Oleh: Siti Aminah ( Komunitas Aktivis Menulis Ideologis)
Tentu kita sering mendengar kata hantu. Yang menakutkan bagi sebagian besar orang. Menjadi momok tersendiri di tengah masyarakat. Pendidikan kan mencerdaskan masyarakat untuk tidak begitu mudah percaya hantu. Sehingga masyarakat tidak mudah tertipu, dan menjadi korban. Ya, memang benar, seharusnya demikian. Tapi bagaimana jika hantu itu bernama masalah? Banyak masyarakat yang takut akan menitipkan anaknya sekolah di sekolah mana. Karena hampir sebagian besar siswanya bermasalah tingkat tinggi. Sehingga banyak yang menyekolahkannya di pondok. Lho, kan banyak yang mendapat penghargaan pendidikan dari pak MenDik? Bukankah itu bukti kalau pendidikan kita dewasa ini baik-baik saja dan tak berhantu/ bermasalah? Atau penghargaan itu hanya sebagai "lipstik" dan polesan saja yang tidak menyentuh akar masalah nya? Atau justru sebaliknya, benar ada hantu di pendidikan sekarang? Jika tak ada hantu Dalam pendidikan, berarti tulisan ini sia-sia saja. Tapi cobalah kita tengok lagi pendidikan kita dewasa ini, sudah sehat dan hebat kah? Atau justru berhantu/ bermasalah?
Pendidikan Bermasalah.
Ya, jika kita lebih jeli dan membuka mata dan telinga lagi, pendidikan kita sedang bermasalah, menghantui dan semakin mengkhawatirkan. Tengok saja gaji guru, terutama yang honorer sangat minim, bangunan fasilitas sekolah yang alakadarnya malah banyak yang bobrok, tingkah anak didik yang na'udzubillah ( hamil, narkoba, tawuran, dll), dan korupsi di dunia pendidikan.
Mungkin bagi yang bukan guru ataupun bagi orang yang kerjanya serabutan, mereka mengatakan, enakya jadi guru, dapet gaji tiap bulan. Tapi lihatlah perjuangan guru sebelum ke sekolah harus menyiapkan masakan keluarga, mandi, pakaian rapi dan wangi. Menembus dinginnya pagi dan pulang bahkan sampai sore menjelang malam. Berjuang mendidik anak- anak bangsa dengan kasih sayang. Tapi penghargaan jasa kepadanya tak sebanding perjuangannya.
Dikutib dari ( m.detik.com 25/11/2019), Peringatan Hari Guru di Ponorogo menyisakan kepedihan. Sebab, tahun 2019 pemerintah hanya mengadakan rekrutmen CPNS. Padahal para Guru Tidak Tetap (GTT) atau honorer berharap tahun ini ada rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Nasib GTT sedikit beruntung, sebab Pemkab Ponorogo mengalokasikan dana Rp 250 ribu per bulan. "Harapan kami, Pemkab juga memperjuangkan nasib kami ke pusat, kami berterimakasih sudah ada honor daerah oleh Pemkab," pungkasnya.
Jaman sekarang Rp 250 ribu sebulan dapat apa? Berbagai kebutuhan naik, anak- anak mereka juga butuh sekolah, butuh makan, biaya kesehatan. Seperti inikah bentuk penghargaan pemerintah terhadap guru pahlawan pendidikan yang terjun langsung di tengah masyarakat mencerdaskan anak bangsa? Sementara kepada orang mantan napi yang di tugaskan bekerja di BUMN digaji dengan fantastis bukan hanya hitungan juta, tapi milyar perbulan. Adilkah? Sehatkah logika kita? Atau justru kita lihat sangat bermasalah?
Demikian juga kenakalan anak didik, seperti terjadi di Madiun ini, dikutip dari (m.liputan6.com 2/12/2019) Pihak sekolah akhirnya memberi kebijakan drop out alias mengembalikan MS kepada orangtuanya, lantaran dinilai melakukan pelanggaran berat yakni hamil di luar nikah. Sebelumnya MS, siswa salah satu SMK di Madiun itu melahirkan bayi di kamar mandi rumahnya di Kecamatan Mejayan.
Demikian juga kasus korupsi di dunia pendidikan dikutip dari ( m.detik.com 19/3/2018).Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menyebut korupsi banyak ditemukan di bidang pendidikan. Basaria menyebut potensi korupsi itu ada di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
"Faktanya justru di bidang pendidikan ini yang paling banyak ditemukan korupsi. Ini fakta yang ada di KPK. Baik itu tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten kota. Karena anggaran di sana sangat banyak, 20 persen dari APBN anggaran pendidikan," ujar Basaria ketika menjadi pembicara dalam acara Peran Perempuan dalam Pencegahan Korupsi di Lingkungan Kemendikbud, di Gedung Graha Utama Kemendikbud, Senayan, Jakarta.
Semakin nampak jelas pemerintah tidak serius mengurusi pendidikan di negri ini, hanya gonta-ganti kurikulum. Sibuk dengan menghilangkan kata "khilafah dan jihad" dipendidikan madrasah. Dan menggantinya dengan pendidikan sekuler liberal.
Ya, itulah diantara sekian banyak masalah dipendidikan kita yang menghantui masyarakat. Tapi tahukah bahwa ada yang "mengundang hantu" itu berkeliaran di masyarakat?. Kenapa hantunya semakin banyak, dan seakan beranak pinak?. Seharusnya kita mencari tahu apa atau siapa yang mengundangnya. Tanpa ragu-ragu saya katakan yang mengundangnya bernama KAPITALISME, SEKULERISME, dan LIBERALISME. Mereka ini sepaket, dan tak terpisahkan satu sama lain. Atau dengan kata lain setia sehidup semati. Jika memupuk satu juga menyuburkan yang lain. Jika menghilangkan satu maka hilang dari peredaran di tengah masyarakat.
Sekulerisme adalah induk dari kapitalisme dan liberalisme. Sekulerisme berusaha memisahkan antara agama dan kehidupan. Percaya adanya Pencipta tapi tak mau diatur oleh aturan Sang pencipta. Dari situ melahirkan sistem kapitalisme dan liberalisme. Dalam sistem kapitalis, mengharamkan peran negara terlalu jauh mengurusi urusan masyarakat. Dari sisi pembiayaan, negara dibuat tidak mampu membiayainya. Demikian juga materi pendidikan, sangat minim pendidikan agama, bahkan sengaja menghilangkannya. Seperti sekarang ini sibuk menghilangkan kata khilafah dan jihad. Padahal itu bagian dari ajaran islam, agama yang dianut dan diyakini mayoritas negeri ini. Apalagi itu juga bukan hantu, justu itu nanti membantu mengusir hantu bernama kapitalisme itu.
Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari islam, khilafah dan jihad. Karena dengan kucuran darah para ulama' lah yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bukan darahnya umala' ( antek). Para ulama bertempur melawan penjajah dengan mengobarkan semangat jihad kepada pasukannya, dengan teriak takbir "Allahu Akbar". Dan jika menilik sejarah, nusantara dulu juga dibantu oleh kekhilafahan Turrki Usmani.
Tidak! Indonesia dan pendidikan tidak bisa dipisahkan dengan Islam, dan ajarannya. Dan lebih- lebih, sekarang pemerintah sibuk menggantikannya dengan sekuler liberal. Bukankah itu mengundang hantu itu lagi, yang semakin banyak? Na'udzubillah.Kita tidak bisa mengusir "hantu" dengan mengundangnya. Kita juga tidak bisa mengusirnya sendirian. Kita butuh tim( kelompok yg ikhlas, solid, dan tentunya juga yakin bahwa kapitslus itu hantu) butuh kekuatan berupa negara. Yakni negara khilafah.
Jika di dalam pendidikan kapitalis menghasilkan masalah, maka dalam pendidikan Islam akan mampu menghasilkan pahlawan dan kesatria yang cerdas dan sholeh. Melahirkan cendikiawan yang juga faham agama. Karena ilmu mereka bersumber dari wahyu Allah, yaki Al Qur'an dan al hadist. Bukan menambah masalah dan kegelapan tapi justru dengan ilmu mereka menerangi dan kita gunakan sampai sekarang. Pendidikan di dalam Islam juga merakyat, yang artinya semua masyarakat akan bisa berpendidikan karena biaya sekolah ditanggung sepenuhnya oleh negara, yakni negara khilafah Islamiyah. Dan Itulah yang akan mampu mengusir sekulerisme, pengundang hantu dalam pendidikan.
Wallahu'alam bisshowab.