Kasus Jiwasraya, Bagaimana endingnya?






Oleh : Amadea Istiqfani


Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah menjadi sorotan masyarakat. Jiwasraya mengalami permasalahan tekanan likuiditas. Hal ini dikarenakan melakukan investasi pada sebagian besar aset berisiko tinggi (high risk) untuk mengejar keuntungan yang tinggi (high return).

Sebagian besar dana investasi itu ditaruhnya pada saham berkinerja buruk dan reksa dana yang dikelola oleh manager investasi dengan kinerja buruk.
Maka dari itu, Jiwasraya malah merugi, membuatnya mengalami gagal bayar klaim polis yang jatuh tempo untuk periode Oktober-Desember 2019 senilai Rp12,4 triliun.
Beberapa fakta terkait bangkrutnya jiwasraya:
1. Ekuitas Jiwasraya Negatif Mencapai Rp23,92 triliun

Seperti diketahui, data perseroan mencatat ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp23,92 triliun per September 2019. Lantaran liabilitas perseroan mencapai Rp49,6 triliun sedangkan asetnya hanya Rp25,68 triliun.

Sementara itu, untuk memenuhi rasio solvabilitas atau Risk Based Capital (RBC) 120%, maka Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun. Jiwasraya juga tercatat mengantongi rugi sebesar Rp15,89 triliun per September 2019.

2. Jiwasraya Sembrono dalam Berinvestasi

Penempatan investasi perseroan yang sembrono terjadi seiring dengan dijualnya produk JS Saving Plan pada 2014 hingga 2018. Produk ini menawarkan persentase bunga tinggi yang cenderung di atas nilai rata-rata berkisar 6,5% hingga 10%.

3. Kerugian Nasabah Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Mencapai Rp50 triliun

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengungkapkan potensi kerugian nasabah Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Kerugian tersebut mencapai Rp40 triliun-Rp50 triliun.

"Ada potensi kerugian sekitar Rp40 triliun-Rp50 triliun kerugian yang ditanggung jutaan nasabah Bumiputera dan Jiwasraya. Tapi, sampai saat ini, baru 20 nasabah dari Bumiputera dan Jiwasraya yang mengadu ke kami (BPKN)," kata Koordinator Komisi III BPKN Rizal E. Halim di Kementerian Perdagangan.

Kasus Jiwasraya skandal yang terbesar di Indonesia, setelah BLBI.
Anggota Komisi XI DPR RI ini menilai, langkah yang dilakukan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati sudah tepat yang berkoordinasi dengan Kejaksaan mengungkap kasus ini. Dia pun mendesak, agar Kejaksaan juga tidak boleh berlama-lama mengungkap kasus ini.
Jika menilik sejarah, Jiwasraya adalah perusahaan asuransi yang sudah berdiri sejak zaman Belanda atau pada tahun 1859.
Perjalanan sejarahnya luar biasa, banyak menolong masyarakat. 
Kasus ini tidak main-main karena ada lima juta pemegang polis asuransi Jiwasraya dan jika ditotal dengan keluarganya, ada puluhan juta rakyat Indonesia yang menggantungkan nasibnya pada asuransi ini.

Penyebab Jiwasraya bangkrut,Mantan Sekretaris Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara(BUMN) Said menduga ada tindak pidana korupsi. Pasalnya nilai kebocoran hingga triliunan rupiah dan itu tidak mungkin karena risiko bisnis semata.
 Said Didu mengakui perusahaan negara kerap dijadikan lahan penggalangan dana oleh partai politik. Proyek-proyek besar di perusahaan negara, kata dia, selalu menjadi incaran partai politik.

"Terjunnya partai politik dalam proyek BUMN itu menggunakan banyak modus, mulai membantu mengegolkan anggaran untuk proyek BUMN kemudian mendapatkan kickback fee. Atau ikut bermain langsung dengan membawa perusahaan mereka dalam mengambil proyek tertentu," kata Said saat dihubungi kemarin.

Sebelumnya, dalam dokumen berisi catatan pembicaraan dua tersangka kasus suap, Muhammad Nazaruddin dan Mindo Rosalina Manulang, terungkap peran Nazaruddin yang mengatur anggaran untuk BUMN (Koran Tempo, 13 Juli).

Said menuturkan bahwa saat dirinya menjabat di Kementerian BUMN, tak jarang ia menerima tamu politikus yang menawarkan proyek-proyek ke BUMN. Para anggota partai politik kerap mendampingi rekanan mereka ke kementerian. Tujuannya untuk memuluskan bisnis rekanannya itu. "Tolong dibantulah," kata Said menirukan bahasa yang sering dipakai para politikus.

Partai-partai besar, terutama partai penguasa, bahkan ambil bagian dengan turut mengatur jajaran direksi perusahaan. Lobi awalnya, kata Said, biasanya dengan mengenalkan nama-nama calon anggota direksi kepada pejabat kementerian. "Dia mengamankan dengan menempatkan orang," ujar Said, yang kini menjadi peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Menurut Said, dari sekitar 700 posisi direksi di 141 BUMN, bisa ada 850 usulan calon anggota direksi yang masuk ke pemerintah. "Sebanyak 80 persen dari usulan partai politik," katanya.

Tak mau BUMN terus-menerus menjadi lahan bisnis partai politik, kata Said, Kementerian BUMN mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang pendirian, pengurusan, pengawasan, dan pembubaran BUMN. "Seluruh karyawan dan direksi BUMN tak boleh terlibat dalam partai politik," ujar Said.

Mantan Menteri BUMN Sofyan Djalil membenarkan hal ini. Menurut dia, direksi yang ditunggangi partai politik gampang diintervensi. Dia mendorong pengawalan yang ketat dalam proses penganggaran di Dewan Perwakilan Rakyat dan perekrutan direksi BUMN agar perusahaan negara tak dijadikan sapi perah.

Sedangkan pengakuan Dirut Jiwasraya menambahkan latar belakang lain yakni BUMN sudah lama tidak sehat. Dipilih cara sangat berisiko (unprudent) untuk mengatasinya. Yakni dengan menjual ‘JS Saving Plan’ asuransi- investasi (bancassurance) berbunga sangat tinggi ke masyarakat dan Jiwasraya menanam modalnya di bursa saham, bahkan dengan membeli saham gorengan (saham perusahaan yg ‘digoreng’ seolah sangat menguntungkan). Berujung terjadi skema Ponzi yakni premi yg dibayar pelanggan asuransi dipakai membayar keuntungan/bunga tinggi para nasabah bancassurance. Pada gilirannya, gagal bayar polis asuransi. Persoalan ini bertambah buruk mengingat BUMN seringkali menjadi tumpuan sponsorship untuk beragam proyek individu di lingkaran kekuasaan. Contoh Jiwasraya mensponsori kedatangan klub bola dunia Manchester City. Dari kasus ini tampak bahwa memang para Pejabat Kapitalis ini rakus akan kekuasaan serta keuntungan hanya demi kepentinganya sendiri tanpa memikirkan pengurusan rakyat. Begitu pula ketikaereka menduduki kursi pemimpin. Perencanaan sesuatu yang mereka klaim untuk kesejahteraan rakyat padahal sebenarnya hanya kamuflase belaka, untuk menutupi maksud bagi kepentingan kalangan mereka. Miris!


Sebenarnya persoalan asset rakyat dan modal Negara yang dikelola BUMN mengalami beragam persoalan tidak hanya sekl ini terjadi. Karena daulat Kapialis begitu menggurita di tanah air. Mulai dari skema pengelolaan BUMN model korporasi, keterlibatan lingkar kekuasaan untuk memanfaatkan BUMN bagi kepentingan kursi dan partai hingga cara-cara mencari untung yang sarat riba dan maisir/gambling berujung krisis/kebangkrutan. Sebagai jalan keluarnya, Negara memberi talangan. Ini adalah perampokan besar-besaran terhadap Negara secara legal, yang dinikmati segelintir golongan Kapitalis, pemilik bank, elit BUMN dan bahkan yang duduk di kursi penguasa. Skandal ini mestinya menyadarkan  tentang beta buruknya sistem Kapitalisme. Tidak ada sedikitpun maslahat bagi rakyat. 

Ditengah keramaian hukum manusia, kejahatan sudah kerap dimaklumi sebagai kewajaran semata.keadilan bukan lagi hal utama ketika sistem kapitalisme sudah nampak indah dipandang mata.

Cukup jelas bukan, kerusakan sistem Kapitalisme yang sudah terindra oleh mata kita sendiri?begitu banyak kasus membuat rakyat menderita saat keadilan hanya tegak pada yang dibayar. Maka sudah saatnya kita beralih ke sistem yang baik dan yang mempu mensejahterakan rakyat tanpa ada janji-janji manis yang mengelabui. Sistem yang baik itu adalah berasal dari Allah Sang Maha Pencipta alam semesta ini, yakni sistem Islam yg mampu menjadi problem solving dari berbagai problem yang ada di dunia ini. Sebagaimana sejarah membuktikan kejayaan Islam memimpin 2/3 bagian dunia selama 13 abad. Wallahua'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak