Oleh: Waode Sukmawati
(Anggota Komunitas Menulis untuk Peradaban)
"Perumpaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi seumpama tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam" (HR. Muslim).
Rasulullah SAW mengibaratkan umat muslim bagaikan satu tubuh. saat satu bagian tubuhnya merasakan sakit maka seluruh bagian lain merasakan. Itulah harusnya yang dirasakan umat muslim saat ini, ketika mengetahui kabar saudaranya yang berada di negara lain mendapat penyiksaan yang begitu keji, wajar jika muslim yang lain merasa terpukul.
Apa yang menimpa umat muslim Uyghur yang berada di Xianjiang Cina, merupakan salah satu contohnya. Perlakuan bengis yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). PBB memperkirakan sekitar 1 juta warga dari etnis Uyghur, Khazakh dan minoritas lainnya diduga telah ditahan di Xianjiang barat laut Cina sejak tahun 2017. (TEMPO.CO, 24/12/18).
Sejumlah mantan tahanan mengatakan kepada tim BBC, tentang penyiksaan fisik maupun psikologis yang mereka alami di kamp-kamp penahanan. Seluruh keluarga mereka lenyap, dan mereka mengatakan bahwa tahanan disiksa secara fisik dan mental. (BBC NEWS, 19/12/19).
Sebagian masyarakat yang tidak terima dengan kejadian tersebut, membuka suara dengan melakukan aksi dan menyebarkan berita tentang penyiksaan melalui media sosial. Dengan mengharap adanya tanggapan dari pemerintah untuk melalukan tindakan yang dapat membantu muslim yang ada di beberapa negara saat ini. Tindakan keras pemerintah Cina terhadap etnis minoritas telah mendapat kecaman Internasional. Namun anehnya, suara negara-negara Muslim malah nyaris tak terdengar. Pemerintah di negeri-negeri muslim seolah bungkam terhadap kejadian yang menimpa minoritas muslim yang berada di Uyghur.
Di Indonesia Misalnya memilih untuk tidak terlalu dalam mencampuri urusan dalam negeri China. Sebagaimana Ketika diminta untuk memberikan tanggapan terhadap peristiwa yang terjadi di Uyghur, mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla mengatakan kepada wartawan bahwa tentu saja ia menolak atau ingin mencegah pelanggatan hak asasi manusia. Namun, kami tidak ingin ikut campur urusan dalam negara lain, pungkasnya. (TEMPO.CO, 17/12/18).
Pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, sebagai umat muslim terusik dengan apa yang terjadi dengan suku Uighur di China. Secara diplomasi, Indonesia telah memanggil duta besar China. Usai pertemuan itu, Mahfud menegaskan pemerintah Indonesia tak akan ikut campur. Dan menanyakan itulah bagian dari diplomasi yang dimaksud dengan diplomasi lunak.(merdeka.com, 28/12/19)
Melihat bungkamnya negeri-negeri muslim terhadap peristiwa genosida yang menimpa muslim dibeberapa negara, menimbulkan pertanyaan besar. Namun, jika kita melihat lebih jauh. Maka akan kita dapatkan, bahwa Cina merupakan negara investor terbesar di beberapa negara.
Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) menyatakan sikap pemerintahan Presiden Joko Widodo yang hingga kini masih 'bungkam' atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis minoritas Uighur di Xinjiang berkaitan dengan urusan ekonomi. Menurut analisis mereka, salah satu faktor utama adalah dugaan ketergantungan Indonesia terhadap modal dari China yang cukup besar.
Dalam laporan terbarunya yang berjudulExplaining Indonesia's Silence on the Uyghur Issue yang diterimaCNNIndonesia.com, IPAC menuturkan "China adalah mitra dagang terbesar dan juga investor kedua terbesar" Indonesia.
Menurut Lembaga Think Thank American Enterprise Institute, investasi Cina di Indonesia berjumlah AU$121,6 miliar. selain Indonesia Beijing juga telah banyak berinvestasi diindustri minyak dan gas milik negara Arab Saudi dan Irak, serta menjanjikan investasi berkelanjutan diseluruh Asia, Afrika, dan Timur Tengah. (TEMPO.CO, 17/12/18).
Benar saja, lagi-lagi akibat sistem kapitalis saat ini, menjadikan dominasi investasi Cina untuk bumi pertiwi menjadikan pemerintah tutup mata.
Tak jauh beda, Sikap Turki yang dikutip dari TEMPO.CO, 17/12/19, ketika Presiden Recep Tayyip Erdogan menggambarkan peristiwa di Uyghur itu sebagai "genosida" dan menyediakan suaka bagi warga Uyghur yang melarikan diri dari wilayah itu. Beijing memberikan tawaran untuk mendukung krisis ekonomi di Turki dengan sayarat, tidak akan memberikan "komentar tidak bertanggung jawab" soal Uyghur atau kebijakan etnis di Xianjiang. Sejak saat itu, Turki tidak memberikan komentar sama sekali.
Penyiksaan terhadap etnis minortitas Muslim seperti yang terjadi di Uyghur dan beberapa wilayah lainnya seperti Rohingya di Myanmar dan konflik Israel-Palestina merupakan perlakuan bengis yang hingga saat ini tak kunjung mereda. Yang semakin menyadarkan umat Islam, bahwa saat ini umat Islam tidak memiliki pelindung. Bahkan tak bisa mengharap perlindungan dan pembelaan dari negeri Muslim terbesar seperti Indonesia.
Umat Islam saat ini membutuhkan sosok pemimpin yang bertindak sebagai perisai untuk melindungi rakyatnya yang tertindas. Seperti yang dilakukan Rasulullah SAW ketika ada seorang wanita muslimah yang tersingkap bajunya hingga auratnya terlihat karena ulah seorang Yahudi dan menertawakan wanita tersebut. Karena kejadian itu, terjadilah pertengkaran antara kaum muslimin dengan Yahudi Bani Qainuqa'. Atas kejadian tersebut Rasulullah SAW dan pasukannya pergi menuju Yahudi Bani Qainuqa', sedang benderanya dibawa oleh Hamzah bin Abdul Muthalib. Rasulullah SAW mengepung mereka selama 15 belas hari.dan mengusir mereka dari Madinah.
Begitu pedulinya Rasulullah SAW sebagai seorang pemimpin di Madinah kala itu. Ketika ada seorang wanita yang merasa dilecehkan dibela dan dilindungi seperti itu. Apalagi jika ada penyiksaan yang dilakukan oleh kaum kuffar secara besar-besaran terhadap kaum muslimin? Tentu Rasulullah SAW akan membela dan melindungi umatnya yang begitu dicintainya. Dan ini hanyalah salah satu contoh bagaimana kaum muslimin sangat dilindungi. Dan perlindungan-perlindungan seperti ini hanya bisa didapatkan oleh kaum muslimin ketika berada dalam naungan Khilafah Islamiyah. Saatnya umat muslim beralih kepada sistem Islam yang pernah diterapkan oleh Rasulullah SAW yang sungguh-sungguh dalam melindungi rakyatnya.
Wallahu'alam