Staf Khusus Ala Presiden







Oleh: Sitti Nurlyanti Sanwar S.ST., MH.Kes 
Pegiat Sosial Media dan Member Akademik Menulis Kreatif


Presiden Joko Widodo telah mengumumkan 12 staf khusus untuk mendampinginya selama pemerintahan periode ke-2 tahun 2019-2024. Tujuh diantaranya adalah generasi milenial yang bertugas mengembangkan inovasi-inovasi di berbagai bidang. Staf khusus presiden tersebut terdiri dari berbagai latar belakang. Diantaranya entrepreneur, sociopreneur, endupreneur, serta aktivis sosial, pendidikan, filantropi dan ekonomi.

Pengangkatan staf khusus tersebut menuai pro dan kontra. Baik dari kalangan rakyat biasa sampai politikus. Sebab, ada aroma bagi-bagi kekuasaan atau politik akomodatif. Ditambah lagi gaji staf ke kepresidenan yang sangat besar. Jauh berbeda dengan gaji honorer yang sangat minim. Hal tersebut dilihat dari deretan nama-nama pengisi kursi staf khusus. Diantaranya Putri Indahsari Tanjung, politikus PDIP Arie Budiman dan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dini Shanti Purwono. 

Menurut Mucius, Jokowi hanya menyenangkan lingkaran oligarki yang telah berjasa memenangkan Jokowi 2 periode. Pemilihan staf khusus milenial tersebut pun bukan menunjukkan bahwa dia sosok milenial melainkan menutupi lingkaran oligarki di pemerintahan. Adanya staf khusus pun tidak dapat merubah apapun. Sebab, Jokowi dikelilingi oleh elit-elit politik yang masih miskin pengalaman di pemerintahan.


Hal serupa juga dikatakan oleh Fahri Hamza bahwa staf khusus hanyalah pajangan etalase. Sebaliknya, Surya Paloh mengatakan mereka seperti anak magang di dunia pemerintah. Hal tersebut perlu diapreasi agar bisa berdiskusi dengan presiden. Adanya staf khusus ini diatur dalam Pasal 17 dan 18 Peraturan Presiden Republik Indonesia Tahun 2012 (kompas.com/22/11/2019).


Oligarki Wajah Kelam Demokrasi 

Begitulah wajah kelam demokrasi kapitalis. Mengatur sesuai keinginan mereka. Menganggap pemerintahan negara milik pribadi, sehingga bebas membuat kebijakan. Seolah kiasan “tak ada makan siang gratis” membenarkan segalanya. Pembagian jabatan atau oligarki permainan yang sangat menyenangkan. Para sokongan pemerintah dan penguasa akan melakukan apapun untuk memuluskan niat busuk memiliki kekuatan dan kekuasaan. Sehingga dapat mengendalikan situasi politik dan ekonomi. Permainan ini akan terus terulang tiap rezim jika sistem demokrasi kapitalis terus menjadi pijakan.

Oligarki, bak mainan lama yang terus terulang. Penguasa tidak melihat lagi halal dan haram atas jabatan yang mereka dapatkan. Inilah akibat pemisahan antara kehidupan dan agama (sekularisme) yang telah mendarah daging di tubuh negeri ini.

Islam Mengatur Birokrasi

Berbeda dengan Islam, dalam mengatur pemerintahan tidak ada yang namanya oligarki sebagai imbalan jasa atas kemenangan menduduki jabatan. Sebaliknya, Rasulullah Saw. memberikan keteladanan dalam mengatur struktur negara. Negara Islam berdiri atas struktur sebagai berikut. Khalifah (kepala negara), Mu'awin Tafwidh (Pembantu Khalifah Bidang Pemerintahan), Mu'awin Tanfidz (Pembantu Khalifah Bidang Administrasi), Amirul Jihad (Panglima Perang), Wali (Pimpinan Daerah), Qadli (Hakim), Mashalih Daulah (Departemen), Majelis Umat (Lembaga Wakil Rakyat).

Dalil struktur adalah af'al (perbuatan) Rasulullah saw. Sebab, Beliau telah membangun struktur negara dengan bentuk dan model seperti ini. Nabi Saw. adalah kepala negara. Ketika itu, Beliau memerintahkan kepada kaum muslimin agar mengangkat kepala negara, yaitu ketika beliau memerintah mereka untuk mengangkat seorang khalifah dan imam. Tiap orang yang diamanahi amanat tersebut akan takut kepada Allah. Sebab ada iman di dada mereka dalam melaksanakan tugas. Sesuai syariat Islam bukan hawa nafsu untuk mendapatkan harta dan tahta. 

