Oleh: Nusaibah Al Khanza (Pemerhati masalah sosial)
Bicara masalah menutup aurat, yaitu menggunakan jilbab dan khimar bagi seorang muslimah, seolah tak ada habisnya. Masih saja terjadi pro dan kontra, antara wajib atau tidak. Padahal, itu adalah masalah hukum syara' yang sudah jelas ketetapannya dalam Alquran dan As-sunnah.
Mereka yang mengatakan bahwa muslimah tak wajib berjilbab, seringkali menyatakan bahwa menjilbabi hati lebih penting daripada menjilbabi tubuh. Ada juga yang menyatakan bahwa memakai jilbab tidaklah wajib dengan berbagai dalil yang dikemukakan.
Seperti dilansir dari TEMPO.CO bahwa Sinta Nuriyah, istri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengatakan bahwa perempuan muslim tidak wajib untuk memakai jilbab. Ia pun menyadari bahwa masih banyak orang yang keliru mengenai kata jilbab dan hijab.
Menurut dia, hijab tidak sama pengertiannya dengan jilbab. "Hijab itu pembatas dari bahan-bahan yang keras seperti kayu, kalau jilbab bahan-bahan yang tipis seperti kain untuk menutup," kata Sinta di YouTube channel Deddy Corbuzier pada Rabu, 15 Januari 2020.
Senada dengan itu, Inayah Wulandari Wahid (anak Gusdur) mengatakan , istri-istri ulama terdahulu (Nyai) atau istri pendiri Nahdlatul Ulama (NU) memakai kerudung. Bahkan, pejuang perempuan RA Kartini pun tidak berhijab. Dia juga mengatakan bahwa
sekarang saja di Arab Saudi, Riyadh, keluarga kerajaan sudah buka-buka, tidak pakai hijab lagi.
Bagi seorang muslim, pemahaman yang benar bersumber dari rujukan shahih yakni Alquran dan As-sunnah. Bukan bersandar pada praktik orang terdahulu atau tokoh-tokoh tertentu. Dalam hal pakaian penutup aurat perempuan muslimah, Islam pun telah mengaturnya. Yaitu jilbab(gamis) dan khimar (kerudung).
Tentang jilbab, sesuai firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang." (QS. Al-ahzab 59)
Menurut Ali Mansur Nashif dalam kitab At Taaj Al Jaami' Lil Ushulil fii AHadits Ar Rasul "jalabibihinna" merupakan bentuk jamak dari kata jilbab (gamis/jubah) yang artinya pakaian perempuan yang dipakai (selain kerudung) untuk diulurkan menutupi seluruh tubuhnya.
Dalam hal kerudung, hukum syara' juga telah jelas memberikan aturan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
"Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya)...." (QS. An-Nur 24: Ayat 31)
Dari nash Alquran di atas jelas, bahwa kerudung diulurkan hingga menutupi dada. Artinya, menutup kepala (rambut, telinga, leher) dan sampai menutup dada.
Hal tersebut diperkuat sabda Rasulullah Muhammad saw : "Jika seorang anak perempuan telah mencapai usia baligh, tidak pantas terlihat dari dirinya selain wajah dan kedua telapak tangannya sampai bagian pergelangannya" (HR. Abu Dawud)
Hadist tersebut menjelaskan bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat yang harus ditutup kecuali wajah dan telapak tangan. Jadi, leher dan rambut (meski sehelai poni yang tampak) termasuk aurat yang wajib ditutup.
Islam diturunkan dalam keadaan sudah sempurna, namun saat ini kian banyak kaum muslimin sendiri yang tidak paham akan aturan agamanya sendiri. Hal ini karena umat saat ini sangat jauh dari mengenal Islam. Islam hanya dianggap sebagai agama ritual yang mengatur masalah ibadah mahdoh seperti shalat, puasa, zakat dan haji.
Inilah akibat sistem kapitalis sekuler yang menguasai dunia dan diterapkan, bahkan oleh negeri-negeri muslim. Hingga umat Islam pun tunduk pada aturan sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan bahkan dengan negara. Sehingga penguasa hari ini tidak mendorong pelaksanaan syariat. Tapi malah membiarkan banyak opini nyeleneh yang diangkat melalui public figure untuk menyesatkan pemahaman umat.
Berbeda jika negara menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Akidah umat dijaga termasuk dalam hal menutup aurat bagi para muslimah. Kepala Negara turut mengatur bagaimana agar setiap muslimah menjalankan kewajiban memakai jilbab. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah ketika menjadi kepala negara.
Diriwayatkan suatu hadits dari Ummu Athiyyah yang berkata:
"Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada kami untuk keluar menuju lapangan pada saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Baik perempuan tua, yang sedang haid, maupun perawan. Perempuan yang sedang haid menjauh dari kerumunan orang yang shalat, tetapi mereka menyaksikan kebaikan dan seruan yang ditujukan kepada kaum muslim. Aku lantas berkata, "Ya Rasulullah SAW, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab. Beliau kemudian bersabda, "Hendaklah salah seorang saudaranya meminjamkan jilbabnya nya."
Hadits di atas menyiratkan tentang jilbab adalah pakaian luar yang dikenakan perempuan di atas pakaian kesehariannya (yang biasa digunakan di dalam rumah).
Karena ketika Ummu Athiyah bertanya tentang seseorang yang tidak memiliki jilbab, tentu perempuan tersebut bukan dalam keadaan telanjang. Melainkan dalam keadaan memakai pakaian yang biasa dipakai di dalam rumah yang tidak boleh dipakai untuk keluar rumah.
Dan perempuan yang tidak mempunyai jilbab harus meminjam kepada saudaranya. Jika saudaranya tidak bisa meminjamkannya, maka yang bersangkutan tidak boleh keluar rumah.
Begitulah Islam memberikan aturan agar menjadi pedoman bagi umatnya dalam melakukan perbuatan, dalam menentukan benar dan salah. Dan teladan yang paling baik adalah Rasulullah. Setiap perbuatan, ucapan dan diamnya (perbuatan sahabat yang didiamkan oleh Rasulullah maka hukumnya juga sunnah).
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 21)
Tidak ada larangan untuk mencontoh perbuatan public figure, tetapi harus tetap dikembalikan kepada standar hukum syara. Apakah perbuatan public figure tersebut benar ataukah salah menurut hukum syara? Jika benar sesuai hukum syara', maka contohlah! Namun jika salah, maka tinggalkanlah! Wallahua'lam Bish-showab.
Tags
Opini