Jilbabmu karena Siapa?




Oleh. Suliati
Pembicara Majelis Taklim Masjid At Takwa, Klaten

Pernyataan Shinta Nursiah istri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur  dalam wawancara di YouTube channel Deddy Corbuzier  mengatakan bahwa perempuan muslim tidak wajib untuk memakai jilbab. Ia pun menyadari bahwa masih banyak orang yang keliru mengenai kata jilbab dan hijab.

Menurut dia, hijab tidak sama pengertiannya dengan jilbab. "Hijab itu pembatas dari bahan-bahan yang keras seperti kayu, kalau jilbab bahan-bahan yang tipis seperti kain untuk menutup." 

Kemudian dipertegas kembali oleh anaknya Inayah Wahid, bahwa ketidakwajiban itu didasarkan dari pemahaman yang ada pada Gus Dur yang tidak mewajibkan jilbab dan sebagian istri tokoh ulama NU terdahulu yang juga belum mengenakan hijab. (Tempo.co)

Pernyataan demikian tentulah sangat keji dan menyesatkan. Melihat jilbab adalah kewajiban dalam syariat islam. Jilbab bab adalah pakaian longgar/gamis (Al Ahzab:59) sedang hijab adalah kain pembatas (tabir) (Al Ahzab:53). 

Tentulah banyak umat yang geram atas pernyataan Nursiah melihat kondisi umat yang masih labil dan baru masif-masifnya muslimah memakai hijab terlepas dari berbagai dorongan dibelakangnya. Namun, tidak sedikit pula yang terkesan biasa. Mewajarkan sikap demikian muncul dalam sistem sekuler liberal ini. 

Sistem sekuler liberal menjadikan kebebasan dituhankan. Sehingga menjadikan suburnya berbagai macam pemikiran dan perilaku sekalipun menyesatkan, merusak dan bertentangan dengan nilai-nilai agama dalam kehidupan. Seperti halnya jilbab yang telah jelas di dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Namun, otak Atik dengan berbagai dalihpun dapat dilakukan. 

Menjadi wajar pula jika negara lepas tangan terhadap munculnya berbagai pemikiran yang menyesatkan. Negara dalam sistem ini hanya sebagai penguasa namun tanpa kuasa. Sebab, kebebasan itulah yang berkuasa. 

Sedang Islam adalah agama universal yang salah satunya mengatur cara berpakaian. Dan jilbab adalah pakaian yang diwajibkan bagi setiap muslimah yang telah baligh ketika keluar rumah. Bukan tanpa ketentuan Allah memilihkan jilbab bagi kaum muslimah. Melainkan sebagai kehormatan dan penjaga kemuliaan, sebagai mana dalam firman-Nya.
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. Al Ahzab [33]: 59)

Selain itu Rasul pun memperjelas dengan sikapnya yang berpaling ketika Asma' binti Abu Bakar yang belum berjilbab mendatanginya seraya berkata,
"Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu, apabila telah baligh (haid) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” (HR. Abu Dawud).

 Dalam hadits yang lain Rasulullah kembali menegaskan akan kewajiban ini yakni kalau seorang wanita tak punya jilbab –untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum)—maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya Nabi SAW tidak akan memerintahkan wanita sampai mencari pinjaman atau meminjami jilbab.

Hal ini menunjukkan bagaimana pembinaan Rasulullah kepada para muslimah akan cara berpakaian seorang muslimah. Rasulullah yang sebagai kepala negara pula menjadikan aturan Islam benar-benar diterapkan dan dijaga dalam setiap sendi kehidupan. Sebagaimana halnya jilbab ini. Dengan demikian kaum muslim akan mampu terjaga kehormatan dan agamanya.

Maka, hendaklah umat muslim tetap berpegang teguh dengan ajaran Islam bukan pada pernyataan atau tindakan seorang tokoh semata. Sebab, segala pertanggungjawaban bukan pada manusia melainkan  hanya kepada Allah SWT. Wallahu'alam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak