Oleh: Ryza Vionita Utami (Aktivis Dakwah)
KHILAFAH, istilah yang akhir - akhir ini menjadi buah bibir di tengah - tengah masyarakat. Pro dan kontra menjadi bumbu istimewa dan menjadi penyebab semakin menggaungnya istilah ini. Banyak kalangan masyarakat bahkan penguasa yang anti dan gerah dengan istilah ini. Namun banyak pula para asatidz, ulama, mahasiswa bahkan masyarakat biasa yang mendukung ide ini, bahkan mereka rela berkorban harta, jiwa dan raga mereka demi tegaknya dan diterapkannya ide KHILAFAH ini. Lantas apa sebenarnya KHILAFAH itu?
Kebanyakan kaum Muslim saat ini memang sudah tidak lagi mengenal sejarah panjang keemasan Islam. Sejarah Islam yang membentang selama 1.300 tahun itu seolah telah sirna dari ingatan mereka. Padahal, dalam sejarah peradaban manusia, belum pernah ada sebuah sistem kehidupan yang mampu bertahan sepanjang kurun itu. Sosialisme, misalnya, hanya mampu bertahan selama 74 tahun, yakni sejak ideologi tersebut eksis secara internasional tahun 1917 dengan berdirinya negara Uni Soviet hingga kehancurannya tahun 1991.
Kebanyakan kaum Muslim juga tidak mengenal siapa saja para khalifah yang telah membawa Islam hingga menyebar ke seluruh penjuru bumi setelah Rasulullah saw. wafat. Kalaulah mereka mengenal, kebanyakan hanya sampai masa Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Bahkan, banyak di antara mereka yang menyangka bahwa Kekhilafahan Islam berhenti hanya sampai pada masa itu.
Era Khilafah adalah masa dimana dunia Islam mendapatkan tempat istimewa dari lawan atau kawan karena keagungan yang dimilikinya. Pernah seorang kompilasi Raja Spanyol Kristen, Ardoun Alfonso pada tahun 351 H berkunjung ke Khalifah Al-Mustansir. Melihat bagaimana keadaan peradaban Islam pada waktu itu, tatkala menghadap khalifah, Alfonso merebahkan diri bersujud sesaat kemudian berdiri tegak, lalu maju beberapa langkah dan kembali bersujud. Itu dilakukan berulang-ulang sampai dia berdiri tegak di depan khalifah, kemudian membungkukkan lagi untuk mencium tangan khalifah.
Hal ini mengisyaratkan tentang bagaimana kewibawaan peradaban Islam dimata lawan atau kawan dengan segala keutamaan yang perlu dipertanyakan. Selain itu, dalam hal kesejahteraan akan banyak ditemukan bukti-bukti nyata dalam masa khilafah.
Dalam hal infrastruktur misalnya, dapat terlihat dalam tata ruang kota-kota besar pada era khilafah. Pada masa Bani Umayyah, Cordoba menjadi ibu kota Andalus yang muslim. Kota ini menantang dengan taman-taman hijau. Pada malam hari diterangi dengan lampu-lampu sehingga pejalan kaki menerima cahaya sepanjang mil tanpa terputus. Lorong-lorongnya dialasi dengan batu ubin, dan tempat sampah-dibuang dari jalan-jalan. Penduduknya lebih dari satu juta jiwa.
Pada malam hari ada sebuah masjid dengan 4,700 buah lampu yang meneranginya dan setiap tahun menghabiskan 24.000 ritl minyal. Di sisi selatan masjid tampak 19 pintu berlapis perunggu yang sangat menakjubkan kreasinya, sedang di pintu tengah berlapiskan lempengan-lempengan emas. Di Granada terdapat bangunan di dalam Istana Al-Hamra yang merupakan tempat pertemuan masa depan. Istana ini dibangun di atas bukit yang menghadap ke kota Granada dan hamparan ladang yang luas dan pinggiran kota yang tampak sebagai tempat terindah di dunia.
Jika beralih ke Bagdad akan dijumpai biaya yang dibelanjakan untuk membangun kota ini mencapai 4.800.000 dirham, sedang jumlah pekerja mencapai 100.000 orang. Kota ini tidak memiliki lapis dinding besar dan kecil mencapai 6.000 buah di bagian timur dan 4.000 buah di bagian barat. Selain sungai Dijlah dan Furat, di situ juga terdapat 11 cabang sungai yang airnya mengalir ke seluruh rumah-rumah dan istana-istana Baghdad. Di sungai Dijlah sendiri ada 30.000 jembatan. Tempat mandinya mencapai 60.000 buah. Masjid-masjid mencapai 300.000 buah. Bukti majunya peradaban Islam dalam hal bangunan tentu tidak terbatas di tempat-tempat tersebut.
Dalam bidang pendidikan, khilafah Islam sangat memperhatikan agar rakyatnya cerdas. Anak-anak dari semua kelas sosial. Pendidikan dasar yang terjangkau semua orang. Negaralah membayar para gurunya. Selain 80 sekolah umum Cordoba yang didirikan Khalifah Al-Hakam II pada 965 M, masih ada 27 sekolah khusus anak-anak miskin. Di Kairo, Al-Mansur Qalawun mendirikan sekolah anak yatim. Dia juga menganggarkan setiap hari ransum makanan yang cukup serta satu baju stel untuk musim dingin dan satu baju stel untuk musim panas. Sementara untuk orang-orang badui yang pindah-pindah, guru yang dikirim juga pindah-pindah sesuai tempat tinggal muridnya.
Seribu tahun yang lalu, universitas paling hebat di dunia ada di Gundishapur, Baghdad, Kufah, Isfahan, Cordoba, Alexandria, Kairo, Damaskus dan beberapa kota besar Islam lainnya. Perguruan tinggi di luar negeri khilafah Islam hanya ada di Konstantinopel yang saat ini masih menjadi ibukota Byzantium, di ibukota Kaifeng, Cina atau di Nalanda, India. Di Eropa Barat dan Amerika belum ada perguruan tinggi.
Selain itu dikenal juga dengan istilah kuttab yang menjadi tempat belajar dan dibangun di samping masjid. Menurut Ibnu Haukal, di satu kota saja dari kota-kota Sicilia ada 300 kuttab, bahkan ada beberapa kuttab yang luas dan mampu mendukung lebih banyak bahkan beberapa siswa,
Dalam bidang kesehatan, pada kurun abad 9-10 M, Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi membangun sistem pengelolaan sampah perkotaan, yang sebelumnya hanya menawarkan pada masing-masing orang, yang di daerah dengan kepadatan penduduk akan menciptakan kota yang kumuh. Kebersihan kota menjadi salah satu modal sehat selain kesadaran sehat karena pendidikan.
Negara membangun rumah sakit di hampir semua kota di seantero Khilafah Islam. Sebenarnya pada tahun 800 M di Bagdad sudah dibangun rumah sakit jiwa yang pertama di dunia. Diterima pasien jiwa hanya diisolasi dan paling jauh dicoba diterapi dengan ruqyah. Rumah-rumah sakit ini menjadi favorit para tamu yang ingin menginap lebih sedikit, karena semua rumah sakit di dalam Khilafah Islam ini bebas biaya.
Dalam bidang pertanian, dikenal dengan 'revolusi pertanian Muslim' yang menyinergikan semua teknologi baik cuaca, peralatan untuk menyiapkan lahan, teknologi pengairan, pemupukan, pengontrolan hama, teknologi pengolahan pasca panen hingga pengelolaan perusahaan pertanian.
Dengan adanya revolusi, tingkatkan penghasilan hingga 100% di tanah yang sama. Kaum Muslim mengembangkan evolusi yang berbasis tiga unsur: sistemalikan tanaman; irigasi yang canggih; serta kajian jenis-jenis tanaman yang cocok dengan jenis tanah, musim dan jumlah air yang tersedia. Inilah cikal-bakal “pertanian awal”. Revolusi ini didukung juga dengan berbagai hukum pertanahan Islam sehingga orang yang memproduktifkan tanah mendapat insentif. Tanah tidak lagi dimonopoli kaum feodal yang menyebabkan lebih banyak penindasan yang pernah terjadi di Eropa.
Dalam bidang industri, khilafah memiliki variasi yang sangat luas. Donald R. Hill dalam bukunya, Teknologi Islam: sebuah Illustrated History (Unesco & The Press Syndicate dari University of Cambridge, 1986), membuat daftar yang lumayan panjang dari industri yang pernah ada dalam sejarah Islam; mulai dari industri mesin, bahan bangunan, persenjataan, perkapalan, kimia, tekstil, kertas, kulit, pertanian hingga pertambangan.
Bukti-bukti tentang kesejahteraan era Khilafah tidak sebatas pada apa yang disetujui di atas. Masih sangat banyak bentuk kegemilangan yang menjadi catatan emas sejarah Islam dari mulai masa Khulafaur Rasyidin, hingga masa khalifah-khalifah setelahnya. Seperti masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, Harun Ar Rasyid dan setiap khalifah pada masa khilafah Islamiyyah masih tegak. Catatan-catatan ini dapat dirujuk dalam banyak karya seperti dalam kitab Min Rawa'i Hadhratina, dalam buku 1001 Penemuan Warisan Muslim di Dunia Kita dan karya-karya lainnya.
Jika begitu gemilang dan sejahteranya kehidupan dibawah naungan khilafah, mengapa masih saja ada orang - orang yang alergi terhadap ide ini. Bahkan mereka melakukan berbagai upaya agar ide ini tidak terus berkembang di tengah - tengah masyarakat. Tak cukup sampai disitu, mereka yang menentang ide ini juga berusaha menghapus sejarah tersebut dengan berbagai upaya yang menyesakkan dada.
Oleh karenanya, kaum Muslim harus segera menyingsingkan lengan bajunya untuk berjuang bersama-sama dengan mereka yang saat ini tengah memperjuangkan tegaknya khilafah. Seburuk-buruknya kondisi saat itu masih lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi saat kaum Muslim tidak memiliki khilafah sebagaimana sekarang ini. Tanpa khilafah, kaum Muslim tidak memiliki pemimpin yang mempersatukan mereka, yang menjaga dan melindungi mereka. Yakinlah, hanya dengan perjuangan pertolongan Allah akan turun, dan hanya dengan pertolongan Allah tegaknya Islam akan bisa diwujudkan. Hanya dengan tegakknya Islam, kemaslahatan seluruh umat manusia akan bisa tercapai.