By: Messy
Dulu, ketika hidayah Allah berusaha ku bunuh. Aku begitu sensitif dengan petuah agama. Ada tatapan sinis kepada mereka yang menunjukkan identitas agamanya.
"Jubah lebar + cadaran, celana cingkrang dan jenggotan," buat apa? Aku kira mereka terlalu fanatik dalam beragama. Sehingga sebegitunya dalam beragama.
Aku kira mereka yang tergabung dalam komunitas keagamaan adalah "Sampah Masyarakat". Sebab tak memberi kontribusi positif untuk kemajuan masyarakat.
Waktu mereka hanya tersita untuk memikirkan agama dan agama. Argh. Kenapa mereka begitu fanatik dalam beragama? Apa yang mereka dapatkan jika melakukan hal yang demikian?
Hingga pada suatu ketika, Allah mengingatkanku lewat sebuah ujian yang membuatku bersimpuh di hadapan-Nya. Aku tersadar bahwa aku harus kembali ke lorong petunjuk-Nya.
Bodohnya aku, kenapa aku mulai menyapa Allah ketika hatiku bersimpah darah saja? Jujur, aku memang perempuan yang bodoh. Tak pandai berterimakasih atas nikmat yang Dia berikan.
Lalu ketika hidayah Allah datang menyapaku, aku kembali tersadar. Akulah yang selama ini fanatik dengan dunia. Terpedaya dengan rayuan yang fana. Astagfirullah.
Aku sibuk menuding mereka terlalu fanatik dalam beragama. Ternyata, akulah yang terlalu fanatik dengan dunia.
Aku sibuk mengecam mereka yang meluangkan waktu untuk agama. Tapi, aku berlagak santai ketika waktuku terbuang untuk kemaksiatan.
Aku sibuk meminta mereka untuk bersikap biasa saja dalam beragama. Tapi aku sendiri tak paham dengan agama yang ku anut.
Astagfirullah... Astagfirullah...
Ampuni aku yang dulu, Ya Allah.
Ampuni ketidaktahuanku, ampuni kebodohanku.
"Jadikan akhirat dihatimu, dunia ditanganmu, dan kematian dipelupuk matamu"
~Imam Syafi'i~
Tapan, 9 Januari 2020
#FanatikAgamaVSFanatikDunia
#kompaknulis
#opey2020bersamarevowriter
#revowriter
#opey2020day09