Indonesia Darurat Narkoba Potret Kapitalis-Liberalisme



Oleh: Mustika Lestari
(Pemerhati Remaja)

 “Awas bahaya narkoba mengancam. Senjata psikotropika sungguh kejam, membidik targetnya siang dan malam. Mereka tidak takut polisi maupun satpam. Narkoba semakin hari, semakin merajalela di Nusantara, pengedar dan pemakai banyak yang muda-muda. Sungguh heran, bisnis haram menjadi primadona. Generasi muda adalah harapan masa depan bangsa, kini marak terperosok di dalam gemilang narkoba.” Demikianlah penggalan puisi karya Pak Gun yang berjudul “generasi muda dan narkoba.”

Polda Sultra mengeluarkan laporan tahunan tentang penanganan kasus selama tahun 2019 di Sulawesi Tenggara, Kamis (2/1/2020). Deretan angka yang memprihatinkan disampaikan oleh aparat kepolisian, salah satunya yaitu jumlah kasus narkoba sepanjang 2019 yang mencapai 231 kasus dengan 293 tersangka. Dari angka itu, tidak ada yang lebih memprihatinkan lagi, yakni penangkapan tersangka kasus narkoba didominasi usia 21-29 tahun sebanyak 202 kasus.

Jelas, kaum muda di daerah Sultra menjadi sasaran narkoba saat ini. Siapa sangka Zul ‘Zivilia’ anak lokal yang kita banggakan ternyata harus menjalani hukuman 18 tahun penjara karena narkoba, setelah selamat dari tuntutan penjara seumur hidup oleh JPU (http://detiksultra.com, 3/1/2020). 

Kasus Narkoba Terus Berulang, Bukti Negara Abai?

Indonesia darurat narkoba bukanlah dongeng belaka, namun sudah bergema sejak tahun 1971 dan hingga saat ini masih menjadi masalah serius.Bagaimana tidak, permasalahan narkoba tak kunjung reda, malah semakintumbuh subur di negeri ini.Hampir semua kalangan menikmatinya, tak hanya masyarakat biasa, pelajar,selebritis, hingga politisi, parahnya menyasar aparat penegak hukum.

Dilansir dari www.liputan6.com-Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Heru Winarko menyebutkan, ada peningkatan peredaran narkoba selama tahun 2019 dari tahun sebelumnya sebesar 0,03 persen. Pengguna paling banyak berusia 15 hingga 65 tahun,hingga menembus angka tiga juta orang. 

“Lebih kurang jumlahnya 3.600.000 yang menggunakan (narkoba) di Indonesia ini,” kata Heru di Kantor Kemenko Polhukam, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2019).

Berdasarkan survei dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan  Indonesia (LIPI) menunjukkan 2,3 juta orang yang pernah mengonsumsi narkotika di Indonesia adalah pelajar dan mahasiswa. Angka itu setara dengan 3,2 persen dari populasi kelompok tersebut (https://m.cnnindonesia.com, 22/6/2019).

Tak dapat dipungkiri, saat ini gurita narkoba sedang memeluk generasi muda (usia produktif). Kasus demi kasus terungkap yang tentu saja tidak hanya menjerat mereka yang hidup di perkotaan besar seperti Jawa, kalimantan tetapi juga sampai di wilayah-wilayah kecil, salah satunya Sulawesi Tenggara.

Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sultra sepanjang tahun 2019 menangkap 31 pengedar dan merehabilitasi 230 pengguna narkoba. Dari tangan pelaku, 11,01 kilogram narkotika jenis sabu diamankan. Kepala BNNP Sultra, Brigjen Pol Imron Korry mengatakan, tingkat peredaran narkotika tahun ini cukup naik signifikan dibandingkan tahun lalu dengan mengamankan 3 kilogram sabu.

“Pada tahun ini, narkotika jenis sabu masih berada pada level pertama. Peredaran narkotika di Sultra tak hanya didominasi sabu, namun ada juga obat-obatan terlarang lainnya seperti PCC, tramadol dan tembakau Gorila,” ujar Imron Korry didampingi Kabag Umum BNNP Syamsuarto, Kabid P2M Harmawati, Kabid Berantas Kompol Anwar Toro, Direktur Res Narkoba Polda Sultra Kombes Pol M. Eka Fathurrahman, Kabid Rehab BNNP Lamala saat merilis kasus-kasus yang ditangani pada akhir tahun bersama (http://kendaripos.co.id,  27/12/2019).

Menyaksikan fakta di atas terkait peredaran narkoba setiap tahunnya yang semakin meningkat, sungguh sangat mengiris hati. Negeri ini masih memiliki pekerjaan rumah, masalah narkoba ini yang tidak pernah terselesaikan dengan tuntas. Banyak yang bolak-balik direhabilitasi dan tak sedikit yang keluar-masuk penjara, namun tidak mengurangi pelaku narkoba. Hal ini menandakan bahwa kasus ini bagai lingkaran setan.

Sumber pencipta utama lingkaran setan narkoba ini adalah penerapan pemikiran asing, sistem sekuler-kapitalisme yang mengagungkan liberalisme. Bertujuan menjerumuskan manusia dalam kubangan hedonisme (memuja kesenangan jasmani) yang tak berkesudahan.  Kondisi ekonomi yang sulit, dengan dalih memenuhi kebutuhan hidup yang banyak akhirnya membuat mereka terjun kedunia gelap narkoba hanya demi materi. Banyak anak muda yang ikut terjerumus kedalam narkoba karena kesenangan dunia semata.

Dunia dijadikan panggung untuk hura-hura dan bersenang-senang seakan hidup di dunia ini selamanya untuk mencari kesenangan. Apapun akan dilakukan demi mendapatkan kepuasan jasmani tanpa mempedulikan norma agama. Ditambah lagi, kehidupan mereka benar-benar kering dari nilai-nilai agama diakibatkan sistem pendidikan yang ada tidak mampu menanamkan kepada anak-anak keimanan yang tinggi, sehingga mereka tidak takut untuk bermaksiat dan ketika jiwa-jiwa mereka yang kosong dari ajaran agama akhirnya memilih untuk menenggelamkan dirinya dalam segala bentuk kemaksitan.

Terlebih lagi, narkoba di negeri ini tidak dianggap ancaman bagi rezim penguasa sehingga kasus narkoba tidak mendapat perhatian yang serius. Penguasa lebih sibuk dengan kursi kekuasaan. Narkoba yang jelas merusak generasi tidak dianggap penting selama itu tidak mengancam dan menggoyang kursi kekuasaan yang sudah dalam genggaman. Hal ini terlihat dari solusi yang selama ini ditawarkan pemerintah, solusi tambal sulam yang hanya sebatas pada penyuluhan, pembinaan serta rehabilitasi saja. Pecandu narkoba tidak dipandang sebagai pelaku kriminal tetapi hanya korban layaknya orang sakit yang cukup direhabilitasi untuk menyembuhkan kecanduannya. Akibatnya, bukannya berkurang, malah masalah narkoba ini semakin merajalela. 

Disisi lain, penegakan hukum atas kasus narkoba ini sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Salah satu sanksi bagi penyalahguna narkoba yang ditetapkan dalam Pasal 127 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika mengatakan bahwa setiap penyalahguna narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Kemudian, penggunaan narkotika golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun. Terakhir, pengguna narkotika golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.

Dengan lemahnya sanksi ini menjadikan negeri ini sebagai lahan empuk bagi tumbuh suburnya penyalahgunaan narkoba. Dilengkapi dengan kelemahan sistem buatan manusia yang lemah dan terbatas membuat negeri ini semakin rusak dari berbagai lini kehidupan. Maka, mempertahankan sistem ini sama halnya mempertahankan kerusakan bagi negeri tercinta ini, sehingga menjadi suatu hal yang mendesak untuk segera mencampakkan sistem rusak sekuler-kapitalisme tersebut.

Islam Solusi Tuntas

Narkoba akan terus tumbuh subur dan tidak akan pernah tuntas dalam sistem sekuler-kapitalisme. Berbeda halnya dengan Islam yang mempunyai solusi terbaik untuk memberantas narkoba hingga ke akarnya. Karena asas pertama sebuah negara Islam adalah individu yang bertakwa, maka Islam mewajibkan negara untuk membina ketakwaan warga negaranya. Ketakwaan yang terwujud akan mencegah seseorang terjerumus dalam kejahatan narkoba. 

Selain itu, dalam Islam ada sanksi bagi pengguna dan pengedar bahkan produsen tentunya, sesuai dengan hukum syara’ yang bersumber dari dzat yang Maha Pengatur. Sanksi bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dicambuk, dipenjara dan sebagainya. Berbeda pula dengan pengedarnya dan berbeda pula dengan pemiliknya, ta,zir yang diberlakukan dapat sampai pada tingkatan hukuman mati. 

Para ulama menyatakan bahwa hukuman bagi produsen dan pengedar narkoba yang menyebabkan kerusakan besar bagi agama dan masyarkat adalah hukuman mati, sebagaimana Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal-balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka peroleh siksaan yang besar” (Q.S. Al-Maidah: 33).
 
Berdasarkan hal ini, jelas pidana Islam mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan perilaku kriminalitas karena sangat efektif menimbulkan efek jera pada pelakunya. Alhasil, tidak akan ada lagi yang tertimpa kasus serupa. 

Sistem yang berhukum kepada hukum Allah, maka secara otomatis permasalahan yang ada mudah terselesaikan, karena dalam sistem Islam hukum berdiri atas tiga asas yaitu individu yang bertakwa, masyarakat sebagai pengontrol dan negara sebagai pelaksana hukum syara. Maka, jiwa-jiwa bertakwa bebas dari narkoba akan tumbuh dalam negeri yang menerapkan sistem Islam yang bersumber dari wahyu. Negara akan berkembang pesat dengan generasi hebat tanpa narkoba, generasi terjaga akan menjadi generasi unggul yang siap untuk memimpin masa depan yang amanah, yang dapat membawa kehidupan Islami bebas dari  narkoba yang merusak. Wallahu a’alam bi shawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak