Oleh : Norsinah, S.Pd
(Aktivis Muslimah)
Sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada sistem peradaban sekuler, dalam dunia perguruan tinggi pun mengarah pada sekulerisasi sehingga para intelektual hanya terfokus pada hasil, tidak lagi melihat proses dan ilmu yang dipelajari serta dari mana didapat ilmu tersebut. Ibaratkan seperti halnya orang yang amnesia, lupa akan para penjajah-penjajah barat tersebut tujuannya apa? Karena sudah tersilaukan dengan perkembangan pendidikan dari negeri-negeri barat yang sekarang menjadi kiblat semua negeri yang ada.
Negeri kafir yang benci akan islam dengan misi penyebaran peradaban barat sekulerlah, upaya mereka untuk semakin mengokohkan hegemoni sekuler dalam ranah pendidikan tinggi, sekuatnyaa untuk menyebarkan peradaban (al hadharah, civilisation) secara umum maknanya adalah cara hidup (thariiqatul hayaah, the way of life) yang terbentuk dari sejumlah pandangan-pandangan hidup yang diyakini kebenarannya oleh suatu bangsa atau umat dalam segala bentuknya, baik yang diekspresikan secara nyata seperti perilaku atau bangunan yang khas, maupun yang diekspresikan secara tidak nyata (untangibel) seperti nilai-nilai (values) atau ide-ide (thoughts), misalnya ide kebebasan, HAM, demokrasi, toleransi agama, dll. (M. Husain Abdullah, 1990: 74).
Peradaban Barat Sekuler
Maka dari pengertian diatas bisa kita dapatkan bahwa peradaban barat sekuler melalui sistem pendidikan tinggi mereka mengoptimalkan mempertahankan peradabannya yang khas. Seperti halnya peradaban barat sekuler melahirkan intelektual dan kampus bertujuan pada keuntungan dan kemanfaatan semata, seolah menjadi tujuan utama. Bagaimana tidak kondisi kampus pada saat ini mengejar standar kampus internasional World Class University (WCU).
Seperti halnya perkataan Rektor UNS Prof Jamal Wiwoho mengatakan, Webometrics merupakan lembaga pemeringkatan internasional asal Spanyol yang melakukan rilis peringkat universitas terbaik di seluruh dunia yang tergolong dalam World Class University (WCU). Lembaga ini menilai kemajuan sebuah universitas berdasarkan websitenya, Pertimbangan lainnya juga berdasarkan berbagai kegiatan ilmiah yang ditopang oleh proses terwujudnya tri dharma perguruan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, dengan penguatan tatakelola infrastruktur yang terintegrasi dalam kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Hal ini dapat dilihat dari suasana akademik yang sehat, manajamen tatakelola institusional yang baik, serta mutu mahasiswa yang berprestasi. "UNS sebagai universitas yang berproses menjadi WCU, tentunya dengan baik mengimplementasikan syarat-syarat tersebut dengan konten-konten publikasi yang tersaji melalui website, Prof Jamal menambahkan, lebih dari 27.000 perguruan tinggi di seluruh dunia mengikuti penilaian ini. "Webometrics mengapresiasi UNS berada pada peringkat ke-7 di Indonesia dan 1.315 di tingkat dunia," terang Prof Jamal, dalam keterangannya, Jumat (2/8/2019).
(Lihat : http://news.okezone.com/read/2019/08/02/65/2086792/10-daftar-kampus-indonesia-di-world-class-university)
Begitu pula halnya tanggapan Rektor Unmul dalam menghadapi World Class University (WCU), sehingga berupaya "Kampus itu akan seperti Universitas Indonesia (UI) nya di ibu kota negara, Jakarta," ujar Rektor Unmul Masjaya saat ditemui di Samarinda, Kamis (24/10/2019). Bukan hanya dari kampus saja ada pula dari para intelektual dosen dan mahasiswa/i yang diarahkan untuk menjadi mahasiswa/i aktif berpartisipasi dalam mewujudkan kampus yang sesuai dengan standar World Class University serta ada pula kerjasama, kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU) yang dijalin pada negeri barat sekuler seperti Thailand, Amerika Serikat, Jepang dan lain sebagainya dengan beberapa program kerjasama adapun halnya berkaitan research,dan lain-lain. Yang kita ketahui negeri-negeri tersebut pasti memiliki tujuan tertentu dalam penyebaran peradabannya yang khas.
