Oleh: Sri Mariana, S.Pd
Ada sebuah kata bijak yang bisa kita pedomani dalam hal kesehatan, yaitu: Kesehatan bukanlah segalanya, akan tetapi tanpa kesehatan segalanya itu tiada arti. Setiap orang di muka bumi ini sangat mengidam-idamkan kondisi tubuh yang sehat. Hal ini disebabkan karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia dalam hidup.
Semua orang pasti mendambakan hidup sehat. Jika sakit, hidup tidak akan tenang dan bahagia.
Hal ini seperti yang di alami oleh sejumlah murid-murid di SMPN 4 Banjarbaru dan Martapura. Penularan virus hepatitis A membuat khawatir para orang tua di dua kota bertetangga, Banjarbaru dan Martapura.
Di Banjarbaru ada puluhan siswa di SMPN 4 Banjarbaru positif mengidap penyakit yang menyerang liver ini. Jumlah siswa yang diduga terjangkit hepatitis A sudah mencapai 53 orang(n.kalsel.prokal.co/7/12/19).
Meskipun jumlah korban banyak, namun pihak pemerintah melalui Dinas Kesehatan tidak mengatakan bahwa kejadian tersebut adalah KLB. “Status hepatitis A di Banjarbaru tidak KLB.
Kondisi sekarang adalah peningkatan kewaspadaan kasus hepatitis A,” ujar Kasi P2PM Dinkes Banjarbaru Siti Khadijah. PemkotBanjarbaru melalui SKPD terkait sudah melaksanakan penanganan dengan baik dan tepat. Bahkan sebenarnya sudah dipantau sejak Juni 2019 lalu dengan adanya kasus Hepatitis A di beberapa kelurahan tapi hanya sedikit saja(apahabar.com/12/19).
Apa yang menimpa siswa di SMPN 4 Banjarbaru tentu memprihatinkan. Jumlah korban begitu besar namun tidak termasuk KLB? Apakah memang harus menunggu korbannya lebih banyak lagi. Seharusnya tidak menunggu KLB, namun bagaimana upaya pencegahan dan penanganannya. Semua itu harus jelas.
Dalam pandangan Islam, kesehatan jauh melampaui pandangan dari peradaban manapun. Islam telah menyandingkan kesehatan dengan keimanan, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Mintalah oleh kalian kepada Allah ampunan dan kesehatan. Sesungguhnya setelah nikmat keimanan, tak ada nikmat yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain nikmat sehat.” (HR Hakim).
Rasulullah saw. juga bersabda yang artinya, “Orang Mukmin yang kuat itu lebih baik dan disukai Allah daripada Mukmin yang lemah.” (HR Muslim).
Selain itu, kesehatan juga dipandang sebagai kebutuhan pokok publik, Muslim maupun non-Muslim. Karena itu, Islam telah meletakkan dinding yang tebal antara kesehatan dan kapitalisasi serta eksploitasi kesehatan. Dalam Islam, Negara lah yang bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Tugas ini tidak boleh dilalaikan negara sedikitpun karena akan mengakibatkan kemadaratan, yang tentu diharamkan dalam Islam.
Kehadiran negara sebagai pelaksana syariah secara kaafah, khususnya dalam pengelolaan kekayaan negara menjadikan negara berkemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsi dan tanggungjwabnya.
Tidak terkecuali tanggungjawab menjamin pemenuhan hajat setiap orang terhadap pelayanan kesehatan. Gratis, berkualitas terbaik serta terpenuhi aspek ketersediaan, kesinambungan dan ketercapaian. Dalam hal ini negara harus menerapkan konsep anggaran mutlak, berapapun biaya yang dibutuhkan harus dipenuhi. Karena negara adalah pihak yang berada di garda terdepan dalam pencegahan dan peniadaan penderitaan publik. Demikianlah tuntunan ajaran Islam yang mulia
Allahu a’lam.
Tags
Opini