Budaya Korupsi di Negeri +62




Oleh : Mira Sutami H 
( Pemerhati Sosial dan Generasi )

Sudah bukan rumor baru kalau budaya korupsi di negeri ini sudah berjalan lama. Berganti rezim juga semakin semarak kasus korupsinya. Hampir seluruh sektor kasus korupsi dipastikan terjadi.  Kasus korupsi sepertinya sudah mendarah daging di negeri agraris ini.

Sudah banyak memang para koroptor yang sudah tertangkap tangan dan merasakan sanksi atas perbuatannya tersebut. Namun sayang hal tersebut tak membuat korupsi di negeri ini berkurang namun justru malah bertambah panjang deretan daftar para tikus berdasi ini. Terbukti banyak yang terkena OTT dari KPK. Seperti kasus  penangkapan Agustiani Tio Fredelia. KPK menahan Agustiani Tio Fridelia setelah terjaring operasi tangkap tangan terkait kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji pada penerapan anggota DPR terpilih 2019-2024. (Republika.com)    

Bukan hanya itu saja masih banyak kasus yang lainnya yang membuktikan bahwa kasus korupsi makin meningkat. Seperti kasus di lingkungan Pelindo ll. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengungkapkan empat proyek di lingkungan Pelindo II merugikan negara lebih dari Rp 6 triliun. Hal itu terungkap berdasarkan laporan hasil pemeriksaan.

Menurut dia, empat proyek di Pelindo II yang merugikan negara itu yakni perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT), Terminal Peti Kemas Koja, proyek Kalibaru dan juga global bond (Faktakini.net).

Pun yang terbaru kasus Komisioner KPU. Kasus dugaan suap yang menimpa Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan (WS), menunjukkan perilaku koruptif yang tidak hanya merusak demokrasi, tapi juga mengkhianati kedaulatan politik rakyat. Ade juga mengatakan, KPK dapat menggali lebih dalam apakah tindakan yang dilakukan WS merupakan tindakan perseorangan atau sesuatu yang terpola secara sistemik dengan melibatkan pihak lain. (Rmol.id)

Tak sampai disitu saja masih panjang deret kasus korupsi lainnya yang telah terungkap yaitu kasus di tubuh ASABRl. Belum selesai kasus PT Asuransi Jiwasraya, penegak hukum kini harus bersiap menangani kasus yang diperkirakan tak kalah besar. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, ada informasi korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) (Jawapos.com).

Sebenarnya kalau mau dirinci deretan kasus korupsi yang telah menjadi sorotan publik sangat banyak. Contoh lain adalah kasus Garuda misalnya. Dan masih banyak kasus korupsi yang lainnya yang menambah panjang deret kasus korupsi.

Korupsi di negeri ini memang sangat marak selain ada beberapa sebab korupsi marak. Salah satunya tidak ada sanksi yang membuat jera pelaku. kedua yang tak kalah pentingnya teterlibatan rezim dan kroni-kroninya. Mereka seolah melindungi satu sama lainnya. Sehingga kasus korupsi susah untuk diberantas. 
Walaupun kita menyerahkan KPK telah berhasil melakukan penyelidikan dan penangkapan terhadap para koroptor. Namun banyak tikus-tikus berdasi lainnya yang masih berkeliaran bebas dan bersenang senang diluar sana.  

KPKpun juga pernah tak berdaya menghadapi perlawanan partai tatkala akan menggeledah ruangan Sekjen PDIP Hasto Kristianto di kator DPP PDIP, Jakarta. Karena petugas markas partai tersebut melakukan penghadangan. Kalau sudah begini apakah kita yakin KPK dapat memberantas korupsi? Apalagi KPK hanya berorentasi pada pinindakan dan sanksi semata.

Korupsi ini bukan hanya merugikan negara namun turut menyumbang derita bagi rakyat. Rakyat yang bekerja keras dan harus bayar pajak ke negara namun hasil hanya dinikmati oleh segelintir orang yang dzolim dan mencuri uang rakyat. 

Oleh karena itulah korupsi harus diberantas tuntas sampai akar-akarnya. Pertanyaannya apakah bisa kita memberantas kasus korupsi dengan sistem yang diterapkan di negeri ini (kapitalis sekuler)? Jawabannya tidak karena sesungguhnya maraknya kasus korupsi di negeri ini akibat sistem yang diterapkan. Karena sistem yang diterapkan adalah sistem kufur yang tak mampu menyelesaikan probem manusia.

Hal tersebut berbeda dengan sistem lslam. Yang bila diterapkan secara kaffah bisa mengurai seluruh probematika kehidupan manusia seluruhnya. Termasuk kasus korupsi tentunya. Dalam memilih pemimpin dalam lslam ada 7 syarat yang harus dipenuhi oleh calon pemimpin. Salah satunya ada adil dimana makna adil disini adalah bisa menempatkat sesuatu pada tempatnya. Jadi disini ketika seseorang diserahi amanah harus mampu untuk bersifat adil. Sehingga dia tidak akan berbuat sesuatu yang melanggar dari ketentuan. 

Selain itu seorang pemimpin akan melaksanakan tugasnya bukan karenan mengharap apapun tapi dia memimpin rakyat atas dasar ketakwaan kepada Allah semata. Dan dalam lslampun tak ada yang namanya sistem regulasi yang dimana banyak terjadi kerawanan terjadi pemanfaatan kepentingan pihak tertentu seperti dalam sistem kapitalis.

Dengan rasa iman dan ketakwaan kepada Allah yang tinggi inilah yang memungkinkan tidak ada kasus korupsi dalam mengemban urusan yang dibebankan kepada seorang muslim baik pemimpin maupun seorang yang diserahi amanah.  Namun bila terjadi kasus korupsi maka ada sanksi yang siap menunggu bagi pelanggarnya. Nah saksi ini cukup berat karena tujuan hukum lslam diberlakukan mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pencegah dan sekaligus sebagai penebus. 

Dengan sanksi yang berat tersebut bisa mencegah orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama. Nah jelas bukan bila lslam bila diterapkan mampu memecahkan masalah manusia termasuk korupsi seperti yang dihadapi oleh negeri ini. Namun dengan catatan lslam harus diterapkan dalam institusi khilafah tentunya.  




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak