Oleh : Lilik Yani
Adanya impian, membuat perjalanan kita terarah dan bersemangat untuk bisa mewujudkannya. Karena seindah apapun impian, jika belum terwujud hanyalah sebuah angan belaka.
*********
Setiap menyaksikan ada gambar atau tayangan televisi tentang baitullah, hatiku berdesir. Bisakah aku menyaksikan langsung dan merasakan getarannya yang seperti magnet itu? Menurut cerita, orang yang sudah pernah ke sana, akan rindu untuk kembali menemuinya. Seperti ada tarikan magnet. Masya Allah.
Begitu pula jika menyaksikan saudara atau kerabat yang akan berangkat ke tanah suci. Apakah itu dalam rangka menjalankan ibadah umroh atau haji, maka hati ini merasa bergetar. Semakin mendorongku untuk bisa menunaikan pula. "Ya Allah, jika mereka Engkau panggil ke rumah-Mu, kapan giliran saya untuk Engkau undang juga?" Demikian suara hatiku bertanya.
Hingga aku teringat nasehat seorang teman. "Jika ingin berangkat haji atau umroh, lakukan apa yang harus dilakukan. Tentunya tidak sekedar berdoa tapi ada tindakan nyata, misalkan dengan menabung. Boleh secara tradisional di kaleng, berikan tulisan "Tabungan Haji". Bisa lewat menabung di bank, ambil program "Tabungan Haji" agar tidak kena bunga maupun administrasi. Sehingga jumlah uang kita utuh, tidak kena riba. Jadi lebih nyaman.
Maka aku coba mengikuti nasehatnya. Walau hanya sedikit, aku upaya istiqomah menabung. Sebagai bentuk keseriusanku untuk mewujudkan impianku. Biarlah sedikit demi sedikit, lama kelamaan akan banyak juga.
Hingga setelah beberapa tahun, upayaku membuahkan hasil. Berkat keistiqomahanku menabung, maka cukuplah dipakai untuk mendaftar umroh di KBIH yang terkenal waktu itu. Ketika itu tahun 2014. Dengan harga sekitar 14 jutaan.
Ternyata bukan sekedar kecukupan biaya lalu kita bisa berangkat. Jika Allah belum memanggil hamba-Nya untuk menjadi tamu pilihan, maka ada saja kendala yang menghalangi. Ketika itu masalahnya pada mahrom. Walau sudah ada ijin dari suami, tapi kalau seorang wanita mau bepergiaan jauh maka harus disertai mahrom. Begitu saran ustadzahku waktu itu.
Demi keamanan dan kenyamanan ibadah, apalagi untuk waktu yang cukup lama, maka aku pun tidak memaksakan diri. Aku mengikuti saran ustadzahku. Maka kembali kutahan rasa rinduku untuk segera mewujudkan impian, bisa beribadah di tanah suci.
Lalu kuceritakan masalahku pada suami. Beliau yang awalnya belum ada minat untuk ziarah ke haramain, sedikit ku paksa agar suatu saat mau menemaniku. Masih ada waktu untuk menjelaskannya, sambil aku lanjutkan mengumpulkan keping-keping rupiah untuk biaya mahromku nantinya.
Waktu terus berjalan, setiap ada moment, aku ceritakan kisah-kisah indah orang-orang yang sudah berangkat ke tanah suci. Juga dengan cara membeli buku-buku testimoni mereka yang sudah menjalankan ibadah umroh maupun haji. Buku-buku itu sengaja saya taruh di tempat yang mudah dilihat suami. Lambat laun kelihatannya mulai ada rasa rindu juga, hingga beliau berkenan membantu menambah keping-keping rupiah di tabungan haji. Alhamdulillah.
Hingga suatu saat, aku melihat promo umroh paket panjang dengan harga cukup murah. Wah, semakin bergejolak batinku untuk segera mendaftar. Aku segera tunjukkan brosur itu pada suami yang hatinya sudah mulai ada rasa rindu itu.
"Apa uangnya sudah cukup?" begitu katanya.
"Oh, iya ya. Aku belum menghitungnya." jawabku.
Alhamdulillah, walau aku belum yakin uang itu cukup. Tapi adanya dukungan dari suami menjadi motivasi besar buatku melangkah. Terimakasih yaa Allah.
******
Yach, ternyata setelah dihitung berkali-kali. Uang yang terkumpul belum tercukupi. Walau ada rasa kecewa, tapi aku masih optimis. Ada keyakinan dalam hati bahwa Allah pasti akan memberikan pertolongan. Maka aku pun berdoa mohon petunjuk dan bimbingan Allah, agar mendapat solusi terbaik buat semuanya.
Ketika ada pertemuan keluarga, banyak kerabat yang berkumpul. Tiba-tiba saja ada keberanian dariku untuk menceritakan promo umroh tersebut. Sekaligus menyampaikan impianku untuk bisa berangkat berdua dengan suami.
Alhamdulillah, walau tidak langsung memberikan bantuan dana, tapi ada solusi yang diberikan. Solusi seperti apa? Yang pasti bukan hutang piutang, apalagi jual warisan. Ahh, tidaklah. Jangan sampai kita beribadah tapi membuat masalah baru. Hehe.
Yang terus kulakukan adalah memperbanyak doa, "Yaa Allah jika Engkau menghendaki, permudahlah jalan kami. Tiada yang sulit bagi-Mu, yaa Allah. Aku yakin itu."
Maka aku jalani aktivitas seperti biasa. Menunaikan tugas kantor, dakwah, rumah, keluarga, menulis juga tetap memperhatikan anak-anakku yang semuanya tinggal jauh dariku. Anak pertama, lulus kuliah langsung kerja di luar pulau. Anak kedua lulus kuliah, awalnya bekerja satu kota denganku. Tapi tak lama, dia bertemu jodohnya, menikah dan mengikuti suaminya kerja di luar pulau. Jadi di rumah kami berdua saja. Ngobrol dan diskusi tentang impian-impian kami. Ahh..
Tiba-tiba ada video call dari putriku, lalu disambungkan sekalian dengan kakaknya. Seperti biasa, kalau luang kami bisa ngobrol bareng lewat video call. Wah, kesempatan bagus untuk menceritakan promo umroh, siapa tahu mereka mau mendaftar. Ternyata belum ada jadwal yang cocok. Untuk mengajukan cuti selama itu, belum diperkenankan. Malah mereka menawari kami untuk berangkat duluan.
Alhamdulillah, gayung bersambut. Ada kesempatan bercerita tentang impian kami. Dan ternyata ada titik terang, keyakinanku akan pertolongan Allah terbukti. Solusi itu diberikan Allah melalui putraku. Digenapilah kekurangan biaya oleh putraku. Terima kasih yaa Allah. Terima kasih, Anakku. Semoga Allah meridloi setiap langkah perjalanan kalian, dimanapun berada.
Yach, itu yang kuyakini. Kalau Allah menghendaki, maka pasti ada jalan keluar. Tidak ada yang sulit menurut Allah. Allah pasti akan menunjukkan jalan yang tidak disangka-sangka. Entah, siapa yang digerakkan hatinya oleh Allah untuk menjadi sosok penolong itu.
Dan pastinya, semua itu ada proses yang harus dilalui. Tidak tiba-tiba atau instant. Ada upaya terbaik yang dilakukan, ada doa tulus yang dipanjatkan hanya kepada Allah. Ada impian kuat yang tertancap di hati. Ada komunikasi yang baik secara vertikal maupun horisontal. Hingga hak prerogatif Allah untuk mewujudkan impian hamba tersebut, atau masih menundanya. Yang pasti Allah hanya menghendaki yang terbaik untuk hamba-Nya. Karena Allah paling tahu, saat terbaik memanggil seorang hamba untuk menjadi tamu pilihan-Nya.
Sahabat muslimku, mari kita bersandar hanya kepada Allah. Sampaikan semua impian hanya kepada-Nya. Kita lakukan yang terbaik di wilayah kita, berusaha memanage keuangan dengan baik. Iringi dengan doa tulus kepada Allah. Jangan lupa, carilah cara untuk memancing pertolongan Allah, dengan menjalankan hal-hal yang disukai Allah.
Selanjutnya, biarlah Allah yang memutuskan. Kapan giliran kita dipanggil menjadi tamu-Nya. Tetap jalankan aktivitas dengan baik, maka undangan itu akan datang tepat pada waktunya. Semuanya terasa serba indah dan sulit diungkapkan dengan kata-kata. Tak percaya? Yuk buktikan. Allahu Akbar.
Wallahu a'lam bisshawab
Tags
renungan