Oleh : Atina Sofiani
(Aktivis Muslimah)
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan. Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidak-stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.
Lagi dan lagi masalah pangan nasional menjadi sorotan hingga kini tidak berujung pada solusi yang tepat. Seperti yang diketahui pangan menjadi suatu hal yang sangat penting bahkan utama yang harus dituntaskan dengan baik. Jangan sampai masalah pangan menjadi masalah yang berkepanjangan bagi indonesia tanpa adanya solusi yang pasti.
Satu dari beberapa artikel membuat publik melotot. Pasalnya pembuangan beras kadaluarsa 2.000 ton menjadi suatu yang kian memanas saat ini. Dilansir dari CNN Indonesia Perum Bulog menyatakan akan membuang 20 ribu ton cadangan beras pemerintah yang ada di gudang mereka. Nilai beras tersebut mencapai Rp160 miliar. Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan pemusnahan dilakukan karena usia penyimpanan beras tersebut sudah melebihi 1 tahun. Data yang dimilikinya, saat ini cadangan beras di gudang Bulog mencapai 2,3 juta ton.
Sekitar 100 ribu ton di antaranya sudah disimpan dia atas empat bulan. Sementara itu 20 ribu lainnya usia penyimpanannya sudah melebihi 1 tahun.
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), beras yang usia penyimpanannya sudah melampaui batas waktu simpan paling sedikit empat bulan atau berpotensi dan atau mengalami penurunan mutu. Karena itulah, beras harus dibuang atau dimusnahkan. (cnnindonesia.com)
Negara Korporasi Tidak Bisa Memenuhi Kebutuhan Rakyat
Bagaikan disambar petir tengah hari bolong, publik dikejutkan dengan problem pangan nasional rencana pembuangan 2- ribu ton beras Bulog yang ‘kadaluarsa’. Bukan hanya 1 kg atau 2 kg beras yang akan dibuang oleh pasar bulog tapi 2.000 ton beras siap tergeletak tidak berdaya menjadi sampah yang tidak ada nilainya. Bayangkan saja nilai dari 2.000 ton beras sekitar Rp. 160 miliar. Sedangkan harga beras setiap tahun mengalami peningkatan dan butuh uang yang lebih dari cukup untuk memenuhi perut rakyat dengan beberapa kg beras.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengusulkan kenaikan Harga Pembelian Beras (HPB) dari Rp9.583 per Kilogram (Kg) menjadi Rp10.742 per Kg pada 2020. Usulan kenaikan harga dilakukan, mengingat harga lama jauh di bawah harga pasaran. (cnnindonesia.com)
Kenapa hal itu bisa terjadi? Bagaimana mekanisme penyalurannya hingga ada beras lama yang tidak terdistribusi ke rakyat? Belum selesai masalah pendistribusian beras ke rakyat dengan baik timbul lagi masalah baru. Internal Bulog menghadapi masalah serius akibat tidak sejalannya agenda impor kementrian perdagangan dan target bulog utk meningkapan serapan/pembelian dari petani sehingga bisa mengurangi impor.
Problem kartel pangan juga masih belum bisa diselesaikan yang berakibat semakin sulitnya rakyat luas menjangkau pangan berkualitas karena harga nya yang tinggi. Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan saat ini pasar pangan di Indonesia hampir 100% dikuasai oleh kegiatan kartel atau monopoli. Hal itu tentu merugikan masyarakat. Produk-produk pangan Bulog saat ini hanya mengusai pasar sebesar 6%. Sedangkan sisanya 94% dikuasai oleh kartel tanpa adanya sinergi, perdagangan di pasar akan menjadi luar dan bebas. Sehingga akhir-akhirnya masyarakat yang bisa dirugikan.
Semua ini melengkapi bukti bahwa Negara korporasi lebih melindungi kepentingan pebisnis dibanding menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya suatu solusi, bukankah menyebabkan problem atau masalah yang tidak berujung. Hal ini akan terus terjadi dengan diembannya sistem kapitalis di negara +62 ini, karena pada akhirnya perlindungan atas kepentingan kaum kapitalis akan lebih diutamakan dari pada mayoritas rakyat yang berujung kepada penderitaan rakyat.
Islam Memenuhi Kebutuhan Rakyat Bukan Pembisnis
Negara Islam, minimal mempunyai empat sumber ekonomi, yiatu pertanian, perdagangan, jasa, dan industri.
Pertanian berbasis pada pengelolaan lahan pertanian, di mana tanah-tanah pertanian yang ada harus dikelola dengan baik dan maksimal untuk memenuhi hajat hidup rakyat. Ini yang dikenal dengan kebijakan intensifikasi. Jika kurang, negara bisa mendorong masyarakat menghidupkan tanah-tanah mati, sebagai hak milik mereka, atau dengan memberikan insentif berupa modal, dan sebagainya. Ini yang dikenal dengan kebijakan ekstensifikasi. Dengan dua kebijakan ini, negara akan mampu memenuhi kebutuhan pangan di dalam negerinya.
Ditopang dengan perdagangan yang sehat, tidak ada monopoli, kartel, mafia, penipuan dan riba yang memang diharamkan dalam Islam, maka hasil pertanian akan terjaga. Produktivitas tetap tinggi, pada saat yang sama, harga terjangkau, sehingga negara bisa swasembada pangan.
Negara Islam menjaga daya beli masyarakat tetap tinggi dan kompetitif, dengan kebijakan moneter yang hanya menggunakan standar emas dan perak, sehingga inflasi nol persen. Negara juga memastikan mekanisme pasar berjalan dengan baik dan benar, ketika kondisi supplay and demand sehat. Dengan memastikan permintaan dan penawaran barang maupun jasa di pasar berjalan dengan baik dan benar. Selain mengharamkan penimbunan, mafia, kartel, penipuan, riba, negara juga tidak boleh menetapkan harga barang, dan upah jasa.
Semuanya ini untuk menjamin stabilitas daya beli dan daya guna masyarakat terhadap barang dan jasa. Dengan begitu, produktivitas, pemanfaatan, dan distribusi barang dan jasa di tengah masyarakat bisa tetap dipertahankan pada level yang tinggi dan kompetitif. Karena semua warga negara mempunyai hak dan akses yang sama.
Begitulah Islam memenuhi kebutuhan umatnya tanpa mendahulukan kepentingan pebisnis yang jelas-jelas merugikan umat. Karena menurut Islam, umat merupakan sesuatu yang lebih diutamakan daripada kaum pebisnis yang sudah jelas-jelas hanya mengutamakan uang dan kekuasaan.
Tags
Opini