Oleh : Isti Qomariyah, S.Pd.
Pegiat Sahabat Qur'anic Probolinggo, Member Akdemi Menulis Kreatif
Sejarah persatuan atau ukhuwah Islamiyyah dunia terulang kembali. Jutaan kaum muslim melaksanakan kegiatan reuni 212 yang diselenggarakan sejak tahun 2016-2019. Bagi mereka yang dalam pikirannya hanya ada uang dan makanan, akan berpikir bahwa aksi tersebut digerakkan oleh para pemilik modal atau dengan suap. Padahal faktanya ada yang menabung sampai berbulan-bulan, ada yang menjual barang berharganya, ada yang naik sepeda sampai ke Monas demi mengikuti acara reuni PA 212. Bahkan ada yang naik kapal dengan Medan yang penuh resiko
Ada yang menarik dari reuni 212 yang diselenggarakan tahun ini, yaitu banyaknya peserta yang berkuda. Selama ini aksi 212 selalu membawa simbol Islam, Al Liwa dan Ar Roya di kibarkan, gerakan ini jelas bukan gerakan asal-asalan, ada dorongan keimanan yang menggerakkan mereka.
Ada yang beranggapan bahwa ini adalah gerakan politik, padahal jika dilihat tidak ada satupun partai politik yang bisa mengumpulkan jutaan massa. Segala nyinyiran itu mereka lontarkan untuk memadamkan semangat umat Islam yang hadir dalam acara reuni 212.
Aksi 212 tak hanya kerumunan belaka. Kelanjutan aksi ini di bidang ekonomi adalah dibukanya Mart 212. Aksi 212 ini memberi hidayah bagi umat bahwa sekarang adalah saatnya bergerak, bukan hanya diam melihat kezaliman.
Didalam kegiatan aksi 212 bukan hanya gerakan tauhid saja. Gerakan sosial pun ada disana, mulai dari senyum panitia, sedekah para peserta baik hanya berbagi permen, nasi, dan saling menebar salam penuh damai.
Aksi 212 ini menunjukkan kekuatan yang besar dari kaum muslim. Hendaknya kekuatan yang besar ini bisa diarahkan untuk kebangkitan hakiki, yaitu ditandai meningkatnya taraf berpikir dan kesadaran umat.
Apakah salah jika aksi 212 ini dikatakan gerakan politik?. Aksi 212 tak hanya kerumunan belaka. Kelanjutan aksi ini di bidang ekonomi adalah dibukanya Mart 212. Aksi 212 ini memberi hidayah bagi umat bahwa sekarang adalah saatnya bergerak, bukan hanya diam melihat kezaliman.
Didalam kegiatan aksi 212 bukan hanya gerakan tauhid saja. Gerakan sosial pun ada disana, mulai dari senyum panitia, sedekah para peserta baik hanya berbagi permen, nasi, dan saling menebar salam penuh damai.
Aksi 212 ini menunjukkan kekuatan yang besar dari kaum muslim. Hendaknya kekuatan yang besar ini bisa diarahkan untuk kebangkitan hakiki, yaitu ditandai meningkatnya taraf berpikir dan kesadaran umat.
Apakah salah jika aksi 212 ini dikatakan gerakan politik?
Sesungguhnya yang menjadi problem di negeri yang mayoritas Islam ini adalah masalah kepemimpinan. Maka sudah sewajarnya gerakan politiknya adalah pergantian pemimpin, meskipun momentumnya k sudah lewat.
Islam sangat memperhatikan masalah kepemimpinan. Karena keputusan pemimpin itu akan mempengaruhi banyak umat maka permasalahan tak hanya kepada kepemimpinan nya kepemimpinannya) namun juga sistem yang diterapkan oleh pemimpin tersebut. Maka yang harus dipikirkan adalah perubahan yang sifatnya sistemik (Taghyir) yakni menuju penerapan sistem Islam secara Kaffah.