Oleh : Dara Millati Hanifah, S.Pd
.
Hujan deras mengguyur jabodetabek sejak selasa sore (31 Desember 2019) sampai rabu pagi (01 Januari 2020). Dan membuat beberapa wilayah terkena banjir. Yang paling parah daerah jatiasih, bekasi juga ciledug indah, tangerang.
.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyebut, banjir yang terjadi di sejumlah wilayah akibat penggundulan hutan, penyempitan dan pendangkalan sungai hingga pembangunan yang jor-joran. " Banjir terjadi di mana-mana, tidak usah saling menyalahkan karena ini kesalahan kolektif bersama," kata Dedi melalui sambungan telepon, Kamis (2/1/2020).
Ia menyebut, banjir juga disebabkan oleh pembangunan properti yang jor-joran, tanpa mengindahkan tanah rawa, sawah dan cekungan danau. Semuanya dibabat dan diembat. (Kompas.com 02/01/2020)
.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono membantah banjir di beberapa wilayah Jabodetabek karena masifnya pembangunan infrastruktur tanpa mengindahkan lingkungan. Hal ini senada dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang tidak mau menyalahkan pembangunan infrastruktur.
Basuki pun meyakini masifnya pembangunan infrastruktur tidak mengurangi daerah resapan air. "Enggak, enggak lah (infrastruktur mengurangi daerah resapan). Di mana?" kata Basuki di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 3 Januari 2020. Beliau memastikan pembangunan infrastruktur secara keseluruhan seperti misalnya jalan tol sudah memiliki kajian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). (Vivanews.com)
.
Tata ruang dan pembangunan tersebut jelas membutuhkan lahan. Adapun lahan yang dibutuhkan ini ada milik umum, milik negara atau masih menjadi milik pribadi. Untuk daerah-daerah yang baru dibuka, lahan-lahan yang ada di sana umumnya merupakan tanah tak bertuan, sehingga statusnya bisa dinyatakan sebagai milik umum hingga ada yang menghidupkannya. Berbeda dengan daerah yang telah berpenduduk.
.
Sedangkan pada masa khalifah membangun kota dengan sistem terpusat dan menyebar. Di mana sekolah, taman, perpustakaan, pasar, tempat-tempat bekerja, industri, pemakaman, hingga tempat pengelolaan sampah dibangun saling berdekatan agar dapat dicapai hanya dengan berjalan kaki dari rumah-rumah. Tidak ada tanah yang terlantar di sini karena negara akan dengan tegas mengambilnya dan menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan publik yang bermanfaat.
Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang mempunyai tanah, hendaklah itu ditanaminya. Seandainya ia tidak suka memberikannya kepada orang lain, maka hendaklah tanah itu tetap menjadi miliknya. ” (HR Al-Bukhari)
Tidak boleh developer-developer membangun kawasan elit mereka di pusat kota sedangkan orang-orang menengah ke bawah dipinggirkan dengan kualitas pemukiman yang sangat buruk. Pemerataan ini dapat dilakukan oleh pajak yang telah dibayarkan rakyat kepada pemerintah agar tidak adanya ketimpangan antara si kaya dengan si miskin karena penyaluran tersebar dengan adil.
.
Dalam Islam, pemerataan sumber air menjadi sebuah keharusan. Pembangunan kanal-kanal yang baik dan bermanfaat, pengaturan irigasi yang mencakup hingga ke pelosok pemukiman sehingga semua terbagi dengan rata. Pembangunan kota harus menyesuaikan dengan keadaan alam sekitar. Untuk lingkungan yang panas, dapat menggunakan tanah liat agar dinginnya malam masih terasa meski hari sedang terik ataupun hangatnya siang masih terasa meski malam sangat dingin. Untuk lingkungan yang rawan banjir, peninggian pondasi pada setiap rumah atau membentuk perumahan seperti model rumah panggung tentu saja diutamakan.
.
Hal tersebut di atas tidak akan terwujud jika sistem yang digunakan masih sistem liberalisme. Berbeda dengan sistem yang digunakan adalah sistem Islam. Di mana, pada sistem tersebut (Islam) pemimpin akan bijaksana dalam mengurusi rakyatnya terutama dalam menghadapi bencana.
.
Wallahu 'alam bi shawab
Tags
Opini