Aroma Komersial dalam PDAM


Moti
Oleh: Dewi Tisnawati, S.Sos. I (Pemerhati Sosial)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menyoroti rendahnya tarif air bersih yang diterapkan perusahaan air minum di daerah. Hal ini menjadi salah satu penyebab kerugian di perusahaan air minum daerah.

Dia mencontohkan, tarif air bersih di DKI Jakarta dan Depok hanya berada di kisaran Rp7 ribu per meter kubik. Cara seperti ini membuat perusahaan air minum kesulitan karena tarif itu masih di bawah full cost recovery (FCR).

"Tarif air bersih yang diberlakukan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan Depok hanya Rp7.000 per meter kubik, di Bogor Rp4.500 per meter kubik," katanya.

"Dengan kondisi ini kita menjalankan 40% PDAM mengalami kerugian pada tarif yang dibuat di bawah full cost recovery," kata Ma'ruf Amin saat berbicara di Konferensi Sanitasi dan Air Minum (KSAN) di Jakarta, Senin (2/12/2019).

Banyak juga PDAM di berbagai daerah berstatus kurang sehat keuangan. Seperti yang diungkapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dari data Badan Pengelola Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (BP SPAMS) yang disampaikan pertengahan Oktober 2019, sebanyak 160 dari 391 PDAM dilaporkan kurang sehat atau 40% dari total PDAM di seluruh Indonesia.
 
Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Sumadilaga menargetkan 10-20% PDAM menjadi keuangannya lebih baik per tahun. Ada dua strategi untuk merealisasikan target tersebut. Pertama, yakni membantu stimulan berupa fisik dan pelatihan nonfisik, seperti kepegawaian, pelatihan keuangan. Kedua, pihaknya mendorong melakukan kerja sama dengan swasta. (cnbnindonesia.com, 2/12/2019).

Pernyataan wapres tentang PDAM yang rugi karena rendahnya tarif layanan, bukti bahwa harta milik umum dikelola untuk mendapat untung bagi Negara dengan menjualnya kepada rakyat. Pernyataan wapres ini juga menambah sederet panjang pejabat negara yang mengeluarkan pernyataan yang beraroma komersial. Untung dan rugi jadi asas pemerintah dalam mengelola negara. Termasuk dalam menyediakan pelayanan publik untuk rakyatnya.

Padahal menjadi kewajiban negara menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas dan murah, bahkan gratis. Namun karena sistem kapitalisme-neoliberalisme yang menjadi sistem pemerintahannya, telah menghilangkan fungsi dan peran negara sebagai pelayan bagi rakyat. Ujungnya, negara dikelola berasaskan untung dan rugi.

Lebih miris lagi, pelayanan publik yang menjadi kewajiban rakyat, diserahkan sebebas-bebasnya kepada swasta, baik asing maupun aseng. Alhasil pelayanan publik menjadi mahal dan susah dijangkau rakyat. Sebab semuanya diliberalisasi dan dikomersialisasi.

Kesengsaraan rakyat karena komersialisasi layanan publik adalah watak melekat dalam system kapitalis neolib. Sementara dalam Islam melarang hajat publik dikomersialisasi apalagi diserahkan kepada swasta. Islam memerintahkan Negara untuk mengelola harta publik dan memenuhi layanan publik tanpa boleh mengambil untung sedikitpun.

Dalam pandangan Islam, air merupakan kebutuhan vital bagi rakyat. Air juga termasuk dalam sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput (kebun/hutan), air, dan api (energi).” (HR. Ahmad).

Sebagai kepemilikan umum, menjadi kewajiban negara mengelola sumber-sumber air untuk rakyat. Tata kelola ini ditujukan untuk menyediakan air bersih kepada rakyat. Mulai dari sarana dan prasarana penyediaan air bersih seperti pipa-pipa air, kolam penampungan, filterisasi air dan sebagainya, hingga air bersih diterima ditangan rakyat. Semuanya menjadi tanggung jawab negara dalam penyelenggaraannya.

Karena terkait dengan kepemilikan umum yang di mana hasilnya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Maka, menjadi haram menyerahkan tata kelola air kepada pihak swasta/asing/aseng dengan dalih apa pun. Apatah lagi jika bekerjasama dengan pihak swasta/asing/aseng tersebut menjadi jalan bagi asing menjajah negeri.

Di satu sisi, PDAM harus dijalankan untuk melayani kepentingan rakyat. Karena merupakan milik negara dan menjalankan kewajiban negara melayani rakyat. Maka PDAM harus dinihilkan dari aspek komersialisasi. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Sementara pembiayaan operasional PDAM diambil dari kas negara dan mutlak bagi negara membiayanya. Baik ada maupun tidak ada uang di kas negara. Untuk itu negara wajib memaksimalkan potensi sumber-sumber pemasukan negara, seperti kepemilikan umum, jizyah, kharaj, dll. 

Jika sumber-sumber pemasukan negara tidak mencukupi, negara boleh melakukan konsep antisipasi lewat pajak. Di mana hanya orang kaya saja yang dipungut pajak.

Dengan demikian, selama sistem kapitalisme-neoliberalisme yang diterapkan di negeri ini pelayanan air bersih ini tidak akan berjalan dengan baik.  Pengelolaan air bersih ini akan berjalan dengan baik, jika diterapkannya  sistem Islam beserta seperangkat aturannya yang lengkap di negeri ini. Wallahu’alam bish shawab .


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak