir yang wajib diperangi karena tidak mau tunduk terhadap Negara Islam).
Islam melarang berhubungan dengan kafir harbi apalagi bekerjasama dengan Negara yang wajib diperangi. Maka yang bisa diajak kerjasama adalah kafir jimi. Tentu dengan kerjasama yang baik tanpa ada pihak yang dirugikan.
Wallahu`alam.