(Lihat : https://amp.kompas.com/samarinda/read/2019/10/24/17060631/universitas-mulawarman-bangun-kampus-utama-di-sekitar-ibu-kota-baru )
Begitulah cara negeri kafir barat sekuler dalam menyebarkan peradabannya sejatinya memang pendidikan tinggi di negeri-negeri kaum muslimin hari ini telah dimanipulasi oleh agenda-agenda Barat. Pendidikan tinggi di dunia Islam telah menjadi pintu masuk penjajahan akademis, hegemoni riset, dan propaganda sekuler. Pendidikan tinggi telah menjadi alat penjajahan untuk tujuan kebijakan Barat asing. Pendidikan tinggi di dunia Islam pasca hilangnya Khilafah, tidak ditujukan untuk menciptakan generasi emas dan peradaban emas. Rezim pemerintah di negeri-negeri kaum muslimin memfasilitasi semua hal itu.
Pendidikan tinggi yang seharusnya mencetak SDM (sumber daya manusia) yang mampu memenuhi kebutuhan umat, menghasilkan penemuan dan karya yang mampu dinikmati secara luas oleh masyarakat, justru semakin difokuskan pada memenuhi kebutuhan dunia industri atau pasar. Sementara dunia pasar adalah dunia bisnis alias dunia untung-rugi bukan dunia pelayanan dan pengabdian. Perkembangan riset dunia pendidikan tinggi juga dicengkeram korporasi asing. Dinyatakan dalam Permendikbud No 92 Tahun 2014 tentang Syarat Menjadi Profesor, di antaranya wajib menulis di jurnal internasional bereputasi yang terindeks oleh Web of Science, Scopus, Microsoft Academic Search, atau lainnya sesuai pertimbangan Ditjen Dikti.
Peradaban Islam Perlu Institusi Khilafah
Sehingga jika kita melihat hal-hal tadi diatas sangat menyedihkan apabila kampus yang seharusnya mencetak para ilmuan dan intelektual yang mampu menjadi para ilmuan yang juga mampu dalam hal agama bukan menjadi seseorang yang hanya berfikir pada keuntungan dan manfaat semata. Maka yang kita perlu hanya Khilafah sajalah negara yang akan menjadikan pengetahuan memenuhi tujuan sebenarnya bagi umat manusia, seperti hujan yang menguntungkan bumi ini dan segala sesuatu di dalamnya.
“Perumpamaan apa yang Allah mengutusku dengannya, yakni petunjuk dan ilmu, adalah seperti hujan lebat yang mengenai tanah. Diantara tanah itu ada yang subur yang dapat menerima air, lalu menumbuhkan rumput dan tumbuh-tumbuhan yang banyak. Dan diantaranya ada pula tanah yang keras dan dapat menahan air (tetapi tidak dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan), maka dengannya Allah memberi kemanfaatan kepada manusia. Mereka bisa minum, memberi minum ternak, dan bertani. Dan air hujan itu mengenai pula tanah yang lain, yaitu tanah keras dan licin, tidak dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Demikian itulah perumpamaan orang yang pandai tentang agama Allah dan bermanfaat baginya apa yang dengannya Allah mengutusku, ia mengetahui dan mengajarkan (kepada orang lain), dan perumpamaan orang yang tidak mengangkat kepadanya, dan perumpamaan orang yang tidak mau menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya (ia seperti tanah yang tandus)”. (HR Bukhari-Muslim, dari Abu Musa ra.)
Sebuah sistem pendidikan Islam yang ideal, pertama-tama harus diletakkan lebih dahulu dalam Untuk itu, diperlukan institusi negara yang relevan. Sebab hanya dengan institusi negara saja sebuah sistem pendidikan dapat diarahkan menuju misi yang dikehendaki. S. Waqar Ahmad Husaini menegaskan sentralnya peran negara dalam pendidikan dengan menyatakan,” These instruments of state power must implement the Islamic objective through educational and other socal institutions.” (S. Waqar Ahmad Husaini, 2002: 57).
Institusi negara apakah yang relevan dengan pendidikan Islam? Jawabnya, institusi negara Islam (Khilafah). Mengapa? Karena hanya dalam negara Khilafah sajalah pendidikan Islam akan dapat menempati posisinya yang strategis, yaitu sebagai pembentuk dan pelestari peradaban Islam (al hadharah al islamiyyah). Posisi ideal ini pada faktanya kini memang tidak ada atau belum terwujud (kembali) sejak runtuhnya Khilafah di Turki tahun 1924. Sejak itu boleh dikatakan hampir seluruh negeri Islam di Dunia Islam, termasuk Indonesia, berada di bawah hegemoni Barat, yaitu terpenjara dalam negara demokrasi-sekular yang memisahkan agama (Islam) dari pengaturan kehidupan bernegara. (Nader Hashemi, 2010: 242-248).
Pendidikan Islam merupakan instrumen strategis sebagai pembentuk dan pelestari peradaban Islam. Untuk itu, pendidikan Islam mengharuskan adanya institusi negara yang relevan, yaitu negara Khilafah. Hanya dalam Khilafah saja, pendidikan Islam akan berada dalam jalur misinya yang benar, yaitu sebagai pembentuk dan pelestari peradaban Islam. Wallahu a’lam.