Oleh: Devita Diandra
(Pegiat Literasi dan Ibu Rumah Tangga)
Kenaikan asuransi kesehatan (BPJS) yang mengikat masyarakat dengan iuran seumur hidup tentu sangat mendzalimi rakyat. Khususnya masyarakat tidak mampu.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, jelang pemberlakuan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Peserta kelas I dan II banyak yang pindah kelas. Pada bulan Desember minggu pertama, BPJS Kesehatan mencatat ada sekira 27-30 orang per harinya yang turun kelas. Minggu kedua naik hingga mencapai 60 orang per harinya.Jika ditotal dari 28 Oktober hingga 13 Desember, jumlah peserta BPJS Kesehatan yang menurunkan kelas kepesertaannya ada sebanyak 1.079 orang.(BALPOS.com)
Pengamat kebijakan publik sekaligus doktor biomedik, Dr. Rini Syafri menyatakan kenaikan premi BPJS Kesehatan tidak hanya persoalan nilai nominal. Akan tetapi cerminan kezaliman dan kelalaian penguasa dan negara yang luar biasa.
“Hal ini juga mencerminkan tentang buruknya visi rezim dan negara, di samping hak publik yang dirampas. Akan tetapi, semua ini dibenarkan atas nama perundang-undangan pada negara demokrasi,” ungkap Rini.
Tidak heran, dalam lensa sekuler kapitalisme, nyaris seluruh lini kehidupan dikomersilkan tak terkecuali masalah kesehatan.
• Mengapa Terjadi
Sebuah layanan kesehatan semestinya menjadi hak setiap warga negara. Setiap orang berhak menerima dan menikmati layanan kesehatan dengan gratis/murah bukan malah dikomersialisasi. Berorientasi pada untung rugi. Layanan kesehatan saat ini seperti telah menjadi korporasi. Dijadikan sebagai lahan bisnis. Imbas dari kebijakan ini adalah rakyat bukan para konglomerat.
Komersialisasi kesehatan hanya dilakukan pada sistem yang mementingkan uang. Itulah sistem kapitalis, yang hanya berfikir bagaimana mendapat keuntungan. Mengesampingkan tugas meriayah/mengurusi rakyat. Berkedok demokratis tapi sebenarnya menghisap darah rakyat hingga kritis. Seluruh kebijakan akan diambil dengan pertimbangan untung dan rugi.
JKN UHC dengan payung hukumnya merupakan perwujudan lepasnya tanggung jawab negara, yang seharusnya sebagai institusi satu-satunya yang meri'ayah kebutuhan mendasar masyarakat, di bidang kesehatan ini. Bukannya menunjuk atau membuka kesempatan kepada para kapital untuk mengurusi kebutuhan mendasar yang pasti justru tujuannya meraih sebesar-besarnya keuntungan. Alhasil negara yang seharusnya bertanggung jawab mengurusi rakyatnya termasuk kesehatan malah justru membebankan iuran yang memaksa kepada rakyatnya.
•Islam Memandang
Berbeda dengan halnya dengan sistem Islam, dalam Islam negara mempunyai peran sentral dan sekaligus bertanggung jawab penuh dalam segala urusan rakyatnya. Termasuk urusan kesehatan. Dalam Islam, pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis.
Fasilitas kesehatan merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh rakyat. Semua itu merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik yang wajib dipenuhi negara. Dalam rangka mengayomi rakyatnya. Hal ini didasarkan pada dalil umum yang menjelaskan peran dan tanggung jawab seorang Khalifah (kepala negara Islam) untuk mengatur seluruh urusan rakyatnya. Hadits Rasulullah Saw:
“Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar)
Telah jelas negara dengan ideologi kapitalis sekuler ini bertentangan dengan Islam dan membuktikan pengabaian Negara terhadap urusan rakyatnya . Sebaliknya, negara dalam sistem Islam justru dituntut untuk menjalankan fungsi ini dengan sebaik-baiknya sebagai pemelihara urusan umat. Terbukti pada masa Khilafah Islamiyah tegak beberapa abad silam.
Khilafah menjamin kesehatan masyarakat, mengatasi dan mengobati orang-orang sakit, serta mendirikan tempat-tempat pengobatan. Rasulullah Saw., sendiri pernah membangun suatu tempat pengobatan untuk orang-orang sakit dan membiayainya dengan harta benda baitulmal. Jadi hanya sistem Islam lah satu-satunya sistem yang mampu mengayomi dan mensejahterakan rakyat.
Wallahu a’lam bi ashshawwab.