Oleh : Yuchyil Firdausi, S.Farm., Apt
Miris! Begitulah kata yang tepat digunakan untuk menggambarkan betapa rusaknya generasi muda saat ini. LGBT semakin marak, tak hanya di kalangan dewasa namun juga pada anak-anak dan pelajar. Tak hanya di kota metropolitan, di daerah pun juga semakin banyak terjadi perilaku menyimpang ini. Sebut saja di tahun 2016, dilansir dari liputan6.com (18/02/2016) Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengatakan "Ada 3.000-an anak-anak sekarang yang masuk jaringan gay ini."
Berlanjut juga di tahun 2018 terjadi penggerebekan pesta gay di Cianjur di salah satu Villa. Polisi mengamankan 5 pelaku, satu di antaranya berusia masih remaja dan berstatus sebagai pelajar (news.detik.com/13/01/2018).
Di Jawa Tengah bahkan sebanyak 17.000 pelajar terindikasi mengidap HIV/AIDS karena melakukan hubungan seks sejenis atau laki seks laki (LSL) (https://m.merdeka.com/30/11/2018).
Di tahun 2019 pun di Jawa Timur ditemukan kasus homoseksual di kalangan pelajar dan angkanya ratusan (https://jatim.tribunnews.com/23/07/2019).
Bahkan, perilaku menyimpang ini telah menyumbang angka kasus HIV/IDS di Tulungagung (https://www.merdeka.com/31/07/2019). Ditambah lagi di tahun 2020 Ketua Ikatan Gay Tulungagung (IGATA) ditangkap polisi lantaran melakukan pencabulan terhadap 11 anak laki-laki di bawah umur (https://m.kumparan.com/kumparannews/20/01/2020).
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bergerak cepat menyikapi temuan ratusan pelajar Tulungagung yang memiliki perilaku seksual menyimpang di Tulungagung dengan mewanti-wanti Dinas Pendidikan Jatim agar melakukan bimbingan dan pendampingn konseling pada siswa. Namun yang lebih penting tetap menurutnya adalah peran keluarga (https://jatim.tribunnews.com/23/07/2019).
Namun, dengan solusi tersebut apakah bisa menyelesaikan masalah LSL ini? Sementara itu, aplikasi Gay masih sangat mudah diakses dan didownload secara bebas di playstore. Begitupula akun Instagram komik muslim Gay yang sempat viral beberapa waktu lalu juga masih bisa diakses dengan sangat mudah oleh siapapun. Jauh panggang dari api, alih-alih ingin memberikan solusi penyelesaian masalah LSL, namun ternyata fasilitas-fasilitas yang mendukung LGBT sangat terbuka bebas.
Istilah LGBT sendiri sebenarnya mulai digunakan sejak tahun 1990-an dan digunakan untuk menggantikan istilah komunitas Gay (wikipedia) . Sejak ditemukan istilah LGBT, komunitas ini tidak hanya mewakili kaum gay saja, tetapi juga lesbian, biseksual, dan transgender. Dalam buku yang berjudul Gay Histories and Cultures tahun 2000 karya George E. Haggerty ditemukan catatan menarik, di negeri barat sendiri sebelum LGBT menyebar luas dan diakui, perbuatan ini secara psikologis dianggap sebagai perilaku menyimpang. Dalam buku DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) edisi 1&2, awalnya homoseksualitas dianggap sebagai gangguan kepribadian dan penyimpangan seksual. Namun anggapan ini kemudian dihapus oleh APA (American Psychiatric Association) pada tahun 1973. Sejak anggapan tersebut dihapus oleh APA, para aktivis LGBT semakin menyebar luas dan tak malu lagi menunjukkan identitasnya.
Dari hasil penelitian Paul Cameron Ph.D dari Family Research Institute disimpulkan, di antara penyebab munculnya dorongan untuk berperilaku homoseksual adalah pernah disodomi waktu kecil. Penyebab lainnya adalah pengaruh lingkungan, di antaranya: pendidikan yang pro-homoseksual, toleransi sosial dan hukum terhadap perilaku homoseksual, adanya figur yang secara terbuka berperilaku homoseksual serta penggambaran bahwa homoseksualitas adalah perilaku yang normal dan bisa diterima.
Menurut Sinyo Egie pelaku tindakan homoseksual juga berasal dari kaum heteroseksual. Mereka berubah orientasi seksual setelah mengenal seks sesama jenis. Akhirnya mereka ketagihan. Alasannya beragam, seperti bebas dari risiko kehamilan, bebas dari rasa curiga, bebas dari tuntutan karena tahu sama tahu. Mereka juga berpikir bahwa seks dengan sesama wanita itu membosankan (Tempo.co).
Salah satu faktor terbesar penyebaran LGBT adalah pemikiran liberal dan dalih HAM. Pemikiran ini menghendaki tidak ada norma yang mengatur kehidupan, termasuk mengatur orientasi seksual seseorang. Tolok ukur pemikiran ini ialah kebebasan dan kesenangan materi, Tidak peduli harus dengan sesama jenis atau lain jenis. Ide kebebasan sesungguhnya telah menyalahi norma dan aturan agama serta menyalahi fitrah dan naluri manusia. Manusia memiliki naluri untuk melestarikan jenis (gharizah nau). Tentu saja, satu-satunya cara untuk bisa melestarikan jenis dan keturunan adalah dengan sebuah pernikahan. Pernikahan yang mampu mengantarkan pada pelestarian jenis adalah pernikahan antara 2 insan yang berlainan jenis, karena memang nalurinya dan diciptakannya demikian.
Maka bila kaum pelangi ini meng-klaim dirinya mampu melestarikan jenis dengan melakukan adopsi itu adalah sebuah omong kosong belaka. Jelas sekali, pelaku-pelaku LGBT memang tidak menginginkan pelestarian keturunan dan jenis. Bila perilaku menyimpang ini disebarkan secara sistemik, maka sangat bahaya bagi kelangsungan hidup manusia di muka bumi. Dan tentu saja di balik itu semua, ini adalah propaganda penjajah yang tidak menginginkan banyak generasi. Depopulasi adalah tujuannya, dan tak lain karena memang mereka ingin menjadi penguasa satu-satunya di muka bumi dengan cara mengurangi populasi manusia.
Dipandang dari sisi kesehatan pun, perilaku kaum pelangi justru membawa dampak bahaya yang mengerikan hingga kematian. Pelakunya akan dapat dipastikan akan terjangkit penyakit HIV/AIDS yang hingga hari ini belum ada obatnya. Selain itu juga dapat menyebabkan penyakit kanker dubur, kanker mulut, dan meningitis.
Yang pling berbahaya adalah ketika si pelaku mengidap HIV AIDS maka dapat melemahkan imunitas sehingga tubuh akan rentan terserang semua penyakit.
Meningkatknya penyakit HIV/AIDS pun signifikan dengan meningkatnya perilaku LGBT.
Ide kebebasan dan HAM yang mendasari perilaku LGBT adalah ide yang menyalahi dan bertentangan dengan islam. Dalam islam manusia tidak bebas sebebas-bebasnya. Pandangan dan perilaku harus terikat dengan syariah islam. Dalam Islam, seksualitas merupakan nikmat Allah SWT untuk melanjutkan keturunan (lihat QS.2:223, dan 30:21). Nampak jelas bahwa perilaku LGBT bertentangan dengan tujuan penciptaan naluri seksual itu.
LGBT jelas dilarang dalam Islam, menyimpang dan abnormal. Terdapat nash yang secara khusus menjelaskan bahwa homoseksual adalah perilaku terlaknat. Rasul SAW bersabda: Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (homoseksual) (HR at-Tirmidzi dan Ahmad).
Maka diperlukan upaya untuk mencegah agar LGBT tidak menyebar di masyarakat. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah :
Pertama, di tingkat keluarga, Islam mewajibkan orang tua memberi contoh dan pendidikan agama yang baik. Ayah harus menjadi contoh bagaimana menjadi seorang laki-laki bagi anak laki-laki, sedangkan ibu harus menjadi contoh bagaimana menjadi seorang wanita bagi anak perempuan. Anak laki-laki dan perempuan tidak boleh satu selimut. Orang tua juga hendaknya mendorong anaknya untuk menikah, agar segala gejolak yang timbul dari rangsangan diluar dapat tersalurkan di tempat yang benar. Contoh dan pendidikan agama yang baik ini harus terus menerus dilakukan hingga dewasa bukan hanya ketika mereka masih kecil saja.
Kedua, Secara sistemik, dengan memisah kehidupan laki-laki dan perempuan. Sistem Islam menghilangkan berbagai hal yang dapat merangsang orang untuk mencoba-coba. Hal ini dilakukan dengan diberantasnya pornografi dan tontonan berupa laki-laki yang meniru perempuan ataupun sebaliknya. Bagi yang terlanjur memiliki perilaku menyimpang suka sesama jenis maka harus diedukasi, didampingi, dan dibimbing agar mau bertobat dan kembali ke jalan yang benar.
Bila berbagai tindak pencegahan telah dilakukan tetapi aktivitas LGBT tetap juga terjadi bahkan semakin menyebar maka hukuman wajib ditegakkan. Dalam hal ini Rasulullah bersabda: Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (liwath) maka hukum matilah baik yang melakukan maupun yang diperlakukannya (HR. Al-Khomsah kecuali an-Nasai). Hal ini dilakukan agar penyimpangan LGBT tidak menyebar, dan masyarakat tidak menganggap lumrah para pelakunya sebagaimana sekarang.
Gerakan, propaganda dan invasi budaya LGBT harus dilawan. Untuk itu umat harus menggalakkan dakwah. Dakwah harus dilakukan dengan menyadarkan orang-orang yang memiliki kecenderungan seksual dengan sesama jenis sehingga mereka menyadari kesalahan mereka dan mau bertobat. Umat Islam juga harus dikuatkan dengan membina ketakwaan dan ketaatan pada syariah Islam.
Sudah seharusnya negara menjaga agar kemaksiatan seperti LGBT tidak merajalela di tengah masyarakat. Tapi harapan itu tak akan terwujud dalam negara demokrasi yang meninggikan kebebasan individu. Hanya negara yang menerapkan Islam secara sempurna yang akan menjaga umat dari pemikiran sesat, liberal dan perilaku hewani LGBT.
Wallahu'alam.
Tags
Opini