Ummu Zhafran
(Pegiat Opini, member AMK)
Kasus kriminal begal di Kota Kendari kembali menelan korban jiwa. Kali ini, menimpa seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Kendari. Warga Kecamatan Mandonga itu meregang nyawa usai dibegal Orang Tak Dikenal (OTK) di Taman Mangrove, Rabu 22 Januari 2020 sekitar pukul 00.30 wita dini hari. (sultraberita.id, 23/1/2020)
Terbayang betapa sedihnya keluarga korban yang ditinggalkan. Andai begal itu tahu korbannya seorang mahasiswa hanya berbekal 20 ribu rupiah (sultraberita.id), mungkin akan berpikir ulang. Sayang, nasi sudah menjadi bubur. Belasungkawa sudah sewajarnya terucap pada keluarga korban. Namun cukupkah sampai di situ?
Perilaku begal yang semakin sadis di kota Kendari penting jadi perhatian. Tak boleh dibiarkan. Sebab kasus begal yang makan korban bukan sekali ini kejadian. Sudah pernah sebelumnya dan tak menutup kemungkinan bakal terjadi lagi. Perlu ada upaya tuntas mengatasi agar kasus cukup berhenti sampai di sini.
Marak Begal Akibat Ekonomi Mangkrak?
Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane menyebutkan berdasarkan hasil pendataan dan pengamatannya, ada tiga faktor penyebab tumbuh dan maraknya aksi perampokan yang dilakukan komplotan begal.
Pertama, berangkat dari memburuknya kondisi perekonomian dan sulitnya lapangan pekerjaan. Kondisi tersebut akhirnya membuat sebagian besar kalangan, terutama anak-anak muda mengambil jalan pintas melakoni dunia kejahatan, khususnya begal dan perampokan.
Kedua, maraknya tren komunitas geng motor yang sebagian besarnya tidak terkontrol hingga akhirnya kerap memunculkan gaya hidup hedonis dan hura-hura hanya untuk mempertegas eksistensi.
Ketiga, ketidakseriusan masyarakat, pemerintah maupun aparat keamanan dalam menuntaskan sindikat jaringan para komplotan begal. (medanbisnis, 28/9/2017)
Terlihat semakin hari motif di balik perbuatan begal dan premanisme makin menguat. Kondisi ekonomi negara yang nyungsep alias tiarap berimbas pada individu rakyat. Utamanya di usia produktif. Lapangan kerja yang sempit juga ikut menyumbang andil.
Belum lagi harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik. Akibat subsidi pemerintah yang tak lagi ada jejak. Dari hulu hingga ke hilir, dari gas hingga listrik. Perlahan tapi pasti negeri ini sepenuhnya autopilot, mengikuti mekanisme pasar. Kalau sudah di tahap ini, apalagi namanya kalau bukan era neoliberalisme? Sekedar informasi, neoliberalisme adalah versi kapitalisme-liberal klasik yang dimodernisasi. (wikipedia)
Yang lebih memprihatinkan dalam kasus begal ini, tak hanya dipengaruhi ekonomi yang ambruk, hukum pun amburadul. Alih-alih memberi efek jera, penanganan terhadap perkara kejahatan ini diwarnai kejanggalan. Bukan mustahil begal bakal tumbuh subur bak cendawan di musim hujan.
Seperti yang dialami ZL (17), pelajar yang membunuh begal malah divonis pembinaan selama satu tahun. Melalui pengacaranya, ZL mengakui telah menikam begal namun hal itu disebabkan membela diri. Sebab begal yang jadi korban sebelumnya telah memeras dan mengancam memperkosa teman ZL. Sayangnya pembelaan tersebut diabaikan. (detik.com, 23/1/2020)
Hal serupa terjadi pula di Bau-bau, Sulawesi Tenggara. Melakukan aksi perlawanan saat dijambret, dua pemuda asal kelurahan Lipu, Bau-bau tak menyangka bakal dijadikan tersangka oleh aparat. (satulis.com, 23/1/2020)
Merindu Kehidupan Penuh Kasih Sayang
Dari sekian faktor penyebab begal merajalela, terdapat satu hal yang penting yang terlupa. Yaitu degradasi keimanan dan ketakwaan terhadap ajaran agama. Untuk itu kembali pada Islam mutlak dibutuhkan sebagai jawaban.
Rasul Saw. bersabda,
“Barang siapa yang menyayangi maka akan disayangi.”(HR Bukhari)
“Tidak disayang Allah orang yang tidak menyayangi manusia.” (HR Bukhari)
Jelas hanya dengan Islam kehidupan terbina dalam suasana saling menyayangi, aman, tenteram dan sejahtera. Keberadaan Islam dengan sendirinya menjadi rahmat bagi seluruh alam. Syaratnya hanya satu, terapkan Islam secara kaffah. Sebab Islam adalah seperangkat syariat Allah. Maka bagaimana mungkin rahmatan Lil alamin jika syariat tak seluruhnya tegak?
Keberadaan begal, rampok, jambret antara lain bentuk kriminal yang solusinya diatur dalam Islam. Baik secara preventif maupun kuratif.
Langkah preventif ditempuh dengan meningkatkan pemahaman ajaran agama. Dari awal Islam telah melarang setiap individu untuk melakukan tindakan maksiat. Bahkan mendekati pun diharamkan.
Adapun kuratif, dalam Alquran telah dijelaskan,
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (TQS Al Maidah:33)
Ibnu Abbas sebagaimana diterangkan Imam Syafi’i dalam kitab Al Umm berpendapat bahwa yang dimaksud dengan membuat kerusakan di bumi adalah berbuat sesuatu di muka bumi yang dapat merusakkan kehidupan, seperti membunuh jiwa dan merampok harta benda, atau mengganggu ketenteraman masyarakat.
Maka berdasarkan dalil tersebut, vonis terhadap begal dan semacamnya terdiri dari: 1) apa bila begal itu membunuh tanpa mengambil harta maka hukumannya dibunuh, 2) apabila begal itu membunuh dan mengambil harta, maka hukumannya di bunuh dan disalib, 3) apabila begal itu hanya mengambil harta (tidak membunuh) maka hukumannya dipotong tangan atau kaki secara bersilangan (tangan kanan dan kaki kiri untuk pembegalan pertama, dan tangan kiri kaki kanan untuk pembegalan kedua), 4) apabila begal itu hanya menakut-nakuti orang yang lewat tidak mengambil harta dan membunuh maka hukumannya adalah ta'zir (hukuman oleh Khalifah).
Andaikan hukum diberlakukan dengan adil, berikut sangsi seperti di atas niscaya begal bisa direduksi. Yang berniat begal pun akan berpikir ribuan kali sebelum mengeksekusi. Wallaahu a'lam