Oleh: Sumiati
Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif
Dirilis Tanah Karo (05/12/2019), bahwa melihat kondisi PDAM Tirta Malem semakin terpuruk, dari tahun ke tahun tidak ada peningkatan prestasi, Pemkab Karo selaku pemilik saham di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu, diminta mencari solusi jitu menyelesaikan permasalahan keuangan guna memenuhi kebutuhan langganan di Kabanjahe. Apakah itu menggandeng pihak investor dalam bentuk kerjasama _Joint Venture_ atau _Joint Operation_ atau kerjasama operasional (KSO).
Skema kerjasama ada banyak pilihan, misalnya, _business to business_ yang dituangkan dalam kesepakatan bersama atau _Memorandum of Understanding (MoU)._ Artinya murni kedepannya investor-lah yang menanamkan investasinya dalam bentuk jangka waktu beberapa tahun.
Hal itu diungkapkan anggota DPRD Karo, Firman Firdaus Sitepu, S.H, melalui hubungan whatsapp, Kamis (5/12/2019), ketika dimintai tanggapan seputar terhentinya pasokan air minum ke rumah warga karena aliran listrik diputus pihak PLN, sehingga mesin pompa PDAM tidak dapat dioperasikan.
Menurut Firdaus Sitepu, PDAM Tirta Malem sudah puluhan tahun berdiri tapi bukannya semakin meningkat prestasinya, malah semakin menampakkan kebobrokannya. Kasihan pegawai hampir satu tahun tidak menerima hak-haknya. Belakangan PLN memutus arus listrik karena tagihan rekening sudah mencapai Rp 1 milyar belum terbayar, sehingga PDAM Tirta Malem tidak bisa lagi optimal menyuplai air bersih kepada pelanggannya.
“Tak ayal satu bulan lebih air tidak jalan ke pelanggan. Sehingga wajar PDAM Tirta Malem mendapat sorotan tajam dari masyarakat,” ketusnya.
“Bisa dikatakan, kalau ingin BUMD milik Pemkab Karo itu pulih dan sehat, sudah saatnya Pemkab Karo menggandeng pihak swasta (investor) yang memang sudah teruji handal dibidang pengelolaan air minum. Undang beberapa investor, berikan kesempatan pemaparan, mana nanti yang terbaik berikan kesempatan KSO membenahi PDAM Tirta Malem yang kondisinya kian kolaps dan memprihatinkan,” ujarnya.
Pernyataan wapres tentang PDAM yang rugi karena rendahnya tarif layanan, bukti bahwa harta milik umum dikelola untuk mendapatkan untung bagi negara dengan menjual kepada rakyat. Sungguh ironis, negara yang kaya raya dengan sumber daya alamnya tidak berhenti bersandar kepada pundak rakyat.
Beginilah penguasa dalam sistem kapitalis demokrasi, tidak mampu membuat rakyat sejahtera, menyerahkan pengelolaan SDA kepada asing, seharusnya SDA untuk kesejahteraan rakyat, namun justru malah negara dibiayai rakyat dengan pajak dan menjual SDA kepada rakyat.
Dalam Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.
Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah Saw.:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ
_Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api._ *(HR Ibnu Majah).*
Rasul Saw. juga bersabda:
ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ
_Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api._ *(HR Ibnu Majah).*
Terkait kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul Saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul Saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, _“Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul Saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.”_ *(HR at-Tirmidzi).*
_Mau al-iddu_ adalah air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus-menerus. Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Semula Rasullah Saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh. Ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam (atau tambang yang lain) kepada seseorang. Namun, ketika kemudian Rasul Saw. mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar digambarkan bagaikan air yang terus mengalir maka beliau mencabut kembali pemberian itu. Dengan kandungannya yang sangat besar itu, tambang tersebut dikategorikan sebagai milik bersama (milik umum). Berdasarkan hadis ini, semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk swasta dan asing.
Demikianlah Islam telah mengatur pengelolaan harta milik rakyat. Mekanisme pengelolaan hingga distribusi kekayaan rakyat ini diserahkan kepada negara sebagai penanggung jawab urusan rakyat.
Wallaahu a'lam bishshawab.