Sarjana Jadi Intelektual atau Tukang Korup?



Oleh : Aisyah Al-Insyirah

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD menyebutkan, dunia perguruan tinggi (PT) sedang menjadi “terdakwa” dari kekacauan tata kelola pemerintahan dan munculnya korupsi di mana-mana. Hal itu dikemukakan Mahfud MD, saat menyampaikan stadium generale pada acara wisuda 750 sarjana dan magister Universitas Islam Kadiri, di Kediri, Jawa Timur, Sabtu, 21 Desember 2019 (Sumber : https://www.vivanews.com/mahfud-md-jadilah-sarjana-intelektual-bukan-sarjana-tukang). 


Pengertian korupsi ialah menyalahgunakan atau menggelapkan uang/harta kekayaan umum (negara,rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi biasanya dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan pemerintah. Dalam istilah politik Bahasa arab, korupsi sering disebut “al-fasad atau riswah”.
Pengertian Intelektual adalah cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, (yang) mempunyai kecerdasan tinggi; cendekiawan, totalitas pengertian atau kesadaran, terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman (Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia). 
Dari fakta yang terjadi di atas bahwasanya mengapa ada orang yang berpendidikan tinggi justru menyalahgunakan keahliannya dalam bidang tertentu demi mengeruk materi secara instan. Sungguh memprihatinkan karena kaum intelektual ini merupakan kaum yang di pandang mempunyai posisi tinggi di mata masyarakat. 
Mahfud MD memberikan arahan agar lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia bisa menjadi kaum intelektual masyarakat yang kaya ilmu dan wawasan. Hanya saja, faktanya system kapitalis saat ini mencetak mental para pekerja, bukan pencetak ulul albab. 
Alloh memotivasi para hambanya, agar mereka menggunakan pikiran dan akal mereka untuk merenungkan hukum-hukumnya, kemaslahatan hukum yang menunjukkan kesempurnaan-Nya, kesempurnaan hikmah-Nya dan memunculkan-Nya, kebenaran dan Rahmat-Nya yang luas. Dan orang yang memiliki kedudukan semacam ini, dia berhak mendapatkan pujian dan memiliki pemilik al-Albab. (Tafsir as-Sa'di, hlm. 84).

Kata ulul Albab atau Ulil Albab disebutkan oleh Allah sebanyak 16 kali dalam al-Qur'an. Dan jika kita dapat menggunakan kata ini dalam al-Qur'an, kita bisa menyimpulkan, hakekat ulul albab adalah orang yang menggunakan akalnya untuk mencari siapakah Alloh, bagaimana keagungan-Nya, bagaimana memperbaharui-Nya, memperbaiki-Nya, dengan melihat ayat-ayat Alloh. Baik ayat kauniyah (ciptaan-Nya) maupun ayat Syar'iyah (hukum Allah). Sehingga seorang manusia akan lebih menghargai dan taat kepada Robb - Nya. 

Sementara orang yang menggunakan logikanya untuk mengakali syariat, yang membuat dia semakin jauh dari aturan, semakin liberal, mereka bukan ulul albab. Karena ada yang cacat pada logikanya. 

Sistem kapitalisme telah membuktikan bahwa para sarjana yang dikenal dengan kaum intelektual merupakan kaum yang di cetak hanya menjadi pekerja buruh buktinya kurikulum pembelajaran pendidikan  yang diberikan bukan berasal islam tapi kurikulum berbasis karakter yang belum jelas hasil dan tujuannya yang dicapai apa. 

Dengan Islam mahasiswa atau sarjana akan beraqidah islam yakni takut kepada Alloh apabila melanggar perintah-Nya dan menjauhi atas larangan-larangan-Nya. Dengan Islam seorang sarjana akan ber-syakhsiyah Islami punya kepribadian yang jujur, dapat dipercaya, dan melaksanakan amanah bukan bermental koruptor. 

Hanya Islam yang bisa memberikan solusi tuntas akan permasalahan tersebut. Bukan sistem rusak yang merusak generasi yang justru di langgengkan aturannya. 
Wallohu Alam bishowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak