Akibat Korupsi Bumi Pertiwi Menangis lagi



Oleh: Ummu Fikri

Mantan angota Bawaslu Agustiani tio Fridelia memakai rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di gedung Kpk, jakarta Jumat 10/1 2020. KPK menahan Agustiani Tio Fridelia setelah terjaring operasi  tangkap tangan terkait kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji pada penetapan DPR  terpilih 2019-2024. Republika.co.id, jakarta 10/1 2020

Ikut juga memberitakan  terkait korupsi dilansir jawapos.com pada tanggal 12/1. Belum selesai kasus PT Asuransi Jiwasraya, penegak hukum kini harus bersiap menangani kasus yang diperkirakan tak kalah besar. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan  ada informasi korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan bersenjata Republik Indonesia (ASABRI)

Lagi-lagi dan terulang kembali korupsi di awal tahun 2020 . padahal kasus ini sudah  menyeret banyak orang. Pelaku terbanyak oleh para politisi dan pejabat daerah . Data tahuan 2018,  berdasarkan laporan yang ditulis Indonesiaan Corruption Watch (ICW) Bahwa Indonesia menempati posisi ke 89 dari 180 negara. Masih menurut  ICW  korupsi di indonesia masih menjadi trend yang menggiurkan. Betapa tidak,   data menunjukkan jika dirata-rata  kejadiannya 392  kasus per tahun dan aktornya mencapai 1.153 orang. Sungguh luar biasa. 

Padahal indonesia adalah sebuah negara yang masih memegang teguh adat ketimuran, mayoritas teguh berpegang akan keyakinanya. Dan semua sepakat  jika korupsi merupakan sebuah tindakan yang melanggar adat ketimuran bahkan keyakinan yang dipegang teguh oleh semua penganutnya. Sungguh ironis bukan?
Kompasiana.com mengartikan  Korupsi sebagai tindakan yang menyalahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan. 

Jika kita lihat dari aktor korupsi terbanyak adalah  anggota DPR /DPRD sebagaimana dilansir detiknes.com 1/7 2019 dalam rapat dengar pendapat antara komisi III DPR dengan KPK. 

Sejatinya para wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat yang berharap banyak pada rakyat agar lolos  menjadi  anggota dewan itu memikirkan rakyat. Ini seakan kacang lupa akan kulitnya, habis manis sepah dibuang. Ketika sudah menjadi dewan yang terhormat malah melupakan rakyat bahkan membuat kecewa rakyat. 

Betapa tidak  dalam sistem demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat ini apapun dapat dilakukan untuk bisa menjadi pemenang. Politik uang  juga menghiasi dalam perpolitikan ini. dan akhirnya ketika menjabat banyak yang melakukan korupsi demi mengembalikan modal yang telah dikeluarkan. Dan ini sudah bukan menjadi rahasia lagi. 

Bumi pertiwi ini seolah menangis dengan ulah segelintir para pejabat dan penguasa yang ketika ingin dipilih begitu mudah berjanji, namun jika sudah jadi malah mengingkari. 

Penegakkan hukum yang belum bisa membuat jera bagi para pelaku korupsi ini membuat angin segar sehingga para pelaku semakin bertambah. Belum lagi undang-undang yang ada semakin membuat seolah korupsi ini dierikan celah yang akhirnya peakunya justru akan semakin meningkat. 
Bukankah negara kita adalah negara yang sedari kecil diajarkan tentang karakter, pendidikan anak usia dini pun tak lepas dengan apa yang disebut dengan karakter, namun ternyata karakter ini belum bersinergi. Sehingga harapan karakter itu jauh panggang dari api.

Jika  kita anyak belajar dari sejarah saat  Islam   dijadikan acuan dalam kehidupan. Bagaimana seorang kepala negara Umar Bin Adul azizz ketika di suatu malam sedang bekerja,  datanglah Putranya dan Sang Pemimpi  pun langsung memadamkan lampu. Putranya pun bertanya “kenapa kau matikan lampu itu Wahai Kholifah?” dengan tersenyum Kholifah pun menjawab ” Karen lampu ini dibeli dengan uang negara dan urusan yang akan kita bicarakan adalah urusan pribadi”.  Ini pun terjadi ketika sang pemimpin pun berbicara dengan pembantunya bahkan dengan permaisurinya. Sungguh luar biasa. Akankah kita dapatkan pemimpin yang seperti ini? Penulis yakin akan banyak yang merindukan  sosok pemimpin seperti ini tak terkecualipenulis sendiri. 

Khalifah Abu bakar, Khalifah Umar tidak ada kegembiraan sedikit pun saat beliau terpilih menjadi pemimpin saat itu.  Murung, sedih,  dan merasa takut ketika mendapatkan amanah untuk menjadi seorang pemimpin . Takut tidak akan mampu menjalankan amanah, karena begitu besarnya amanah yang ada dalam pundak seorang pemimpin. Sangat berbeda dengan kondisi saat ini. 

Karena kepemimpinan adalah suatu yang amat berat, dalam Hadist  yang diriayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Ahmad dijelaskan “Seesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyatnya) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya. 
Semoga keteladanan ini mampu menjadi motivasi bagi siapa pun yang menjabat sebagai pemimpin atau siapa pun yang sedang diamanahkan menjadi pemimpin. Islam telah mencontohkan banyak keteladanan yang mampu melahirkan genersi hebat yang berkarakter, janganlah kita menjadi orang yang ragu. Wallahua’lam


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak