Oleh: Yuli Wulandari
Anggota Komunitas Penulis Peduli Umat
Lembaran baru dan tagihan baru. Menyambut tahun baru dengan beban baru. Kado indah yang kian membuat gelisah. Tidak hanya gelisah, namun juga jadi sapi perah oleh pemilik plat merah. Semakin lama rezim kapitalis sekuler bercokol, makin banyak kebijakan yang menggondol hak yang harus diterima untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Rakyat semakin sengsara, pemenuhan hajat hidup semakin sulit dan menghalangi pemanfaatan kekayaan negeri untuk kemaslahatan rakyat. Bahkan diperparah dengan memberikan lapangan kerja itu pada pekerja asing yang seharusnya menyediakan lapangan kerja untuk rakyat yang menjadi jalan rakyat memenuhi kebutuhan diri dan keluarga.
Kebijakan yang berlaku di tahun baru, benar-benar membuat pilu. Alih-alih fasilitas umum yang seharusnya gratis, ini justru membayar ditambah naik pula. Tarif tol dan BPJS misalnya.
Tarif sejumlah ruas tol dipastikan mengalami kenaikan, misalnya Tol Cikopo-Palimanan, Tol Dalam Kota Jakarta, Belawan-Medan-Tanjung Morawa, Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa, dan Surabaya-Gempol. Hal itu didasarkan oleh Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan pasal 68 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.
Dalam kedua beleid itu disebutkan evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2(dua) tahun sekali oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BLJT) berdasarkan tarif lama yang disesuaikan dengan pengaruh inflasi kota tempat tol berada.( CNBC Indonesia)
Iuran BPJS Kesehatanpun mengalami kenaikan, berikut rinciannya yang dirilis oleh CNBC Indonesia sebagai berikut:
BPJS Kesehatan
Iuran BPJS Kesehatan akan mulai dinaikkan pada tahun depan.
Berikut perincian kenaikannya:
a. Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran naik dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa. Besaran iuran ini juga berlaku bagi peserta yang didaftarkan oleh pemda (PBI APBD). Iuran PBI dibayar penuh oleh APBN. Sedangkan peserta didaftarkan oleh pemda dibayar penuh oleh APBD.
b. Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PPU-P), yang terdiri dari ASN/TNI/POLRI, semula besaran iuran adalah 5% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga, di mana 3% ditanggung oleh pemerintah dan 2% ditanggung oleh ASN/TNI/POLRI yang bersangkutan. Kebijakan terbaru, besarannya diubah menjadi 5% dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan bagi PNS Daerah, dengan batas sebesar Rp 12 juta, di mana 4% ditanggung oleh pemerintah dan 1% ditanggung oleh ASN/TNI/POLRI yang bersangkutan.
c. Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU), semula 5% dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp 8 juta, di mana 4% ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% ditanggung oleh pekerja, diubah menjadi 5% dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp 12 juta, di mana 4% ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% ditanggung oleh pekerja.
d. Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU)/Peserta Mandiri:
Kelas 3: naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa
Kelas 2: naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa
Kelas 1: naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per jiwa.
Selain itu, pemerintah juga sedang menggodog nasib buruh yang rencananya akan diupah perjam dan dibukanya keran untuk pekerja asing yang lebih berpeluang besar.
Pemerintah rencananya akan menyerahkan RUU Cipta Lapangan Kerja lewat Omnibus Law kepada DPR RI pada Januari 2020.
Usulan kemudahan TKA masuk Indonesia juga sebelumnya disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam paparan akhir tahun di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat pekan lalu (20/12/2019).
"Nantinya, TKA itu nantinya bisa masuk tanpa melewati proses panjang. Selama ini TKA kerap kesulitan mendapatkan izin Kartu Izin Tinggal Terbatas(KITAS) dengan UU Imigrasi, " katanya. (CNBC Indonesia)
Serangan bersaing dengan pekerja asing kian berdesing. Kaum buruhpun semakin terjepit dan terhimpit.
Kondisi demikian sungguh menyulitkan, sangat berkebalikan dengan kondisi penguasa pada sistem Islam yang berorientasi menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat per individu dan memberi peluang masuknya asing baik permodalan maupun orang dengan pertimbangan kebolehan syariat dan kemaslahatan rakyat, bukan malah merugikan kemaslahatan rakyat. Penentuan upah buruh dalam Islam memang bukan dengan pematokan standart minimum sebagaimana mekanisme UMR saat ini. Namun, kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan karena Negara bertanggung jawab menjamin layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara berkualitas dan gratis. Begitupula pemenuhan hajat air, energi (listrik dan bbm), jalan dan transportasi tidak akan dikapitalisasi sebagaimana saat ini.
Sistem Islam memberikan kesempurnaan dan jaminan kehidupan terbaik bagi rakyatnya. Sejarah telah membuktikan dengan jelas akan hal ini yang bertahan hingga seribu empat ratus tahun lebih yang pada akhirnya diruntuhkan pada 03 Maret 1924 M.
Jaminan kesejahteraan era khilafah dapat terwujud bukan karena kebetulan, namun karena khilafah memiliki seperangkat aturan atau kebijakan . Aturan maupun kebijakan ini bersumber dari Islam. Karena sejatinya khilafah adalah representasi dari penerapan Islam secara menyeluruh dan utuh. Aturan-aturan ini mencakup ranah individu, keluarga, masyarakat dan negara. Untuk itu seharusnya kita menyambut 2020 ini dengan menegakkan kembali sistem Islam sehingga kesejahteraan akan terwujud kembali. Wallahu'alam