SYARI'AT ISLAM HARGA MATI, TIDAK PERLU DIPERDEBATKAN LAGI

                     

Oleh : Ummu Aqeela


Khilafah, satu kata yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan panjang yang tak berujung di Indonesia. Pemahaman yang dianggap merongrong sistem politik demokrasi yang sedang berjalan di Indonesia ini benar-benar ditekan sebegitu hebatnya, dengan tujuan agar masyarakat tak satupun berani memikirkan apalagi memperjuangkannya. Masih segar dalam ingatan ketika Pemerintah membubarkan HTI pada 19 Juli 2017 lalu, dengan mencabut status badan hukum organisasi kemasyarakatannya. HTI dinilai tidak menjalankan asas, ciri dan sifat ormas yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas), yaitu "tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945". 


Saat ini hal yang serupa terjadi lagi, karena dicurigai memiliki kecendrungan untuk merongrong NKRI ormas FPI menjadi sasaran untuk diperkusi. Ketua Umum Front Pembela Islam, Sobri Lubis membantah kecurigaan sebagian kalangan bahwa organisasinya memiliki visi mendirikan negara khilafah di Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) organisasi itu. Dalam pasal 6 AD-ART FPI disebutkan: “Visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan syariat Islam secara kaaffah di bawah naungan khilaafah Islamiyah menurut Manhaj Nubuwwah, melalui pelaksanaan da’wah, penegakan hisbah dan pengamalan jihad. Sobri tak mengingkari teks AD-ART itu, tetapi visi yang ingin diperjuangkan bukanlah menentang pemerintahan yang sah, melainkan perjuangan konstitusional. ( Repelita 04/12/2019 )

Ketakutan, ya itulah yang sebenarnya melanda penguasa saat ini. Ketakutan akan terancamnya kekuasaan dan kepentingan mereka jika khilafah itu tegak berdiri di bumi ini. Karena sesungguhnya dalam lubuk hati mereka tahu bahwa seberapapun kuatnya mereka menghalangi kebangkitan Islam akan tetap terjadi, karena itu sudah janji Allah. Sistem sekulerisme dan liberalisme yang mereka anut saat ini hanyalah hadangan kecil dan cepat atau lambat akan hancur berganti dengan sistem Islami. 


Bagaimanapun juga aturan buatan manusia tidak layak dibandingkan dengan aturan dari Allah, pencipta kita. Karena setiap muslim sebagai hamba Allah sejatinya adalah seseorang yang dalam kehidupannya selalu berusaha menyelaraskan sikap, perilaku, dan pola pikirnya dengan aturan dan tuntunan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Tunduk dan patuh pada segala aturan hukum dalam syariat Islam yang telah diperintahkan oleh Allah merupakan sesuatu yang tidak boleh ada tawar-menawar. Dengan segala ketentuan tersebut, aturan hukum Allah harus berada di atas segalanya, dan hukum Allah tidak boleh dikalahkan oleh aturan/hukum manusia, apapun alasannya, kebebasan atau hak atasi manusia. Karena hak Allah tetap yang paling utama.


Hukum yang dibuat oleh manusia hanya berjalan saat manusia itu berkuasa. Jika manusia itu tidak lagi berkuasa, mungkin hukum itu sendiri menjadi pengkhianat bagi penguasa. Kita harus berpegang pada hukum yang pasti, yaitu hukum Allah, sedangkan hukum yang dibuat manusia tidak pasti. 

Allah berfirman: “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik “ (QS. Al-An’am [6] : 57).  Oleh karena itu, dalam Islam, kedaulatan berada di tangan Syara’, tidak seperti demokrasi yang menjadikan kedualatan berada di tangan rakyat.

Setiap manusia mempunyai pola pikir, kepentingan, perasaan, dan standar yang mungkin berbeda antara satu dengan yang lain. Hal ini dapat memicu adanya sejumlah intrik dan intervensi individu atau sekelompok untuk membuat sebuah aturan dan sistem yang melanggengkan kepentingan masing-masing dari mereka. Ditambah lagi, adanya “dukungan” sistem Kapitalisme. Sistem ini, yang berkuasa dan berjalan sekarang, menjadikan pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme) sebagai asas untuk membangun aturan-aturan serta kemanfaatan yang menjadi landasan dalam beraktivitas.


Di dalam sistem Islam, Negara diwajibkan menerapkan dan menegakkan hukum yang telah dibuat oleh Allah, bukan dibuat oleh rakyat. Dengan kata lain, segala yang menurut Syara’ haram, maka seluruh warga negara wajib meninggalkannya dan segala yang menurut Syara; wajib maka, wajib seluruh warga negara melaksanakannya. Pelanggaran terhadap ini akan diberikan sanksi langsung oleh negara (sesuai tuntunan syariat). Adapun masalah teknis dan pelaksanaan untuk kemaslahatan kehidupan individu, bermasyarakat serta bernegara, hal ini bisa dimusyawarahkan untuk kemudian dilegalisasikan jika dibutuhkan.


Untuk itu sesungguhnya tidak perlu ada perdebatan antara aturan buatan manusia dan aturan buatan Allah. Karena sudah pasti Allahlah yang paling benar dengan aturannya untuk umat manusia yang diciptakanNYA. Tinggal kita saja mau memperjuangkannya dengan penuh keyakinan, atau meragukannya dengan berbagai alasan.

Wallahu'alam bishowab












Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak