#Day30Part3Postingan1
By : Messy
Geger! Bulu roma saya dibuat berdiri rapi saat jemari saya pertama kali menancapkan sang judul. Hihihi sedikit menyeramkan jika dipandang sebelah mata dari sang judul. Tapi, jika ditelisik lebih dalam, jauh lebih menyeramkan. Sungguh! Uji nyali saya tengah di uji.
Saya tak lagi berkisah tentang misteri yang berbahan mistis berbalut horor yang menyeramkan. Bahkan ini jauh lebih menyeramkan, jika keberadaannya dibiarkan berkeliaran bebas dikalangan manusia. Jujur saya TAKUT!
Apakah sahabat pejuang pena tidak tahu bahwa fenomena gentayangan mayat berjalan sedang marak ditengah kita? Atau jangan-jangan kita salah satu korbannya? Semoga saja TIDAK. Sejujurnya apa yang saya sampaikan adalah sebuah fakta, bukan hoak yang bermodal kata.
Jika sahabat pejuang pena mengira bahwa saya akan menggeluti tentang VIRUS CORONA, itu SALAH BESAR. Saya akan menggeluti fenomena yang dianggap sebagian manusia itu biasa saja. Namun, sungguh efek sampingnya luar biasa. Bisa jadi akan berujung binasa jika diabaikan begitu saja. Sangat menyeramkan bukan?
Sebuah petuah terkenal pernah berbunyi, "HIDUP SEGAN TAPI MATI TAK MAU." Memang benar begitulah faktanya, banyak orang hidup tapi tak tahu apa tujuannya untuk hidup. Tak tahu pula hendak berkelana kemana setelah kehidupan?
Ada yang berdalih, "Kita hidup mengikuti alurnya saja, nikmat setiap jengkal proses yang ada." Tapi anehnya, tak memaknai setiap proses yang dijalani. Jika ditanya tentang kematian, ada yang berdalih, "Jika mati adalah sesuatu yang pasti, berarti apa yang kita tuai tak berbuah arti."
Jawaban yang jelas merelakan diri untuk pasrah dengan keadaan. Singkatnya, tak tahu menahu tentang hidup tapi tak mau pula untuk mati. Lelah bukan menghadapi jenis manusia semacam ini, tapi bukan alasan untuk menyerah. Karena, ada aktivitas kita disana yaitu DAKWAH.
Maka saya menamakan hal ini dengan slogan, " FENOMENA GENTAYANGAN MAYAT BERJALAN."
Allah berfirman:
لَوْلَا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (QS Al-Anfal:25)
Banyak manusia yang tak tahu tentang tujuan hidup, tapi masih berleha-leha dalam menikmati kehidupan. Banyak pula manusia yang tahu bahwa hidup pasti berakhir dengan mati, tapi tak mempersiapkan bekal untuk menanti tamu kematian. Bukankah fenomena ini menghantui semua kalangan manusia?
Kenapa semua ini bisa terjadi? Karena mereka yang berlindung dibalik baju "ULAMA, UMARA, CENDEKIAWAN, BANGSAWAN, dll" bersifat apatis, cuek, dan masa bodoh dengan keadaan. Bukan karena merelakan diri pasrah dengan keadaan, tapi tak tertanam dalam hati untuk merevisi keadaan.
Mereka yang dianggap PINTAR, tapi sejatinya BODOH ditengah manusia. Mengira bahwa kepintarannya mampu menjadi penawar agar tidak terjangkit fenomena ini. Pernyataan tersebut tentu SALAH BESAR.
Mereka berdalih cukup "MERIVISI diri sendiri dan keluarga saja" lalu merasa AMAN dengan keadaan. Padahal virus fenomena ini bisa menjangkit siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Termasuk mereka yang berlindung dibalik kata "AMAN".
Allah berfirman:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS Al-Anfal:25)
Rasulullah bersabda:
«إِنَّ اللهَ لاَ يُعَذِّبُ الْعَامَةَ بِعَمَلِ الْخَاصَةِ حَتَّى يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانِيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُوْنَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوْهُ فَلاَ يُنْكِرُوْهُ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَذَّبَ اللهُ الْعَامَةَ وَالْخَاصَةَ»
Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa masyarakat umum karena perbuatan orang-orang tertentu hingga masyarakat umum melihat kemungkaran di hadapan mereka sedang mereka mampu mengingkarinya tetapi mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka berbuat demikian maka Allah akan menyiksa masyarakat umum dan orang-orang tertentu itu. (HR Ahmad dan ath-Thabrani).
Imam Ibnu al-‘Arabi (w. 543 H) dalam Ahkâm al-Qur’ân(IV/228) menjelaskan, pengertian kata fitnah dalam ayat tersebut adalah al-baliyah yang berarti cobaan/ujian (pendapat al-Hasan al-Bashri), atau ada yang mengatakan artinya al-adzab (siksaan). Beliau secara umum menafsirkan ayat di atas dengan mengambil perkataan Ibnu Abbas, yakni bahwa Allah telah memerintahkan orang-orang Mukmin untuk tidak membiarkan kemaksiatan yang terjadi di hadapan mereka. Jika tidak, Allah akan meratakan azab kepada mereka. Diriwayatkan, ada sahabat yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan binasa, sedangkan di tengah kami ada orang-orang salih?” Nabi menjawab, “Ya, jika keburukan telah meluas.” (HR Muslim)
Imam al-Qurthubi (w. 671 H) menerangkan, fitnah yang dimaksud adalah meluasnya kemaksiatan (zhuhûr al-ma‘âshi), menyebarnya kemungkaran (intisyâr al-munkar), dan tidak adanya upaya mengubah kemungkaran (‘adam at-taghyîr). Beliau juga meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas seperti dalam tafsir al-Baghawi.
PERINGATAN KERAS! Bahwa azab Allah tak memandang bulu ULAMA maupun UMARA, bulu BANGSAWAN maupun bulu RAKYAT BAWAHAN, semua dimakan habis tanpa bersisa oleh azab Sang Pencipta semesta.
Bukankah mendiamkan kemaksiatan, berarti melakukan kemaksiatan yang serupa? Lantas dimanakah aktivitas dakwah kita? Bukankah dakwah adalah suatu kewajiban yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulullah?
Allah berfirman:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(QS Ali Imran:104)
Rasulullah bersabda:
Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Berusaha untuk membasmi kemaksiatan butuh perjuangan baik pikiran, perasaan, maupun tindakan. Tapi memilih menjadi "MAYAT HIDUP atau BERJALAN" bukanlah pilihan. Hudzaifah bin al-Yamani radhiyallahu anhu, seorang Sahabat Rasulullah yang mulia, bahkan menjuluki orang-orang semacam ini—yang tidak mengingkari kemungkaran dengan tangannya, tidak dengan lisannya, dan tidak juga dengan kalbunya—sebagai ‘mayat hidup’. (Al-Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn, II/311).
‘Mayat Hidup atau Berjalan’ tentu merupakan istilah yang sangat kasar dan menghina. Namun, itulah sikap tegas Sahabat Rasululullah yang mulia terhadap manusia yang apatis terhadap kemaksiatan hidupnya dipandang sama dengan matinya, keberadaannya dianggap tidak berbeda dengan ketiadaannya. Nauzubillah!
So, kita ingin berada digolongan mana? Golongan yang berlindung dibalik kata AMAN, atau memilih menjadi mayat berjalan atau yang merelakan diri pasrah dengan keadaan, atau berjuang merevisi keadaan?
Terakhir saya mengutip lirik lagu D'Bagindas yang berjudul HIDUP TAPI MATI.
Pernahkah sedikit di hatimu
untuk melihat sakit batinku
yang merintih mencoba meraih
cinta dan kasih sayangmu, aku mendambamu
pernahkah terbersit di hatimu
untuk merubah sikap angkuhmu
yang selalu anggap ku tak ada
ku bagai angin berlalu, dimana hatimu
Kau seperti patung yang tak punya hati
hanya diam membisu seperti orang mati
kini ku bicara tanpa basa-basi
kamu memang tuli buta mata buta hati
hidup tapi mati, hidup tapi mati
Semoga bermanfaat!
Bukittinggi, 30 Januari 2020
#kompaknulis
#opey2020bersamarevowriter