Bak Budaya, Suap-Korupsi Menjadi Lifestyle Pejabat Negeri



Oleh: Suci Hardiana Idrus

Lagi-lagi skandal suap dan korupsi tak pernah hilang dari wajah negeri. Skandal terbaru diawal tahun 2020 yakni ditetapkannya menjadi tersangka yang melibatkan kader PDIP Harun Masiku atas kasus suap kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024 dalam Pergantian Antar Waktu

(PAW) anggota DPR dari PDIP yang meninggal dunia yakni Nazaruddin Kiemas pada Maret 2019

Dilansir dari Liputan6.com, Wahyu diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Dari kasus yang bermula dari OTT pada 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp 400 juta dalam bentuk dollar Singapura.

Meski sudah dinyatakan tersangka, sampai saat ini belum ada penangkapan terhadap Harun Masuki lantaran pergi ke luar negeri sejak 6 Januari 2020 dan belum ada laporan terkait kepulangannya.

Akan tetapi berdasarkan informasi yang dikumpulkan Tempo, Harun memang terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020. Ia menggunakan penerbangan Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 832 pada sekitar pukul 11:30 WIB. Ia hanya semalam di negara itu dan terbang kembali ke Jakarta dengan menggunakan Batik Air. Pesawat dengan nomor penerbangan ID 7156 itu terbang dari bandar udara Changi terminal 16 pukul 16:35 waktu setempat. Ia tiba di Jakarta pukul 17:03 WIB. Dari catatan penerbangan, Harun tercantum duduk di kursi nomor 3C, menggunakan tiket kelas Charlie. Informasi lain menyebutkan bahwa Harun kemudian menuju ke salah satu hotel di pusat kota di Jakarta.

Selain Hutang, tak bisa dipungkiri salah satu yang membuat negara semakin sengsara adalah korupsi. Setiap tahun ada saja berita yang mengungkapkan kasus korupsi oleh pejabat publik atau negara. Meskipun sudah banyak yang terkena OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK dan dijerat hukum pidana. Akan tetapi, mengapa hal tersebut seakan tak membuat para pejabat takut dengan jerat hukum yang akan menimpanya? Sejauh mana kekuatan hukum dan penegak hukum berdampak pada pejabat dan koruptor itu sendiri? Sebaliknya skandal tersebut kembali terulang dan terus terulang di negeri ini. 

Setidaknya ada beberapa hal yang memicu maraknya tindak korupsi
1. Adanya keserakahan
2. Gaya hidup materialistis
3. Rusaknya tatanan sistem ala demokrasi
4. Kurangnya iman dan rasa takut terhadap Allah

Lantas bagaimanakah Islam memandang perihal korupsi?
Dalam Islam korupsi mempunyai tiga istilah:
1. Al-rishwah (suap-menyuap atau gratifikasi)
2. Al-shut (gratifikasi atau suap)
3. Al-ghul (menyembunyikan sesuatu yang bukan haknya)
Islam sangat melarang keras perbuatan tersebut. Sebab dampak yang timbul bisa mengancam merugikan negara dan  secara otomatis dampaknya akan sampai ke tataran masyarakat. Kekuasaan dan jabatan adalah amanah. Sehingga segala keputusan, kebijakan dan perbuatan mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda: "Rasulullah Saw melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap".
(HR. Abu Daud no. 3580, Tirmidzi no 1337, Ibu Majah 2313. Kata Syaikh Al Albani hadist ini shahih).

Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah no 2227
"Dari Jabir bin Abdullah r.a berkata, Rasulullah Saw bersabda, "wahai manusia bertakwalah kepada Allah dan berbuat baiklah dalam mencari harta karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas/mati hingga hingga terpenuhi rezekinya walaupun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya), maka bertakwalah kepada Allah SWT dan berbuat baiklah dalam mencari harta, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram".
(HR. Ibnu Majah)

Yakinlah bahwa hanya Islam dan aturan-Nya yang mampu menjaga menyelesaikan segenap problematika kehidupan manusia

Wallahu a'lam bishuwwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak