Oleh: Andriyani
Penggiat Literasi
Publik kembali dikejutkan dengan rencana pembuangan beras bulog yang sudah kadaluwarsa .Miris memang, ditengah krisis kelaparan yang melanda negeri ini pemerintah harus membuang beras sebanyak 20 ribu ton yang jika diperkirakan jumlahnya mencapai Rp 160 miliar,usia penyimpanannya telah melebihi satu tahun. Sangat disayangkan hal ini bisa terjadi padahal pos penyedian bera ssudah tersebar 2,24 ton diseluruh gudang bulog di Indonesia namun, pembuangan beras yang kadaluwarsa ini menjadi beban kerugian yang harus ditanggung bulog(dilansirwww.ccn.com 29/11/19).
Dalam Peraturan Menteri Petanian (Pemerintah) nomor 38 tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), beras yang usia penyimpanannya sudah melampaui batas waktu peyimpanan paling sedikit empat bulan atau berpontensi mengalami penurunan mutu, karena itu beras bisa dibuang atau dimusnahkan. Maka sangat tidak pantas dan harus dipertanyakan, mengapa pembuangan beras kadaluwarsa ini dilakukan padahal standarisasi peraturan pemerintah tidak sejalan dari pengelolaan cadangan beras pemerintah. Bukan hanya masalah kadaluwarsa beras, kenaikan harga beras bulog pun akan terjadi ditahun 2020, dari Rp9.538 menjadi Rp10.742 per Kg. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Direktur Utama Perum Budi Waseso mengusulkan kenaikan Harga Pembelian Beras (HPB) mengingat harga lama sangat jauh dari harga pasaran (dilansirwww.ccn.com 21/11/19).
Indonesia adalah negeri agraris. Kebutuhan pangan masyarakatnya sangat mudah diperoleh tanpa repot-repot memberlakukan impor beras dankebutuhan pokok lainnya. Tetapi, kebijakan pemerintah berkata lain. Pemerintah malah cenderung membuka peluang impor. Akibatnya masyarakat harus gigit jari dengan naiknya harga kebutuhan pangan, hal ini dikarenakan harga penjualan pangan disesuaikan dengan kebutuhan harga pasar.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Mencermati realita ini, Nampak bahwa terjadi kegagalan dalam Pengelolaan pangan dalam menyediakan kebutuhan pokok masyarakat. Dilihat dari hasil pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) setidaknya ada 11 kesalahan impor pangan sejak 2015 sampai semester 1 2017. Dalam hal impor beras, penerbitan persetujuan Impor (PI) beras sebanyak 70.195 ton dengan realisasi sebanyak 36.347 ton ternyata tidak memenuhi syarat, melampaui batas, dan bernomor ganda.Hal ini menandakan bagaimana peraturan birokrasi kementerian perdagangan lalai dalam hal pemberian persetujuan impor.
Bukan hanya itu, adanya para kapitali dalam tata kelola bulog, menjadikan pengelolaan komoditi beras bukan menjadi kepentingan rakyat, namun berubah fungsi menjadi kepentingan para korporat bahkan berpeluang terciptanya mafia pangan dari kelompok elit politik tertentu.
Hal ini membuktikan sistem kapitalis-demokrasi menjadikan pejabat negara dengan entengnya mempermainkan sistem pengelolaan beras nasional dengan mengorbankan hajat hidup orang banyak demi menebalkan kantong pribadi mereka. Ditambah lagi dengan kualitas perekrutan posisi untuk menduduki lembaga-lembaga pemerintahan yang ada, bukan dari latar belakang yang ahli dibidangnya dalam pengelolaan pangan tersebut. Sehingga berdampak pada kekacuan dalam mekanisme tata kelola bulog, dalam hal impor beras misalnya memberikan dampak melebihnya kapasitas beras bulog menjadi mubazir sampai berujung pada pembuangan beras yang kerugianya harus ditutupi pemerintah.
Islam Solusi Tepat
Islam menjadisatu-satunya agama yang mampumemecahkan problem yang terjadi di tengah masyarakat tak terkecuali masalah pangan. Islam menjadikan masalah pangan adalah masalah yang sangat urgen dalam kehidupan masyarakat yang harus dipenuhi.
Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal: air, padang rumput dan api (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).
Dalam hadis ini menjelaskan kepada kaum Muslim bahwa tiga kompenen ini (air, padang rumput dan api) adalah milik umum kaum Muslimin yang boleh dikelola dan dinikmati hasilnya, termasuk komoditi beras, kerena dalam hadis ini beras terkategori pengelolaan tanah (padang rumput) yang dikembalikan pada masyarakat. Pada pengelolaan tanah daulah Islam menyediakan lahan untuk dikelola masyarakat, misalnya tanah atau lahan yang tidak mempunyai pemilik selama bertahun-tahun akan menjadi milik negera dan dikelola oleh negara. Bahkan dalam Islam tidak memberikan peluang bagi pelaku korporasi untuk mengimpor beras sebagai kebutuhan pokok kaum Muslim dari negeri-negeri kafir harbi yaitu, Cina dan Amerika.
Bukan hanya itu, Islam juga memberikan keleluasaan dalam pengelolaan pertanian dalam negeri untuk kelangsungan hidup masyarakat sehingga tak ada satu pun masyarakat yang mengalami kemiskinan. Pengelolaan pangan dalam Islam tidak memberikan peluang terciptanya mafia pangan dengan membisniskan lembaga negara salah satunya bulog. Karena pengelolaan pangan telah diatur dalam pembiayaan bagi pelayanan hajat hidup orang banyak, yang semua sumbernya dari pengeluaran an pendapatan kas negara yaitu baytul mal negara, dengan memaksimalkan pengadaan pos-pos baytul mal disetiap daerah untuk penyaluran beras pada masyarakat agar mencegah mubazirnya persediaan beras yang ada. Kemudian, melalui tatanan birokrasi yang ketat, ditambah dengan penempatan orang-orang birokrasi pangan akan dipilih sesuai kompetensi dibidangnya dalam menyejahterakan kaum Muslimin maupun nonMuslim, semua ini dapat kita rasakan hanya dalam tatanan Islam yang menerapkan Alquran dan Assunah dalam kehidupan.
Walahua’lam bishawab