Oleh :
Sri Mulyati
Mahasiswi dan Member Amk
Lesbian, gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) adalah suatu pembahasan yang tak pernah ada habisnya dan selalu muncul kepermukaan dari satu kasus ke kasus yang lain. Baru-baru ini, kita dibuat kaget dengan berita seorang Mahasiswa S-3 yang sedang mengenyam pendidikan di Universitas Leeds, Inggris. Seorang pria berusia 36 tahun. Pria ini berasal dari Indonesia yang lahir di Jambi bernama Reynhard Sinaga. Ironisnya, di balik tampang yang gagah dengan pesona yang menarik, ternyata memiliki kasus yang sangat mencengangkan. Siapa sangka, seorang intelektual terjerat 159 kasus perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 pria muda selama 2,5 tahun terakhir. Berita ini disampaikan oleh polisi Greater Manchester berdasarkan keterangannya. Polisi pun meyakini jika Reynhard Sinaga kemungkinan menyerang 195 orang dalam periode yang lebih lama. Selasa (06/01/2020).
Modus yang dilakukan pelaku adalah menjadikan korban tidak sadarkan diri dengan memberikan minuman beralkohol yang dicampur obat bius yang tak berbau. Di Montana House, Manchester. Di salah satu Apartemen yang disewa pelaku. Reaksi minuman ini, membuat korban tak sadarkan diri. Setelah korban masuk ke perangkap barulah si pelaku melakukan aksi bejatnya. Sayangnya, suatu ketika aksi bejat (sodom) ini sedang dilakukan, korban tersadar dan korban berhasil kabur dengan memukul Reynhard Sinaga hingga berdarah. Lucunya, Reynhard melaporkan ke polisi atas penyerangan yang diterima. Namun, malangnya nasib yang dihadapinya justru seperti “senjata makan tuan” setelah polisi menyita handphone milik Reynhard ternyata di dalamnya terdapat konten aksinya yang bejat, ia biasa mendokumentasikan aksinya kemudian di share kepada para korban.
Kasus ini oleh Lembaga kejaksaan Inggris disebut-sebut sebagai “the most prolific rapist” atau kasus perkosaan paling besar sepanjang sejarah hukum Inggris. (Tirto.id. 07/01/2020).
Karena banyaknya korban, Deputi Jaksa North West lan Rushthon menjatuhkan hukuman seumur hidup, meskipun orangtuanya menyewa banyak pengacara dalam membela kejahatan yang dilakukan oleh anaknya.
Kejadian ini direspon oleh Sekertaris Kabinet Pramono Anung melalui pernyataannya. Ia menyatakan “Mencoreng wajah Indonesia, yang kental dengan adab ketimurannya.”
“Padahal wajah kita wajah bangsa Indonesia ini penuh dengan etika ketimuran sopan santun, harga menghargai. Kemudian ada kasus ini, sungguh sangat sedih”. Ujar Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (08/01/2020).
Bahaya LGBT dapat Menggerus Generasi
Kasus ini tidak semata-mata terjadi begitu saja dan tanpa sebab. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Pertama, kehidupan Reynhard yang bebas. Dilansir Dailymail, Reynhard kerap mendatangi klub-klub malam dengan menggandeng pasangan Gay dan bergonta-ganti pasangan. Di dukung dapat kiriman uang dari orangtuanya yang kaya raya sebagai pengusaha sawit dan properti. Reynhard pun sering menampilkan diri sebagai seseorang yang hedonis dalam menjalankan kehidupannya juga tidak terlalu akrab dengan mahasiswa asal Indonesia.
Kedua, dirinya sempat dijodohkan oleh orangtuanya. Hal ini membuat ia enggan pulang ke tanah air demi mencurahkan orientasi seksualnya yang salah.
Ketiga, Reynhard memiliki komunitas Gay dengan menggunakan aplikasi kencan Gay seperti Grindr dan Hornet. Dilansir dari (Voi.id)
Selain itu, Reynhard pernah menulis Jurnal Ilmiah yang berjudul “Sexuality and Everyday Transnationalism in South Asian Gay and Bisexual Men in Manchester” untuk keperluan S-3 di University Leeds pada tahun 2012. Pada tahun 2014 Reynhard pernah mempublikasikan ulasannya tentang buku yang berjudul Queer Migration Politics Activist Rhetoric and Coalitional Possibilities yang ditulis oleh Karma R.Chaves asal Amerika. Di dalam buku ini menggambarkan hak imigrasi dan keadilan sosial bagi kelompol queer atau mereka yang tidak termasuk heteroseksual. (Muslimahnews.id).
Jika dilihat dari sisi psikologi LGBT merupakan perilaku abnormal. Yakni cara seseorang memuaskan seksual, objek yang dijadikan sasarannya sebagai pemuas bukan pada tempatnya dan ini menyalahi fitrah. Perilaku ini adalah perilaku yang dapat memusnahkan generasi. Bagaimana mungkin, orientasi seksual yang salah ini dilakukan dapat menghasilkan keturunan. Semua ini merupakan upaya kafir Barat untuk menghancurkan generasi seperti halnya virus yang mematikan. Virus-virus yang mereka tularkan sangatlah berbahaya.
Dari kasus diatas merupakan gambaran bahwa seorang pelaku (gay) ini dapat menularkan ke korbannya. Karena ada faktor trauma yang mendorong seseorang melakukan hal yang sama. Mengingat dirinya di perlakukan demikian terlebih si pelaku memperlihatkan aksinya yang ia dokumentasikan. Trauma ini yang kemudian akan membekas di dalam ingatan yang masuk kedalam long time memory dan sulit disembuhkan. Bisa sembuh dengan usaha yang tidak biasa.
Di dalam Islam perbuatan gay berupa praktik sodomi (liwath) telah Rasulullah Saw peringatkan dalam sabdanya:
إِنَّ أَخَوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي عَمَلُ قَوْمِ لُوْطِ
“Sesungguhnya yang paling di khawatirkan dari apa-apa yang aku khawatirkan atas umatku adalah perbuatan kaum Luth.” (HR.Ahmad, ath-Tirmidzi, al-Hakim).
Di dalam hadits yang lain disebutkan:
لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ، لَعَنَ اللهٌ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ.
“Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth.” (HR.Ahmad dan ibn-Hibban).
Di dalam hadits ini Rasulullah Saw mengucapkan kalimat لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ sampai tiga kali sebagai kalimat yang menegaskan bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilaknat oleh Allah Swt bukan hanya sebagai informasi belaka. Ketika seseorang atau sekelompok orang melanggar apa-apa yang telah Allah larang artinya ia sudah siap menerima siksa yang amat pedih didunia maupun di akhirat. Tetapi , hal ini terus saja terjadi tanpa ada penanggulangan yang serius dari aparat pemerintahan sebagai pemangku kekuasaan. Dari sisi hukuman yang diterapkan pun tidak membuat pelaku jera. Hukuman yang pantas ia dapatkan adalah hukuman mati atau dijatuhkan dari tempat yang tinggi. Agar sekelompok orang yang melakukan liwath ini enggan berbuat demikian mengingat konsekuensi yang ia dapatkan sangatlah berat.
Namun, di dalam sistem demokrasi menjadikan hak asasi manusia (HAM) sebagai pijakannya atas dasar kebebasan berekspresi. Seolah-olah hal ini dianggap enteng. Kenyataannya terbukti gagal.
Hanya ada satu institusi negara yang mampu melaksanakan hukum dengan seadil-adilnya dan menjadikan aturan dari sang Pencipta (al-Khaliq) sebagai pijakannya tidak lain dan tidak bukan adalah sistem Islam. Sistem Islam mampu mengusut tuntas persoalan LGBT sebagai penyelamat generasi.
Wallahu a’allam bishawab