Seekor Ayam untuk Stunting, Solusikah?



Oleh: Suliati
Berbagai masalah terus membanjiri negeri. Seakan tak ada ujung. Salah satunya, Stunting. Semakin hari kian meningkat dan mengkhawatirkan. Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek menyampaikan angka stunting pada tahun 2019 turun menjadi 27,67 persen. Meski demikian, WHO masih mengategorikan Indonesia sebagai Negara darurat gizi buruk. Sebab ambang batas toleransi stunting yang ditetapkan WHO adalah 20% dari jumlah keseluruhan balita.

Problem ini dijawab oleh kepala staf kepresidenan dengan menyerukan gerakan nasional satu ekor ayam untuk satu keluarga.
"Perlu setiap rumah ada (memelihara) ayam, sehingga telurnya itu bisa untuk anak-anaknya," kata beliau.

Pernyataan ini kemudian diaminkan oleh berbagai pihak seperti Menteri perdagangan Agus Suparmanto, Menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo dan lainnya. Dukungan dari berbagai pihak dari jajaran pemerintahan seakan menunjukkan usulan ini merupakan solusi yang tepat. Namun, benarkah demikian?

Sebab jika melihat permasalahan, kemudian disandingkan dengan solusi yang ditawarkan, masihlah jauh panggang dari api. Bagaimana tidak, ini hanya menampakkan sebagai ketidakpahaman dalam masalah urusan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dari dasar apa dan teori mana telur yg dihasilkan seekor ayam bisa mencegah atau mengatasi masalah stunting. 

Inilah gambaran akan penerapan sistem kapitalis masa ini.
Negara yang lepas tangan (regulator) atas kebutuhan pangan, kesehatan, keamanan dan seluruh kebutuhan lainnya.

Di sisi lain, rakyat dimiskinkan secara sistematis. Dimana sumber kekayaan umat dikeruk oleh para kapitalis. Air, emas, minyak, batubara dan SDA menjadi contoh yang terang benderang. Maka, rakyat harus menanggung semua beban hidup dengan harga mahal, ditambah beban pajak yang dipaksakan. 

Negara dengan mindset kapitalis juga tidak menjamin kehalalan dan kualitas makanan yang beredar di masyarakat. Semua makanan yang masuk dan beredar sangat jauh dari jaminan nutrisi dan keamanan. Baik dari kemasan, zat pewarna, pengawet, perasa yang disinyalir berbahan kimia yang berbahaya. Ini justru membahayakan bagi tumbuh kembang dan kesehatan anak. Sehingga akan banyak dari mereka yang makan sampai kenyang namun kebutuhan akan tubuh tidak terpenuhi.  Mirisnya, bibit-bibit penyakit menjangkit.  Lebih mengkhawatirkan lagi, serangan  berbagai produk impor makanan dari negara-negara non muslim membanjir.
 
Ini adalah efek dari para kapitalis yang hanya mementingkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan  dampak buruknya bagi konsumen. Lagi-lagi rakyat menjadi tumbal atas seluruh penerapan sistem kapitalis ini.

Islam sebagai agama yang sempurna memiliki seperangkat kehidupan.  Dimana ridho Allah sebagai asasnya. Maka, Aturan yang diterapkan adalah aturan yang bersumber dari Allah Sang Pencipta Alam. Itulah Islam sebagai petunjuk, pembimbing dan penjaga kehidupan manusia. 

Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Islam hadir bukan hanya sebagai pembeda namun juga membawa petunjuk dan solusi atas seluruh persoalan hidup manusia. Wajar kehidupan di dalam Islam akan menyejahtrakan dan memuliakan. Sebagaimana thobi'inya, Islam rahmatan lil'alamin. 

Rasul telah mencontohkan saat pergi ke pasar. Beliau memeriksa salah satu penjual buah.  Ternyata ia melakukan kecurangan. Ia meletakkan buah yang bagus diatas buah yang hampir busuk. Kemudian ditetapkan petugas Qadhi Hisbah di pasar untuk menyelesaikan kecurangan tersebut. 

Begitu pula pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Beliau memberikan subsidi kepada ibu hamil dan anak-anak.

Dengan demikian, Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warganegara. Individu per individu. Baik kebutuhan akan sandang, pangan dan papan termasuk kesehatan, pendidikan dan keamanan. 

SDM tidak boleh diswastanisasi apalagi di kuasai asing, sebab SDA harus dikelola oleh negara dan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat. “Al-muslimûna syurakâ`un fî tsalâtsin: fî al-kalâ`i wa al-mâ`i wa an-nâri”
Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

SDM dan kekayaan alam negara harus dikelola negara. Hasilnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan warga negara baik muslim maupun non muslim. 

Dengan demikian maka, berbagai masalah negeri termasuk stuntingpun akan dapat terselesaikan dan tertuntaskan. Wallahu'alam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak