Ada Apa dengan Natuna?






Oleh : Jayanti, SE
(Pemerhati Masalah Publik)

 

Laut Natuna adalah perairan yang terbentang dari Kepulauan Natuna hingga Kepulauan Lingga di propinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Laut ini berbatasan dengan Laut Natuna Utara di utara, barat laut, dan timur. Laut Natuna juga berbatasan dengan Selat Karimata di tenggara dan Selat Singapura di arah barat.

Data sistem pemantauan bertajuk Skylight yang diperoleh CNNIndonesia.com mencatat jumlah kapal asing yang masuk ke perairan Natuna bisa mencapai seribu per hari. Berdasarkan sampel yang dilakukan pada tahun lalu, jumlah kapal asing yang masuk mencapai 1.647 kapal per hari pada April, 810 kapal di Mei, 580 kapal di Juni, dan 768 kapal di Juli.

Peristiwa di awal tahun ini, kapal-kapal China berlayar di utara perairan Pulau Natuna yang lengkap dikawal oleh Coast Guard-nya. Coast Guard adalah pengawas pantai, yang dapat diartikan bahwa perairan utara Natuna sudah dianggap menjadi wilayah perairan China. Bila merujuk pada ketentuan wilayah, aktivitas kapal-kapal asing di perairan Natuna merupakan perbuatan yang melanggar aturan. Sebab, Konvensi Hukum Laut Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun 1982 sejatinya sudah menetapkan perairan Natuna sebagai Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia.
China mengklaim bahwa perairan Natuna masuk dalam Nine Dash Line atau Sembilan Garis Putus-putus. Yaitu sembilan titik imajiner dengan dasar historis. Tidak ada definisi makna hokum serta hak-hak yang dimiliki didalam batas ini. Ambiguitas terjadi disini untuk menandai batas laut negara. Mereka beranggapan bahwa perairan Natuna adalah wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan China sejak ribuan tahun yang lalu.

Potensi alam yang dimiliki Natuna sangat menggiurkan. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, perairan Natuna memiliki potensi ikan pelagis mencapai 327.976 ton, ikan demersal 159.700 ton, cumi-cumi 23.499 ton, rajungan 9.711 ton, kepiting 2.318 ton, dan lobster 1.421 ton per tahun. Kemudian, juga ada potensi ikan kerapu, tongkol, teri, tenggiri, ekor kuning, udang putih, dan lainnya. 
Disisi lain, Natuna memiliki sumber daya alam yang cukup melimpah, terutama energi. Total produksi minyak dari blok-blok yang berada di Natuna adalah 25.447 barel per hari. Sementara produksi gas bumi tercatat sebesar 489,21 MMSCFD. Natuna bisa jadi lokasi blok gas raksasa terbesar di Indonesia, dengan terdapatnya blok East Natuna yang sudah ditemukan sejak 1973.
Berdasar data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), volume gas di blok East Natuna bisa mencapai 222 TCF (triliun kaki kubik). Tapi cadangan terbuktinya hanya 46 TCF , jauh lebih besar dibanding cadangan blok Masela yang 10,7 TCF. Tapi perlu dicatat, bahwa kandungan karbondioksida di blok tersebut sangat tinggi, bisa mencapai 72%. Sehingga perlu teknologi yang canggih untuk mengurai karbon tersebut. Sementara, untuk cadangan minyak diperkirakan mencapai 36 juta barel.

Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), China memang memiliki peranan penting bagi Indonesia. Hal ini tercermin dari derasnya realisasi investasi dari negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping ke Tanah Air. Pada 2019 misalnya, China masuk dalam posisi tiga besar negara yang getol mengalirkan investasi ke dalam negeri. Tercatat, dana yang mengalir ke Indonesia mencapai US$3,31 miliar melalui 1.888 proyek.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan tengah gencar menawarkan berbagai proyek investasi di bidang infrastruktur kepada China. Salah satunya melalui kerja sama The Belt and Road Initiative atau Jalur Sutra Modern. Posisi Kepulauan Natuna sangat strategis untuk melancarkan kerjasama ini. Mengingat kepulauan ini adalah pulau terdepan yang secara geopolitics berbatasan dengan 8 negara yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Brunei, Tiongkok, Filipina dan Taiwan.

Dalam kondisi seperti saat ini, pemerintah Indonesia berada pada pilihan yang sulit. Jika mengusir kapal-kapal China dari Natuna, maka akan besar kemungkinan dihentikan seluruh aliran investasi ke dalam negeri. Sedangkan jika melepas Natuna maka investasi akan terus mengalir namun kehilangan sumber daya alam yang sangat besar. Sebuah kondisi tersebab dibukanya kran investasi asing khususnya China yang akhirnya harus dibayar mahal. Inilah buah dari sistem kapitalis. Dimana uang dijadikan cara untuk menghilangkan independensi sebuah Negara. Mampu membuat ketergantungan secara ekonomi sehingga berujung pada intervensi atas berbagai kebijakan. Sebuah penjajahan dengan gaya baru atas nama investasi. Perluasan kekuasaan tanpa harus dengan serangan fisik maupun peperangan.

Dalam pandangan Islam Negara mengatur dan mengurusi urusan rakyat. Wilayah perairan memiliki fungsi strategis secara geografis, politis , ekonomis maupun militer. Sehingga pengelolaannya sepenuhnya oleh Negara. Tidak boleh ada campur tangan asing didalamnya. Kedaulatan laut adalah milik Daulah Islam. Kapal yang boleh melintas hanyalah kapal-kapal milik Daulah Mu’ahadah yaitu Negara-negara yang telah mengadakan perjanjian dengan umat Islam atau Negara Khilafah. Baik perjanjian di bidang perdagangan maupun ekonomi. Hal ini wajib dilakukan sesuai dalil di Aquran Surat Annisa 141:”… dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.”

Saatnya untuk kembali kepada aturan Islam. Hanya Daulah Khilafah Islamiyah yang mampu untuk melindungi seluruh wilayah termasuk perairan dan menjamin kesejahteraan umat dengan pengelolaan sumber daya alam secara optimal.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak