Oleh : Safira M. Sholeha
Laporan the Wall Street Journal (WSJ) yang ditulis Rabu (11/12), memaparkan Cina mulai menggelontorkan sejumlah bantuan dan donasi terhadap ormas-ormas Islam di Indonesia setelah isu Uighur kembali mencuat ke publik pada 2018 lalu.
Bahkan pemerintah Cina disebut membiayai puluhan tokoh seperti petinggi NU dan Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), akademisi, dan sejumlah wartawan Indonesia untuk berkunjung ke Xinjiang. Menurut WSJ hal itu terlihat dari perbedaan pendapat para tokoh senior NU dan Muhammadiyah mengenai isu Uighur ini setelah kunjungan ke Xinjiang.
Sebelumnya salah satu ormas tersebut bahkan memberikan surat terbuka sampai melakukan aksi di depan kedubes CIna di Jakarta sebagai bentuk protes atas penahanan jutaan muslim Uighur ke dalam kamp-kamp konsentrasi. Tak lama dari itu, China berupaya meyakinkan ormas-ormas Islam bahwa tak ada kamp konsentrasi dan penahanan.
Pemerintah Cina berdalih kamp-kamp itu merupakan kamp pelatihan vokasi untuk memberdayakan dan menjauhkan etnis Uighur dari paham ekstremisme. Mereka lalu mengundang puluhan pemuka agama Islam, wartawan, hingga akademisi Indonesia untuk mengunjungi kamp-kamp tersebut di Xinjiang. Selama di Xinjiang, para undangan ini pun diberikan presentasi terkait serangan terorisme
Sejak rangkaian tour Xinjiang itu seorang tokoh senior Muhammadiyah mengatakan kamp-kamp itu terlihat nyaman dan jauh dari penyiksaan. WSJ juga mengatakan hal serupa soal sikap NU. Pemimpin NU, Said Aqil Siroj, disebut meminta warga terutama umat Muslim Indonesia tak percaya pada laporan media dan televisi internasional untuk memahami situasi di Xinjiang.
WSJ mengatakan pernyataan itu disampaikan Said melalui buku yang diterbitkan NU cabang China. Pernyataan ini pun disepakati pelajar-pelajar Indonesia di Beijing yang menjadi bagian dari ormas ini. Cukup mengejutkan ketika mengetahui teman saya di Beijing yang sering mengikuti agenda NU cabang khusus ini berujar senada dengan pimpinan NU tersebut.
Sementara itu, MUI membantah laporan WSJ tersebut. Menurut Kepala Hubungan Internasional MUI, Muhyiddin Junaiddi, tidak semua petinggi agama yang ikut tur ke Xinjiang mendukung sikap Cina terkait kebijakannya di wilayah itu. Muhyiddin mengatakan kunjungannya ke Xinjiang pada Februari lalu sangat dipantau ketat oleh pihak berwenang Cina. Ia juga mengklaim orang-orang Uighur yang ia temui di sana terlihat ketakutan.
Muhyiddin mengatakan upaya Cina mengundang tokoh-tokoh Islam berpengaruh di Indonesia ke Xinjiang didesain untuk "mencuci otak opini publik. Ia bahkan mengatakan bahwa sejumlah tokoh Muslim Indonesia yang pernah mengkritik Cina soal Uighur malah jadi membela Cina.
Staf Khusus Wapres itu mengakui etnis Uighur di sana masih memprihatinkan terutama soal hak dasar beribadah. "Kalau kehidupan ekonomi memang cukup, tapi kan hidup tidak hanya masalah ekonomi. Jadi menurut kami ini persoalan kebebasan beribadah," kata Masduki saat dihubungi Kamis malam.
saat ini, China membantah keras tudingan pelanggaran HAM terhadap suku Uighur itu. Beijing berdalih mereka hanya menampung warga Uighur dalam sebuah program pelatihan vokasi, bukan kamp penahanan. Hal itu, papar Cina, dilakukan demi membantu memberdayakan masyarakat Uighur dan menghindari mereka terpapar paham radikalisme dan ekstremisme.
Melihat hubungan bilateral Cina-Indonesia semakin erat di bidang ekonomi, bukan hal tak mungkin Cina juga ingin menggaet dukungan politik dari Indonesia. Apalagi Cina semakin tersudut dengan kecaman dunia internasional atas penahanan jutaan muslim Uighur di kamp-kamp konsentrasinya.
Dulu mereka membantah adanya kamp-kamp konsentrasi di wilayah Xinjiang, namun setelah laporan BBC yang memantau langsung dari satelit, telah ditemukan kompleks bangunan bergedung tinggi yang diduga itulah kamp-kamp konsentrasi. Rezim komunis Cina berdalih itu hanyalah kamp-kamp pendidikan bagi muslim Uighur demi menangkal paham-paham radikalisme dan terorisme. Documenter khusus juga dibuat media CGTN dalam upaya propaganda deradikalisme dan anti terorisme yang dilakukan partai.
Narasi yang dilakukan rezim komunis Cina sama saja dengan dunia Barat. Dengan dalih memerangi terorisme mereka berlaku sewenang-wenang terhadap muslim di sana. Mereka melakukan penyiksaan, penahanan, reedukasi, propaganda, dan pemaksaan nilai-nilai komunis terhadap muslim Uighur. Jelas mereka tak ingin dikatakan pelanggar HAM, mereka bahkan membuat pencitraan serapi mungkin di hadapan media dunia.
Dikabarkan di beberapa sudut kota Kashgar seperti halaman masjid Id Kah terdapat tempat khusus untuk interview media. Disana sudah tersebar beberapa penduduk lokal yang dibayar dan akan menjawab pertanyaan media mengenai penahanan di sana. Mereka akan menjawab seolah di Xinjiang baik-baik saja, tidak ada masalah, bahkan jawaban-jawaban yang memuji pemerintah.
Meskipun semakin banyak yang mengecam Cina atas penahanan jutaan muslim Uighur, hal ini sama sekali tidak menghentikan perlakuan mereka. Justru mereka berupaya meyakinkan dunia bahwa tindakan tersebut adalah hal yang benar karena melawan terorisme yang menjadi musuh dunia.
Saudara kita muslim Uighur akan selalu tersiksa selama tidak ada institusi yang berdiri melindungi mereka. Institusi yang sama kuat dan berdaulatnya seperti rezim komunis Cina yang menyiksa mereka. Institusi itu yakni daulah Khilafah yang akan menyatukan dan menjadi perisau umat muslim di seluruh dunia.
Inilah solusi hakiki atas permasalahan muslim Uighur dan muslim lain di seluruh dunia yang tertindas dan dijajah. Kita sebagai muslim tidak cukup mengecam dan mendorong pemimpin negeri muslim untuk menuntut Cina. Percuma, tidak akan digubris. Kecaman hanya akan jadi omong kosong bagi mereka. Seharusnya umat muslim bersatu untuk mewujudkan perisai bagi muslim Uighur ini. Bersatu untuk mewujdukan khilafah.