Dalam buku Ensiklopedi Muhammad Sebagai Negarawan dijelaskan, Rasulullah Saw adalah seorang kepala negara. Beliau ada untuk rakyatnya sepanjang waktu. Meskipun tidak ada departemen-departeman, seluruh tata administrasi diselenggarakan secara efisien dan efektif serta tidak ditunda-tunda. Instruksi diberikan kepada para gubernur, petugas pengumpul zakat, administrator, dan lainnya. 

Keadilan ditata sedemikan rupa sehingga kesemuanya diselenggarakan dengan jujur dan tidak berpihak. Menelusuri jejak keteladanan Rasulullah, ada beberapa hal yang ditekankan oleh Rasulullah untuk membangun birokrasi kuat dengan aparatur negara yang andal dan kompeten. Beberapa tuntunan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah tersebut antara lain sebagai berikut. 


Pertama, fit and proper test. Uji kelayakan dan kompetensi calon aparatur dan pejabat negara. Sebagai pemegang kebijakan kelak mutlak diperlukan sebelum mereka diberi kepercayaan dan amanat. Rasulullah melakukan tes dengan mengevaluasi standar pengetahuan dan keterampilan calon tersebut. Langkah ini dilakukan oleh Rasulullah tiap kali mengutus para gubernur ke wilayah-wilayah Islam.

Seperti yang berlaku pada Mu’adz bin Jabal ketika hendak diutus ke Yaman. Rasulullah bertanya kepadanya, dengan apakah kelak ia akan mengambil keputusan menghadapi kasus-kasus yang memerlukan kepastian hukum. Mu’adz menjawab, keputusannya kelak akan merujuk pada al Quran dan hadis Rasulullah serta ijtihad. Jawaban itu, mendapat apresiasi Rasulullah. 

Kedua, menyusun program kerja. Aparatur negara berkewajiban menyusun program kerja dengan target-target yang jelas. Melalui penyusunan itu maka keberhasilan kinerja aparatur negara bisa diukur. Program kerja yang disusun harus disusun dengan cermat, pelaksanaannya efektif, efesien, dan tepat waktu. Pelayanan dan kepuasan warga negara menjadi prioritas utama. Hal ini mengingat, para aparatur negara tak lain, dalam pandangan Islam, ialah para abdi masyarakat.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah menginstruksikan seluruh gubernur, administrator, penghimpun zakat, pemimpin negara, dan tokoh agama. Agar memberikan jawaban dan pelayanan bagi warga. Baik yang berkenaan dengan masalah keagamaan atau kenegaraan. Paling lambat tiga hari sejak permohonan pelayanan itu diajukan oleh masyarakat. 

Ketiga, dokumentasi. Penguatan arsip dan dokumentasi. Kedua hal itu adalah perkara mendasar dalam birokrasi pemerintahan. Termasuk juga diberbagai instansi swasta atau serikat sekecil apapun. 

Keimanan modal pertama individu untuk menciptakan birokrasi yang bersih. Adanya keyakinan segala aktivitas akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak. Menjadi konsekuensi bagi siapapun penyelenggara negara. Baik penguasa maupun pejabat birokrasi dalam menjalankan tugasnya. Pejabat yang benar-benar beriman kepada Allah tidak akan mudah untuk melakukan korupsi, menerima suap, mencuri, dan berkhianat terhadap rakyatnya. Sebab, ia yakin bahwa Allah senantiasa mengawasinya dan kelak pada hari akhir pasti akan dimintakan pertanggungjawaban. Sebaliknya, sifat jujur, amanah, adil, dan penuh tanggung jawab akan sangat sulit lahir dari orang yang lemah aspek keimanannya.

Islam telah mampu menjadi solusi efektif menciptakan pemerintahan yang bersih dan baik. Kaum muslimin masa lalu menjadikan syariat Islam sebagai aturan kehidupan pemerintahan dan kemasyarakatan. Dengan syariat Islam itulah mereka bangun pemerintahan yang bersih dan baik. Sekaligus mencetak aparatur pemerintahan yang taat.

Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak