Yusra Ummu Izzah
(Pendidik Generasi)
Menteri Agama Fachrul Razi kembali mengeluarkan peraturan yang memicu polemik. Kali ini terkait dengan keharusan Majelis Taklim terdaftar di Kementerian Agama. Kebijakan itu tertuang dalam pasal 6 ayat (1) PMA 29/2019 yang diteken pada 13 Nov 2019.
Terdaftarnya sebuah Majelis Taklim akan memudahkan Kementerian agama melakukan pembinaan.
“Termasuk pemberian bantuan pemerintah, baik melalui APBN maupun APBD. Peraturan Menteri Agama ini bisa dijadikan dasar atau paying hukum,” kata Juraidi – Direktur penerangan Agama Islam Ditzen Bimas Islam kementrian Agama. (JawaPos.com, 01/02/2019)
Hal senada juga telah disampaikan oleh Menag Fachrul Razi usai menghadiri rapat senat terbuka Dies Natalis ke – 53 UIN Imam Bonjol di Padang, Jum’at (29/11/2019). “Supaya kita bisa kasih bantuan ke Majelis Taklim. Kalau tidak ada dasarnya nanti kita tidak bisa kasih bantuan.
Ada Udang di Balik Batu?
Menanggapi alasan tersebut, Ustadzah Asma Amnina seorang tokoh Mubalighah dan pengamat politik, mengatakan niat baik tersebut tetap tidak bisa menutupi tujuan sesungguhnya, yang notabene terbaca oleh masyarakat, yakni untuk mengontrol dan mengawasi umat Islam dalam berkumpul dan belajar.
“Padahal Undang-undang memberi jaminan bagi warga negaranya untuk berserikat dan berkumpul, “ujar ustazah Asma. (muslimahnews,3/12/2019)
Pemerintah, seolah mencurigai umat Islam yang menjadi mayoritas penduduk negri ini dan berupaya membangun “framing” bahwa ada dari ajaran Islam yang mengancam negeri ini.
Hal ini jelas menyakitkan. Sebab, persoalan di negeri ini yang begitu banyak menzalimi rakyat nyata-nyata bukan karena diterapkannya ajaran Islam. Sebaliknya, ini karena pemerintah gagal mengurusi rakyatnya melalui berbagai peraturan yang bersumber pada sekularisme.
Wapres Ma’ruf Amin bahkan terang-terangan buka kartu seolah mengkonfirmasi pernyataan ustazah Asma. Dilansir dari (tempo.com, 02/12/ 2019), Ma’aruf menjelaskan tujuan Kementerian Agama mengharuskan Majelis Taklim terdaftar adalah untuk mendeteksi radikalisme.
“ Untuk data saya kira perlu, jangan sampai ada majelis yang menjadi sumber persoalan, tahu-tahu mengembangkan radikalisme.” kata Ma’ruf di hotel Kempinski Jakarta.(02/12/2019)
Pengakuan jujur yang dinyatakan oleh Wapres Ma’ruf Amin untuk mendeteksi radikalisme benar-benar melukai nurani umat. Dengan sadar ia telah menuduh ajaran Islam berbahaya sehingga harus diawasi. Pengakuan sadar yang mendeskreditkan ajaran Islam dan simbol-simbol Islam ini bukan pertama kali dilakukan oleh Ma’ruf Amin dan mereka-mereka yang mengaku muslim tetapi menganggap ajaran Islam berbahaya dan mengancam NKRI.
Masih lekat dalam ingatan umat bagaimana Wakil Presiden juga mengatakan masih banyak sekolah-sekolah yang menyampaikan ajaran Islam yang mengarah pada radikalisme. Sedihnya lagi ia memperkirakan banyak sekolah PAUD terpapar ajaran radikalisme. (Indopolitika.com, 2 Desember 2019)
Amat miris. Entah apa yang mengubah seorang mantan Ketua Umum MUI pasca berada dalam lingkaran kekuasaan. Tak salah kiranya bila sebagian umat bertanya ada apa dengan Pak Kiai?"
Tidakkah Bapak menyadari di dalam Islam, pendidikan usia dini berawal dari keluarga dengan ibu sebagai Madrasatul ula (sekolah pertama dengan guru utama dan pertamanya adalah ibu)?
Karenanya jika orang tua ingin generasinya baik dan sholih maka orang tua harus menjadi teladan yang baik dan sholih. Tambahan lagi, karena anak banyak belajar dari lingkungan yang terdekatnya. Daya rekamnya sangat kuat apa yang ia indera akan cepat sekali ditiru.
Apa jadinya jika keluarga muslim abai terhadap pendidikan agama? Bagaimana mungkin ibu dapat memberikan teladan yang baik, kalau ibunya merasa was-was bahkan takut ikut kegiatan Majelis Taklim untuk mengkaji Islam yang kaffah. Karena Majelis Taklimnya telah terdaftar dan diawasi.
Apa jadinya jika keluarga muslim terutama ibu sebagai pendidik generasi tidak memahami jati diri dan agamanya.
Parahnya lagi bahkan ada ibu dan generasi fobia terhadap agamanya sendiri. Apakah ini yang diinginkan pemerintah, mengajak umat fobia Islam? Naudzubillah!
Allah swt. berfirman,
“ Kalau Kami menghendaki, niscaya Kami menunjukkan mereka kepadamu (Muhammad) sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan engkau benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui segala perbuatanmu.” (TQS Muhammad {47} : 30)
Imam Abu Manshur Al-Maturudi, menjelaskan sikap demikian itu hanyalah penampakan hakikat yang ada didalam hati. Boleh jadi begitulah, Allah SWT berkehendak menyingkap jati diri kemunafikan yang terselubung.
Fobia Islam? No Way!
Sebagai seorang muslim, wajib meyakini bahwa Islam adalah agama yang membawa solusi dan rahmat bagi seluruh alam. Semua ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran dan As sunnah. Datang dari Sang Pencipta yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Mustahil Allah zalim akan seluruh makhluk ciptaan-Nya.
Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi seorang muslim untuk meyakini kebenarannya dan turut andil dalam medakwahkannya. Semata agar syariat dapat diterapkan secara kaffah dalam kehidupan. Sebab hanya itu syarat agar Islam rahmatan lil alamin. Bukan malah takut untuk taat pada syariat.
Walhasil umat Islam wajib menolak peraturan pemerintah yang rawan menjadi alat untuk mengawasi dan mencurigai ajaran Islam yang mulia ini. juga wajib menolak segala kezaliman yang bertolak belakang dengan syariah.
Allah SWT berfirman,
“Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hal dia diajak kepada Islam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (TQS Ash- shaff : 8)
Wallahu a’lam bishshowwab.