Solusi Praktis ala Kartu Pra Kerja, Mungkinkah Rakyat Sejahtera?



Oleh Mardina, S.Pd

Presiden Joko Widodo ( Jokowi) akan merealisasikan pembagian kartu Pra Kerja kepada masyarakat pada Maret 2020(surya.co.id/30/11/2019). Sebuah wacana yang selama ini dipertanyakan oleh masyarakat terkhusus bagi para pengangguran yang bergelar sarjana maupun korban PHK. Hal itu terjadi, karena semenjak dilantiknya Presiden Jokowi serta Kabinet Indonesia Maju (KIM) wacana tersebut hampir tak pernah didengar lagi. Sebaliknya wacana Deradikalisasi terus digencarkan dengan dalih mencegah terjadinya radikalisme dan terorisme yang secara tidak langsung membidik simbol-simbol islam dan ajaran islam.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Muhadjir Effendy ketika ditemui di Universitas Muhammadiyah Malang, Sabtu (30/11/2019), mengatakan, kartu Pra Kerja dibagikan kepada para pengantin baru yang masuk kategori miskin. Ia menjelaskan pemberian Kartu Pra Kerja kepada para pengantin baru ini masuk kedalam program sertifikasi nikah (surya.co.id/30/11/2019). Selain pasangan pengantin baru, kartu Pra Kerja juga peruntukkan kepada korban PHK serta para pencari kerja lainnya dengan syarat-syarat yang tidak mudah dipenuhi oleh jutaan pengangguran yang ada.
Kebijakan tersebut mungkin untuk sebagian masyarakat disambut dengan senyum lebar, terlebih angka yang digodok untuk wacana tersebut tidaklah sedikit yaitu sekitar Rp 3,650 juta sampai Rp 7,650 juta. Namun apakah angka tersebut mampu terealisasikan dengan sempurna kepada para penerima kartu Pra Kerja atau justru bernasib sama seperti kartu-kartu sakti lainnya yg justru banyak salah sasaran alias tidak tepat guna. 
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di indonesia naik 50 ribu orang per Agustus 2019. Alhasil dengan kenaikan tersebut, jumlah pengangguran meningkat dari 7 juta orang pada Agustus 2018 lalu menjadi 7,05 juta orang. Angka yang tidak sedikit untuk negara yang kaya dengan sumber daya alam tapi dipenuhi dengan para pencari kerja yang tidak harus menggantungkan masa depannya kemana. Ironis memang, permasalahan pengangguran dan kemiskinan sampai saat ini seakan menjadi identic bagi bangsa ini. 
Kartu prakerja jika dipandang untuk memperbaiki perekonomian rakyat sejatinya belum tepat, karena yg pasti hanya sebagian atau segelintir orang saja yg merasakannya. Pada dasarnya Yg dibutuhkan oleh rakyat adalah terbukanya lapangan kerja bukan bagi-bagi kartu prakerja yang sifatnya sementara.  Pemerintah juga perlu mengkondusifkan iklim usaha bagi pribumi, bukan malah dikuasai tenaga kerja asing. Keseriusan untuk membenahi fundamental ekonomi juga sangat diperlukan, bukan hanya sekedar pelatihan dan tunjangan pra kerja yg hanya mungkin diakses oleh segelintir calon tenaga kerja.
Jauh sebelum adanya kartu Pra Kerja dan solusi praktis lainnya. Islam sebagai agama yang rahmatan lil aalamiin yang juga sebuah ideologi yg melahirkan peraturan sudah mempunyai solusi dalam hal kesejahteraan negara maupun rakyat baik muslim maupun non-muslim. Hal itu terbukti selama 13 abad lamanya islam berhasil mengelola kekayaan negerinya dengan baik. 
Sebagaimana diriwayatkan oleh Ubaid, bahwa Gubernur Baghdad Yazid bin Abdurahman mengirim surat tentang melimpahnya dana zakat di Baitulmaal karena sudah tidak ada lagi orang yang mau menerima zakat. Satu kondisi yang berbeda dengan negeri kita dimana orang berebut hanya untuk menerima zakat, meski nyawa taruhannya. Mindset dan izzah prilaku muslim yang perlu menjadi perhatian bersama antara muzaki dan mustahik. Lalu Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk memberikan upah kepada orang yang biasa menerima upah. Lalu  Yazid menjawab:”sudah diberikan namun dana zakat masih berlimpah di Baitulmaal”. Umar mengintruksikan kembali untuk memberikan kepada orang yang berhutang dan tidak boros. Yazid berkata:”kami sudah bayarkan hutang-hutang mereka namun dana zakat masih berlimpah”. Lalu Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk menikahkan orang yang lajang dan membayarkan maharnya. Namun hal itu dijawab oleh Yazid dengan jawaban yang sama bahwa dana zakat di Baitul  Maal masih berlimpah. Pada akhirnya Umar bin Abdul memerintahkan  Yazid bin Abdurahman untuk mencari orang yang usaha dan membutuhkan modal, lalu memberikan modal tersebut tanpa harus mengembalikannya.
Kondisi semacam itu terjadi ketika islam menjadi sebuah aturan bukan hanya symbol dalam beragama. Islam memerintahkan negara menjamin ketersediaannya kerja dan kemampuan bekerja bagi setiap laki-laki yang wajib bekerja. Islam melarang negara dengan kebijakan yang berorientasi pencitaraan ala rezim oligarki saat ini. Namun hal tersebut mustahil bisa terlaksana jika aturan yang dipakai adalah aturan manusia. Wallahu’alam bisshowab….



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak