Oleh : Yuni Wahyu
Indonesia, kurikulum pendidikan telah mengalami pergantian sebanyak 10 kali. Pergantian tersebut diawali dengan masa peninjauan. Setelah itu, ada kurikulum yang disempurnakan dan ada yang diganti. Sejak tahun 1984 hingga sekarang telah diterapkan 5 kurikulum. Yang terakhir ini kurikulum 2013 atau yang terkenal dengan K13. (Educenter.id/12 Februari 2018)
Sampai sekarang pun kontroversi kurikulum pendidikan masih berlangsung. Banyak pro dan kontra dengan berbagai macam alasan dan latar belakang yang jika dicermati memang bermasalah. Seperti yang disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Ngawi Abimanyu kepada Jawa Pos Radar Ngawi, Senin tanggal 16 Desember 2019, mengatakan bahwa Pemkab Ngawi mengkhawatirkan metode baru itu akan semakin menurunkan minat belajar siswa. Dan minat belajar rendah akan berdampak pada penurunan kualitas pendidikan.
Sering bergantinya kurikulum menimbulkan kebingungan dunia pendidikan. Karena ada perubahan dan perbedaan standar penilaian dan hasil pendidikan. Juga bisa mempengaruhi psikologis anak. Seperti pelaksanaan UN yang dulu dianggap penting dan serius sehingga nilai yg dihasilkan dibuat acuan dalam banyak hal. Hal ini memacu anak belajar maksimal untuk mendapatkan hasil yg terbaik. Disini kompetisi mulai dikenalkan pada anak. Tentu kompetisi yg sehat.
Dan saat UN tidak menjadi prioritas dalam hasil akhir belajar siswa, hal ini dikhawatirkan akan mengurangi minat belajar siswa. Karena berapapun nilai yg didapat tidak mempengaruhi proses belajar siswa dalam artian tetap lulus. Juga ketika tidak ada standar hasil belajar siswa maka akan sulit untuk diketahui peta kualitas pendidikan di suatu wilayah.
Negara yang menganut paham sekuler (memisahkan urusan agama dalam kehidupan) memberikan kebebasan pembelajaran. Negara cenderung membiarkan proses pengajaran dan belajar. Bagi yang condong berorientasi ke masa depan akhirat maka disediakan sekolah berbasis agama. Dan bagi yang condong menguasai kemajuan dunia disediakan sekolah dengan porsi ilmu umum lebih banyak.
Dan negara yang menganut kapitalisme (mengutamakan manfaat) akan memfasilitasi kegiatan belajar yang menghasilkan apa yang dibutuhkan saat ini. Tidak berorientasi jangka panjang untuk masa depan berbangsa bernegara. Dan karena saat ini negara fokus pada kehidupan ekonomi tentu saja pendidikan juga berorientasi pada hal yang sama. Bagaimana pendidikan menjadi pendukung berjalan dan majunya ekonomi.
Negara juga lemah dalam standar hasil akhir di setiap jenjang pendidikan. Standar ini lebih diserahkan pada kondisi dan kebutuhan pasar, negara hanya menjadi pembuat kebijakan minim pengawasan dan sangsi. Sehingga akan membuat persaingan yang tidak sehat. Baik bagi lembaga, anak-anaknya juga tempat bagi anak-anak setelah lulus (untuk bekerja).
Hal ini karena negara tidak mempunyai pegangan yang kuat dalam menjalankan tujuan negara untuk mencerdaskan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang berdaulat , tidak bergantung dan tidak mudah dipengaruhi negara lain. Hal ini bisa terjadi ketika pengembannya atau manusia didalamnya berkualitas. Baik dalam pemikirannya, ketrampilannya, perilakunya juga sistem kehidupannya. Kualitas manusia tidak akan didapatkan jika pendidikannya tidak stabil alias sering gonta-ganti dan tambal sulam. Apalagi jika ada pengaruh karena situasi politik. Pendidikan cenderung dijadikan ajang jual beli politik mengesampingkan tujuan sebenarnya dari pendidikan.
Dalam Islam, pendidikan menjadi perhatian utama dan serius. Karena Islam dengan jelas menegaskan dalam Al Qur'an, Allah berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu” (Q.S adz-Dzaariyaat ayat 56).
Dari ayat diatas bisa dijadikan acuan dalam memberikan pendidikan pada anak-anak. Memberi ilmu tentang bagaimana mengamalkan rukun iman dan Islam dengan baik dan benar. Memberi ilmu tentang pengaturan manusia hidup dengan manusia lain juga manusia dengan alam tempat hidupnya. Semua ini diberikan dengan dasar yang jelas hanya untuk beribadah kepada Allah. Semua ilmu dan pengajarannya disandarkan kepada Allah.
Sehingga dalam Islam hasil akhir atau istilah sekarang UN tidak akan banyak mempengaruhi hasil belajar. Karena hasil belajar anak atau siswa dilihat dari kecerdasannya dalam berpikir dan bertingkah laku dengan didasarkan ketakwaannya pada Allah.