Oleh: Ayu Ayasih
Aktivis Dakwah Islam
Berakhir sudah tahun 2019. Tahun ini menjadi tahun yang cukup berat bagi kaum Muslimin di seluruh dunia. Ketika kita menyaksikan Masjidil Haram ramai, Masjid Nabawi riuh. Sungguh kita bersyukur kedua tempat suci ini terjaga dari ancaman negara-negara yang haus kekuasaan. Kita berdoa semoga Allah Ta'ala senantiasa menjaga keamanannya.
Namun di sisi lain, diri kita terganjal luka perih di dada. Hadis Rasulullah Saw menyebut tiga masjid untuk dikunjungi, yang dua terjamin keamanannya tetapi satunya dirundung nestapa. Al-Aqsa, jantung umat ini masih diterkam serigala. Kesakitan pemilik tempat ini tiada akhirnya. Bom menghancurkan sekian banyak rumah. Tangan-tangan tentara musuh dengan mudahnya menarik pelatuk senjata, menembaki para syuhada.
Pada awal dan pertengahan 2019 luka tak kunjung berhenti. Umat ini kembali berduka dengan pembantaian Etnis Rohingya di Myanmar. Mereka diusir paksa untuk pergi dari tempat kelahirannya. Mereka terbakar layaknya kayu dimakan api. Kemudian pada penghujung 2019 luka mendalam itu semakin menjadi, bukan berkurang justru bertambah.
Muslim Uighur namanya. Terkenal dengan kecantikan para wanitanya, mata sipit berkulit putih, dan bagian dari keturunan Turki, atau biasa kita mengenalnya dengan Turkistan Timur, yang kini dikenal dengan nama Xinjiang di China. Berbagai kezaliman ternyata tak berhenti menyapa mereka. Mulai dari pelarangan menggunakan nama Islam pada setiap bayi yang terlahir, pelarangan mempelajari Al-Qur'an, wanita-wanita yang dipaksa untuk menikah dengan lelaki kafir, pemerkosaan dan aborsi. Lebih zalim lagi pemerintah China menyediakan kamp konsentrasi yang di mana di dalamnya terjadi penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi terhadap para penghuni kamp tersebut.
Tawa dan senyum bahagia pun hilang dari wajah anak-anak Uighur. Kini, hanya ada tawa dan senyum terpaksa di bawah moncong senjata. Sungguh derita mereka tak kunjung usai. Tidak hanya berbagai luka yang tertulis di atas catatan sejarah. Kita pun harus menelan pilu tentang berbagai fakta bahwa penindasan dan penjajahan yang terjadi pada kaum Muslimin masih terjadi di setiap penjuru dunia.
Kashmir, Suriah, Afganistan, Mindanao, dan negeri-negeri Muslim lainnya yang sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Menjadi saat-saat paling genting dalam lintasan umur umat Islam. Tetapi kita yakin bahwa umat ini tak pernah mati, ia hanya sedang tertidur. Dibuai berbagai gemerlap dunia yang memecah belah ukhuwah.
Akun @edgarhamas menuliskan sebuah perumpaan tentang umat ini. Ia menuliskan, "Bagaimana rasanya badan raksasa yang luar biasa besarnya, dipaksa untuk terbangun dari tidur lalapnya? Berat, amat berat. Tapi bisa, walau perlahan-lahan. Ini yang hari ini kurang rasakan. Ketika sendi dan tulang kita mulai bergerak seringan menata badan untuk kembali berdiri. Daging-dagi ototonya yang tadinya kekasih di Arab, Persia dan Turki kini sedang mencari otot lagi yang baru di tempat lainnya. Kebangkitan badannya tentu membuat tanah bergetar hebat, tetapi ada bagian tubuhnya yang masih luka memar; di India, Suriah, Rohingya, Yaman. Memar paling biru ada di Uighur dan Palestina."
Benarlah apa yang ia tuliskan. Semestinya, ketika kita tidak bisa melakukan banyak hal. Setidaknya kita punya tangan untuk membagikan tautan. Agar dunia tahu kondisi umat dan dunia ini. Dan agar saudara kita tahu bahwa kita ada bersama mereka. Tugas kita adalah untuk mengembalikan senyum mereka walau hanya untuk sebentar saja. Semoga Allah Ta'ala mengganti tangis mereka hari ini dengan tawa yang tiada berkesudahan di Surga-Nya nanti.
Luka mereka adalah luka kita, sakit yang mereka rasakan adalah sakit yang harusnya juga kita rasakan. Mempersiapkan diri dan berjuang sekuat tenaga. Berharap, semoga umat ini kembali bersatu dan kembali memimpin dunia. Di bawah kepemimpinan Islam kaffah dalam bingkai khilafah. Sungguh bumi ini telah sangat merindukan kita menjadi pemimpinnya.
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Wallahu a'lam bishshawab