Dilema Negeri Kaya Namun Sengsara



Oleh: Rina Yulistina

Minyak merupakan kekayaan alam yang mampu membuat suatu negara menjadi kaya raya. Tenggok saja negara-negara Timur Tengah berjaya dengan kilang minyak yang melimpah ruah. Indonesia tak kalah dengan Timur Tengah, Bumi Pertiwi menduduki peringkat ke-25 negara potensi minyak terbesar dengan cadangan minyak sebesar 4,4 miliar barrel. Dan berada di posisi ke-21 sebagai penghasil minyak mentah terbesar di dunia yakni sebanyak 1 juta barrel per hari, dan menduduki peringkat ke-2 sebagai pengekspor LNG terbesar yaitu 29,6 bcf. (Republika.co.id)

Terdapat empat wilayah di Indonesia menjadi andalan penghasil minyak yaitu: Riau, Papua Barat, Sumsel dan Jawa Timur. Berdasarkan data yang dilansir pada laman Republika, Jawa Timur mampu menghasilkan minyak mentah sebanyak 52.290 barel dan kondesat 329 barrel atau total sebanyak 52.616 barrel per hari. Kekayaan minyak tersebut menyebar di wilayah Kangean, Tuban, Cepu, Brantas, Madura Barat, Gresik, dan Bawean.

Indonesia Kaya Raya dengan Minyak? 

Hal yang senantiasa menggelitik adalah apakah Indonesia menjadi negara kaya raya dengan minyak? Seperti yang terjadi di Timur Tengah, atau Brunei Darussalam, negara tetangga? Jawabannya jauh panggang dari api. Yup, Indonesia yang kaya raya ini penduduknya jauh dikatakan kaya. Meskipun pihak BPS mengklaim bahwa bulan Maret 2019 pemerintah telah berhasil menurunkan angka kemiskinan pada posisi 9,41% namun hal ini dikritik oleh Anggota Komisi IV DPR RI Nevi Zuairina, bahwa kategori penduduk miskin di Indonesia berada di bawah standar dunia. Standar dunia 2 dollar AS sedangkan pemerintah menetapkan 1 dollar AS.

Bukanlah ini seperti permaianan, rakyat ditipu dengan hasil statistik yang jauh dengan realita kehidupan. Bahkan daerah pengahasil minyak tak lepas dari kemiskinan, Riau menjadi salah satu wilayah miskin 0,07% (cnbcindonesia.com). Tak lepas dari itu, Cepu pun mengalami kondisi yang sama. Sangat banyak masyarakat miskin, rumah yang terbuat dari papan beralaskan tanah gamping, dan sangat susah air bersih. Belum lagi permasalahan yang dihasilkan dari kemiskinan sangat banyak dan panjang.

Meskipun Indonesia kaya minyak namun hingga detik ini migas hanya menyumbang sedikit pada pos pemasukan APBN, negara tetap hobi menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan nomor wahid. Lalu pertanyaannya lari kemana minyak kita?

Minyak dan Investor Asing

Kekayaan minyak tentu tak pernah disia-siakan oleh pemerintah. Saat ini pemerintah sedang bekerja keras menyulap Jatim untuk kembali menjadi lumbung migas Nasional dengan membuat proyek besar sektor hulu migas di kawasan SKK Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. 

Tentunya dalam pembangunan proyek strategis hulu migas ini pemerintah menggandeng investor asing. Seperti di kilang minyak yang ada di Kedung Keris di Kab. Bojonegoro dengan operator ExxonMobil Cepu Ltd, Jambaran Tiung Biru di Kab. Bojonegoro dengan operator Pertamina EP Cepu, proyek Bukit Tua Phase 3 di Kab. Sampang yang dioperatori Petronas Carigali Ketapang II Ltd, dan protek TSB Phase 2 di Kab. Sumenep dengan operator Kangean Energi Indonesia. (JawaPos.com 22/11/2019)

Sungguh miris kilang minyak yang tersembunyi di perut ibu pertiwi bukan lagi milik anak, cucu bangsa ini melainkan untuk anak, cucu negara lain. Bukan lagi menjadi rahasia umum jika kekayaan tambang negeri ini sudah beralih tangan. Miris nan ironis

Investor Asing, Penjajahan Gaya Baru

Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), Gde Pradnyana, membeberkan kepada wartawan m.merdeka.com (2/8/2012) bahwa 74% kilang minyak Indonesia dioperatori asing. Dan perjanjian kontrak ini telah di taken sejak tahun 1970. Bisa kita bayangkan 49 tahun lamanya minyak yang sejatinya milik kita dikuasai oleh asing. Dan dalih yang senantiasa didengungkan adalah Indonesia tak sanggub mengelola, mulai dari modal hingga SDM. 49 tahun lamanya tetap tak mampu mengelola? Kewajaran atau kesengajaan? 

Masih terekam di ingatkan kita semua, pada tahun 2014 di forum APEC, Presiden kita tercinta Bapak Jokowi mengobral negara ini habis habisan. Dan pada tahun 2019 selepas terpilihnya Jokowi untuk kedua kalinya. Di Sentul Internasional Convention Center (SICC), Bogor, Jokowi kembali menekankan kepada semua pihak untuk tidak elergi terhadap investasi asing.

Bangsa ini telah terdoktrin bahwa investor asing maupun aseng merupakan dewa penyelamat bangsa ini, bangsa ini tak akan maju tanpa campur tangan mereka. Padahal jelas keberadaan investor menjadi benalu bagi kemandirian bangsa. Investasi yang digadang gadang mampu meningkatkan ekonomi Indonesia hanya isapan jempol belaka, tak akan ada pembinis yang ingin rugi. Gaya neoimperialisme ditancapkan di negara kaya yang miskin visi melalui tangan tangan penguasa yang membebek ke asing maupun aseng. Dari tangan merekalah kapitalisme menancap semakin dalam, mencabik-cabik kedaulatan bangsa ini. 

UU Migas ketika masa pemerintahan SBY menyatakan bahwa pembinaan dan pengawasan hulu migas berpindah tangan dari PT Pertamina (Persero) ke badan lain. Termasuk, kewenangan Pertamina sebelumnya yang bisa berkontrak dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pun harus lenyap. UU tersebut sangat terlihat jelas pro asing. RUU migas 2019 pun sedang digodok, bagaimana hasilnya yang jelas tidak akan jauh berbeda dengan sebelumnya. 

Islam, Satu-satunya Solusi

Kapitalisme telah gagal memberikan kesejahteraan bangsa ini, tak mungkin komunis sosialisme yang diusung untuk mensolusi seambrek permasalahan bangsa. Maka satu-satunya solusi untuk bangsa ini hanya Islam. Islam mempunyai seperangkat aturan hidup mengatur sedetail detailnya kehidupan pribadi hingga kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Islam mengharamkan kekayaan negeri diserahkan ke asing maupun aseng." Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api. Tiga hal yang tak boleh dimonopoli. (HR. Ibnu Majah)." Kekayaan negeri ini akan terlindungi jika kalau pemerintah tunduk dengan perintah Allah, meninggalkan sistem batil buatan manusia yaitu kapitalisme menuju sistem islam sebagai rahmat seluruh alam. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak