Oleh : Ayu W
(Aktivis Muslimah)
Jakarta dan sekitarnya sedang berduka. Banjir yang menggenang beberapa wilayah ibu kota belum juga surut. Hujan tanpa henti yang mengguyur ibu kota Jakarta sejak malam pergantian tahun menyebabkan genangan air setinggi 30 sentimeter hingga satu meter.
Sejumlah kawasan permukiman di Jakarta dan sekitarnya terendam banjir dengan ketinggian beragam. Gubernur Jakarta Anies Baswedan menyatakan Rabu (01/01) dalam BBC.com , "19.079 orang (yang mengungsi) ditangani sepenuhnya oleh Pemprov DKI Jakarta." Sementara puncak hujan diperkirakan akan terjadi pada pertengahan Januari hingga Maret.
Banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya juga mengganggu aktivitas bandara dan untuk sementara Bandara Halim Perdana Kusumah ditutup. Semua penerbangan dari Bandara Halim pada Rabu pagi dialihkan ke Bandara Soekarno-Hatta. Hujan deras yang mengguyur Jakarta pada Selasa, 17 Desember lalu menyebabkan 27 titik banjir di sejumlah wilayah ibu kota. Yang paling disorot karena terjadi dekat pusat kota adalah banjir yang menggenangi kawasan Senayan, tepatnya di sekitar Pintu 10 Gelora Bung Karno.
Sementara itu, Kepala BPBD DKI Jakarta, Subejo, menilai penyebab banjir bukan hanya intensitas hujan yang tinggi. "Tambahan dari luapan Sungai Ciliwung juga ada, sehingga ada beberapa lokasi di Jakarta yang memang tergenang air banjir," katanya dalam bbc.com. Atas adanya kejadian itu, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai pemerintah DKI Jakarta tidak siap mengantisipasi banjir. Menurut dia, genangan kala hujan deras turun merupakan bukti sistem drainase kota buruk. "Terlepas dari derasnya hujan, hal ini menunjukkan bahwa sistem drainase kota kita masih buruk, tidak berfungsi optimal, tidak mampu menampung luapan air hujan," kata Nirwono saat dihubungi Tempo, Kamis, 19 Desember 2019.
Nirwono mengatakan hanya sekitar 33 persen sistem drainase Jakarta yang saat ini berfungsi baik. Selain sistem drainase yang buruk, saluran air Jakarta menurut dia tak cukup lebar menampung derasnya air. Selain itu, Nirwono menyebut masih banyak permasalahan lain ihwal saluran tersebut. "Selain itu saluran air masih banyak yang tersumbat lumpur, sampah, limbah, jaringan utilitas yang timpang tindih, dan tidak terhubung dengan baik antar saluran air," ujarnya.
Penanganan banjir di Jakarta berbeda beda sesuai dengan pemimpin yang memegang kekuasaan saat itu.
Kalau Anies akan menggelar kegiatan kerja bakti untuk menyisir dan membersihkan penumpukan sampah yang berada di saluran pembuangan air dan sungai. Kala banjir melanda kawasan Jalan Sudirman-Thamrin pada 2012, Jokowi langsung memerintahkan pengerukan gorong-gorong. Ia juga sempat mencanangkan pembuatan The Stormwater Management and Road Tunnel (SMART Tunnel) alias gorong-gorong raksasa.
Pada banjir 2013, Jokowi juga langsung mengadakan rapat darurat yang dihadiri Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jakarta. Rapat memutuskan status tanggap darurat. Sedangkan saat masa Ahok, kala banjir melanda ibu kota, ia langsung berkeliling ke sejumlah lokasi. Ahok berkeliling ke Pintu Air Cipinang, Malaka, Kali Cipinang Indah, Kanal Banjir Timur, dan Jalan Cipinang Muara I. Dia mengatakan, tujuan inspeksi itu untuk mencari tahu alasan tetap terjadinya banjir di daerah yang seharusnya sudah bebas banjir. Saat itu, Ahok menemukan fakta bahwa ada sampah kulit kabel yang menghambat saluran air.
Bagaimana Islam bisa mengatasi permasalah banjir.
Dilihat dari segi letak, Jakarta adalah sebuah kawasan teluk yang dekat dengan laut dan daerah sekitarnya ada dataran tinggi yakni Bogor. Singkatnya Jakarta seharusnya seperti terowongan air dimana air dari dataran tinggi sekitarnya bisa langsung menuju laut. Tapi kita tahu sekarang masih berlanjut pembangun pulau pulau buatan di sekitar Jakarta. Hal itu menyebabkan perjalan air yang seharusnya bisa langsungenuju laut masih harus berjalan melewati pulau buatan.
Islam tidak pernah memandang satu kesalahan dari satu pihak saja. Islam juga punya solusinya jika masyarakat setuju menerapkannya. Solusi dari Islam adalah :
1. Pengaturan tata kota sesuai keadaan demografis suatu wilayah. Prinsip tata kota yang dikembangkan harus memberikan daya dukung lingkungan, karena Islam melarang bersikap dzolim baik terhadap sesama manusia maupun hewan dan tumbuhan. Daerah produktif untuk pertanian misalnya, maka tidak boleh dibuka untuk perindustrian, karena membalikkan tanah menjadi produktif lagi tidaklah mudah. Pembangunan pemukiman atau fasilitas publik lain harus mengutamakan faktor sanitasi karena Islam sangat menjunjung tinggi kebersihan, maka saluran pembuangan pun menjadi aspek yang tidak boleh ditinggalkan, termasuk saluran drainase yang memudahkan air mengalir dengan daya tampung yang mencukupi.
2. Sistem ekonomi Islam. Pembangunan pulau buatan ketika ditilik lebih jauh sangatlah merugikan ekonomi Indonesia dan sangat jauh dari kata untuk kesejahteraan masyarakat sekitar. Maka pemerintah harus lebih jeli lagi memilaj proyek mana yang menguntungkan negara atau malah membuntungkan masyarakat.
3. Ketegasan hukum dan aparatur penegak hukum dalam Islam. Tak diragukan lagi. Islam sangatlah tegas bagi tindakan yang bisa merugikan orang banyak. Karena sanksi hukum Islam berfungsi tidak hanya sebagai hukuman tetapi juga pengajaran bagi generasi selanjutnya.
Kalaulah tiga point' di atas bisa dilaksanakan oleh pemerintah saat ini, insya Allah akan berkurang banjir Jakarta.