Oleh: Murni supirman
Tahun baru 2020 baru saja tiba, bukannya hidup lebih baru dan tenang, justru yang ada penderitaan didepan mata sudah siap menghadang. Hal ini bukan tanpa sebab, terhitung mulai 1 Januari 2020 dipastikan semua bentuk pelayanan publik akan mengalami kenaikan tanpa kecuali mulai dari kenaikan angsuran BPJS, BBM, ROKOK, iuran PDAM, tarif LISTRIK, tarif TOL dll. Semua kebijakan ini diambil karena berbagai alasan dan defisit nya APBN negara karena utang luar negeri yang semakin menumpuk memaksa rakyat ikut menanggungnya, hingga rakyatlah yang menjadi korban padahal tidak semua masyarakat bisa menikmati layanan publik tersebut tapi mereka harus ikut memikul beratnya membayar pajak dari kebijakan menaikkan semua tarif disegala lini.
Belum selesai menaikkan semuanya, Buruh/pekerja pun tak luput dari aturan dan kebijakan baru dimana buruh harus lebih bersiap dalam menghadapi persaingan antar pekerja. Pasalnya, pemerintah akan mempermudah perizinan TKA (tenaga kerja asing) untuk masuk ke dalam negeri. Yakni melalui RUU Omnibus Law soal Cipta Lapangan Kerja.
Pemerintah rencananya akan menyerahkan RUU Cipta Lapangan Kerja lewat omnibus law kepada DPR RI pada Januari 2020.
Tak ayal, hal ini menimbulkan kecemasan pada sebagian kalangan sebab, aturan ini disinyalir akan menimbulkan persaingan kepada tenaga kerja lokal.
Namun, dugaan ini dibantah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Menurutnya, tenaga kerja lokal tetap diprioritaskan. Pemakaian TKA tetap mengacu pada UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
"UU Ketenagakerjaan kita menyebut bahwa TKA yang boleh masuk yang memiliki skill tinggi. Ada jabatan tertentu. Kita sudah atur, hanya persyaratannya [izin masuk TKA] dipermudah. Contoh kalau mendapat visa sekian lama mungkin diperpendek," kata Bahlil saat jumpa pers akhir tahun, Jakarta, Jumat (27/12/2019) CNBC Indonesia.
Sebenarnya apapun alasannya, itu tidak mampu membuat masyarakat yakin sebab selama ini yang kita lihat persaingan antara pekerja lokal dan asing begitu terasa. Buktinya baik rektor dibeberapa Perguruan tinggi mulai di isi oleh orang luar bahkan sampai buruh kasar pun kini didominasi pekerja asing dan aseng khususnya di Morowali. Ini adalah bukti kebobrokan dan ketidak pedulian sistem pada buruh/pekerja. Semakin lama Rezim kapitalis sekuler bercokol dan berkuasa, semakin banyak kebijakan yang justru menyengsarakan rakyat, mereka tak henti-hentinya menyulitkan rakyat dalam pemenuhan hajat hidup bahkan untuk pemanfaatan kekayaan negeri untuk kemaslahatan rakyatpun dihalang-halangi yang ada justru diberikan lebih kepada asing untuk dikelola padahal itu adalah milik umat. Jadinya masyarakat semakin menderita. ditambah lagi bukannya menyediakan lapangan kerja yang menjadi jalan rakyat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, malah memberikan lapangan kerja itu pada pekerja asing dan aseng pula.
Inilah wajah sistem Kapitalisme yang serakah hanya bisa menjadikan rakyat sebagai tumbal. Negara dijadikan ladang bisnis padahal tugasnya adalah meriayah. Kapitalis rakus dan penguasa yang ogah mengurusi rakyatnya. Justru menjadikan rakyat di negeri ini bak sapi perah, diperas melalui kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan, hingga tak ada lagi celah bagi rakyat untuk menikmati yang namanya kesejahteraan.
Hal ini berbanding terbalik dengan penguasa pada sistem Islam. Dimana kebijakannya selalu berorientasi pada kesejahteraan masyarakatnya dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat per individu. Di sisi lain negara pun tak akan menutup diri malah akan memberi peluang masuknya asing baik permodalan maupun orang namun semua tetap dengan pertimbangan kebolehan syariat dan kemaslahatan rakyat, bukan justru malah merugikan kemaslahatan rakyat.
Berbicara tentang upah, dalam sistem islam, penentuan upah buruh memang bukan dengan pematokan standar minimum sebagaimana mekanisme UMR saat ini, namun kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan karena negara sebagai pelaksana atau khilafah bertanggung jawab penuh dalam menjamin pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara berkualitas dan gratis bagi masyarakatnya. Begitu pula pemenuhan hajat air, energy/listrik, bbm, jalan dan transportasi tidak akan dikapitalisasi sebagai saat ini. Karena sumber daya alam yang dimiliki dikelola secara baik oleh negara, kemudian dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan publik. Hingga gaji itu hanya untuk membiayai kebutuhan keluarga saja, yang InsyaAllah minim harganya dan mampu untuk dipenuhi tanpa harus berfikir keras lagi, juga tak perlu menyisipkan biaya untuk kesehatan dan pendidikan bagi keluarga dan anak-anak karena sudah digratiskan.
Sungguh tak ada sistem terbaik yang mampu meriayah masyarat sebaik dan seadil ini kecuali islam.
Wallahu' alam bi'ashshowab.