oleh : Tri Cahya Arisnawati
(Ibu Rumah Tangga dan pemerhati umat)
Menkopolhukam Mahfud MD belum lama ini mengeluarkan statemen kontroversial, Mahfud kembali menegaskan bahwa sistem negara khilafah itu tidak ada. Sebab, menurut Mahfud MD, khilafah tidak memiliki sistem yang baku karena memiliki banyak bentuk. Mahfud juga menegaskan meski sistem negara khilafah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW, sistem itu tidak boleh diikuti. Sebab bukan ajaran baku yang didirikan Nabi Muhammad SAW. Ia memaparkan alasan-alasan mengapa khilafah tak boleh diikuti. Di zaman Nabi Muhammad, negara yang dibentuk, Nabi Muhammad itu lembaga legislatif, Nabi Muhammad lembaga eksekutif, Nabi Muhammad lembaga yudikatif, Nabi Muhammad yang membuat hukum berdasarkan wahyu Allah,” ujar Mahfud. (kumparanNews, 2 Desember 2019).
Tak berbeda jauh dengan Mahfud, rekan sejawatnya di BPIP, Megawati. Matanya berapi-api, suaranya begitu lantang jelas terdengar. Semangatnya membakar jiwa para audiens yang hadir pada saat itu, dengan tegas ia mengatakan 'Jangan rusak Indonesia, pengusung khilafah, pergilah kalian dari Indonesia!', ia menantang pihak-pihak yang menganut paham radikal serta memiliki niatan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Khilafah. Menurutnya, hal itu tidak sejalan dengan Pancasila yang dianggapnya sebagai ideologi paling sempurna bagi bangsa Indonesia. sang 'ibu asuh' Jokowi begitu berapi-berapi dan marah saat mengucapkan kalimat tersebut, seperti sudah lama terpendam rasa 'jengkel' itu hingga menyebabkan Megawati begitu menggebu-gebu dan berhasrat ingin mengusir para pengusung khilafah. Ia berujar bahwa ia sudah membukakan pintu di DPR bagi siapa saja pengusung khilafah yang ingin berdiskusi, namun sudah dinanti-nanti ternyata para pengusung khilafah tak kunjung datang. Semangatnya memang patut dicontoh, namun semangatnya disalurkan pada tempat dan cara yang salah, tidak seharusnya seorang negarawati mengancam rakyatnya, apalagi ia sendiri adalah seorang muslimah.
Ternyata ide khilafah makin 'seksi', bahkan tiap hari bertambah 'seksi'. Para pejabat mulai dari DPR, Presiden, Menteri, hingga tataran para ASN semua berbicara khilafah. Bahkan hampir seluruh lapisan masyarakat juga membicarakan khilafah, ide khilafah semakin viral dan booming , namun viralnya bukan karena dicitrakan positif. Namun, viralnya ide khilafah karena dicitrakan negatif, setelah rezim saat ini mantap 'berjualan' radikalisme. Untuk membuat citra negatif dengan isu radikalisme terkait ide khilafah, rezim tidak serta merta langsung menyasar ke ide khilafah. Mula-mula rezim, melalui kaki tangannya Menteri agama Fachrul Rozi, baru beberapa hari menjabat ia sudah berani membuat terobosan akan menindak tegas ustad-ustad yang berpahaman radikal, melarang para ASN mengenakan cadar dan celana cingkrang, lalu memecat para ASN yang terpapar radikalisme, hingga rencana penghapusan kurikulum khilafah dan jihad dari mata pelajaran agama islam, tak ketinggalan Wapres Ma'ruf Amin pun beberapa waktu lalu berujar bahwa PAUD juga terpapar radikalisme.
Rezim saat ini begitu getol jualan radikalisme, apapun yang berhubungan dengan islam adalah radikalisme. Setelah 'muter-muter' jualan radikalisme, hingga memunculkan keresahan di kalangan umat muslim, akhirnya rezim mulai menyerang khilafah. Jadi selama ini mereka giat teriak sana sini tentang terpapar radikalisme, yang dimaksud oleh mereka bahwa radikalisme yang sebenarnya adalah khilafah. Sebab, selama ini yang menjadi momok paling menakutkan diantara semua ajaran islam ialah khilafah. Mereka paham bahwa khilafah adalah metode untuk menerapkan hukum syariat yang bisa mengcounter segala aspek kehidupan, mulai dari aspek ekonomi, pendidikan, budaya, pergaulan hingga politik. Jika rakyat sampai memahami bahwa khilafah adalah wadah untuk menerapkan segala aspek kehidupan, maka hal yang paling ditakutkan oleh rezim adalah rakyat akan menggulingkan kekuasaan rezim dan berbondong-bondong menegakkan khilafah.
Agenda Barat dibalik laris manisnya rezim 'jualan' radikalisme
Begitu takut dan kalapnya rezim akan kebangkitan islam melalui khilafah, berbagai macam cara dilakukan untuk menghadangnya. Setelah isu terorisme tidak laku lagi, lantas mereka mengubah 'barang dagangan' mereka dengan radikalisme. Isu radikalisme sesungguhnya bukanlah buatan rezim, rezim hanya menjajakan 'barang dagangan' si empunya. Namun yang meracik dan mengolahnya adalah RAND Corporation, RAND Corporation merupakan lembaga Think tank (gudang pemikir) milik Amerika Serikat yang bertugas memata-matai islam dan kaum muslimin dan membentuk strategi untuk menghancurkan islam. Strategi yang paling terkenal dari RAND Corporation adalah 'War of Terorism' , namun seiring berjalannya waktu strategi ini tidak laku lagi di pasaran karena umat muslim telah memahami dan sadar bahwa yang dimaksud perang melawan terorisme adalah sama saja dengan memerangi islam dan kaum muslim.
Barat paham betul bahwa untuk menghancurkan islam dan melumpuhkan sel umat muslim tidak hanya cukup dengan penangkapan saja. Maka dibuatlah strategi besar yang dapat melumpuhkan islam sekaligus umatnya, ibarat sambil menyelam minum air, dengan radikalisme tidak hanya ajaran islam saja yang dilumpuhkan namun juga umatnya yang senantiasa berpegang teguh pada ajaran islam. Ajaran islam mereka sebut dengan radikalisme dan umatnya mereka sebut dengan 'kaum radikal'. Dan saat ini, rezim benar-benar menjajakan radikalisme sesuai arahan empunya.
Tidak ada Radikalisme dalam Islam
Secara harfiyah islam berarti damai, tunduk, selamat dan bersih, Islam juga agama yang mengajarkan umatnya atau pemeluknya (kaum Muslim/umat Islam) untuk menebarkan keselamatan dan kedamaian, Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan kepada orang lain yang berbeda pemahaman, bahkan islam juga tidak pernah memaksa orang-orang kafir untuk memasuki agama islam.
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."(TQS. Al Baqarah :256)
Rasulullah Saw juga mengajarkan umatnya untuk bersikap lemah lembut, Muslim juga meriwayatkan hadits no. 2592 dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi bersabda.
مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ يُحْرَمِ الْخَيْرَ
“Barangsiapa yang tidak memiliki sifat lembut, maka tidak akan mendapatkan kebaikan”.
Salah satu kisah lemah lembutnya Sang Baginda Nabi Muhammad Saw dalam memperlakukan tawanan juga bisa menjadi bukti bahwa islam tidak pernah mengajarkan paham radikalisme.
Bani Tsaqif adalah pelayan Bani ‘Uqail, lalu Bani Tsaqif menawan dua sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di sisi lain, sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawan seseorang dari bani ‘Uqail bersama dengan seekor untanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mendatanginya, saat itu si tawanan dalam keadaan terikat.
Tawanan itu berkata, “Wahai Muhammad!” Beliau menimpalinya, “Ada apa denganmu?” Laki-laki itu berkata, “Apa alasanmu menawanku? Dan apa alasanmu menawan unta pacuanku yang larinya cepat?” Beliau menjawab, “Itu aku lakukan sebagai pembalasan karena dosa sekutumu, Tsaqif!” Kemudian beliau beranjak pergi.
Laki-laki itu kembali menyeru beliau seraya mengatakan, “Wahai Muhammad, wahai Muhammad!” -Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang pengasih lagi santun- lalu beliau kembali menemuinya dan bersabda, “Apa keperluanmu?” Laki-laki itu menjawab, “Sekarang saya muslim.”
Beliau bersabda, “Sekiranya yang kamu katakan benar, sedangkan kamu dapat mengendalikan urusanmu, sungguh kamu akan mendapatkan segala keberuntungan.” Kemudian beliau beranjak pergi,
namun laki-laki itu menyerunya sambil berkata, “Wahai Muhammad, wahai Muhammad.” Beliau lalu menemuinya sambil bersabda, “Apa keperluanmu?” laki-laki itu berkata, “Aku lapar, berilah makan kepadaku, dan aku juga haus maka berilah aku minum!” Beliau bersabda: “Ini kebutuhanmu.” (HR. Muslim, Kitab an-Nadzar No.3107).
Justru saat ini, orang-orang yang berusaha menebarkan kedamaian dan keselamatan melalui dakwah dicap sebagai kaum radikal yang membawa ajaran radikalisme. Radikalisme dijadikan alat untuk menyerang siapa saja yang berusaha menghalang-halangi kepentingan barat melalui kaki tangannya yaitu rezim. Orang-orang dan ormas yang berseberangan dan kerap mengkritik kebijakan rezim akan dianggap sebagai hama yang harus segera diberantas karena dianggap membahayakan.
Jadi, radikalisme hanya akal-akalan barat untuk memframing ajaran islam dan menstigma negatif para pengemban dakwahnya, sehingga bila ada kaum muslim yang ingin mempelajari agamanya dan mengamalkannya menjadi ciut nyalinya bahkan takut dengan ajaran agamanya sendiri.
Wallahu'alam bishowab