Oleh : Rita Yusnita
(Member Komunitas Pena Islam)
Kampung Kolor, nama sebutan untuk sebuah Desa di Kabupaten Sumedang yang bernama Desa Nagrak, Kecamatan Buahdua. Walau sebutannya seperti itu bukan berarti penduduk Desa itu hanya memakai “kolor” atau celana pendek. Tapi, sebutan itu bermula dari program pemerintah yang bernama OVOP (One village One Product). Dimana setiap desa harus mempunyai sebuah produk untuk dikembangkan sehingga bisa menjadi lapangan kerja bagi masyarakat di desa tersebut.
Program OVOP (One Village One Product) pernah suskses di Jepang dengan istilah Isson Ippin Undo yang pertama kali diinisiasi oleh Dr. Morihiko Hiramatsu di Provinsi Oita pada tahun 1979. Program OVOP ini mulai disosialisasikan kepada setiap desa di daerah Sumedang. Salah satunya di Desa Nagrak, Kecamatan Buahdua, yang kini mempunyai kesibukan menjahit. Hampir setiap RW ada wanita yang bisa menjahit setelah mengikuti program Kementerian Sosial di Balai Latihan Kerja (BLK) Sumedang.
“Awalnya para wanita di Desa Nagrak, Buahdua mendapat pelatihan menjahit dari Kementerian Sosial dan setelah itu kami berhimpun membuat konveksi, kata Yuyun Yulianingsih (42), koordinator penjahit (Tribunjabar.com, 7/11/2019). Ia juga mengatakan bahwa ada 32 orang wanita yang sudah bisa menjahit dan mulai berhimpun memproduksi celana pendek atau kolor, seragam sekolah dan baju olahraga, maka tak heran jika sebutan kampung kolor disematkan pada Desa ini. Bahkan Bupati Sumedang, Dony Ahmad Munir sempat berkunjung ke lokasi konveksi dan menyebutkan bahwa setiap Desa saat ini dituntut mempunyai satu produk unggulan dan satu perusahaan. “Kembangkan lagi bisnis, kualitas dan pasarnya, pemerintah akan membantu membrandingnya”, ujar Bupati.
Seperti yang telah dikatakan Pemerintah bahwa misi OVOP (One Village One Product) adalah untuk mendukung produk-produk lokal yang unik dengan memperbaiki kualitas dan membantu pemasarannya melalui penyediaan promosi di tingkat lokal dan internasional. Program ini dimulai dengan memilih satu produk yang paling superior di antara produk-produk yang ada di sebuah desa untuk kemudian dikemas dan dibranding sebagai bintang produk OVOP. Produk yang dipilih untuk dikembangkan tidak harus selalu dalam bentuk tangible product (berupa barang dan jasa), tapi bisa juga dalam bentuk intangible product misalnya mengangkat produk-produk kesenian dan kebudayaan lokal yang khas atau mengembangkan potensi sumber daya alam untuk pariwisata.
Tidak ada yang salah dari program ini. Tapi, yang sangat disayangkan mengapa hal sekecil itu sampai harus bekerja sama dengan pihak asing. Padahal, seharusnya negara kita mampu mengatasi hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan produk-produk lokal ini. Caranya dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya dan juga mengelola sumber daya alam agar menghasilkan keuntungan sehingga bisa mencukupi kebutuhan rakyat secara merata, akan tetapi pemerintah memilih jalan yang instant, tidak mau repot dan secara tidak sadar selalu begantung kepada Negara lain, seperti dilansir INVESTOR DAILY, Indonesia melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Keil dan Menengah (UKM) serta Korea Selatan melalui Kedutaan Besarnya di Jakarta bekerjasama untuk mendukung program One Village One Product (OVOP) dalam kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), ( Selasa ,17/10). Setiap kerjasama pasti tidak akan terlepas dari hal-hal yang menguntungkan, begitupun bagi mereka yang alih-alih membantu akan tetapi pasti ada suatu kepentingan disana yang tentunya berhubungan dengan keuntungan materi.
Dalam Islam, Negara mempunyai kewajiban untuk memelihara urusan rakyatnya karena ancaman yang berat bagi mereka yang melalaikannya. Rasulullah saw bersabda : “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). “Tidak ada seorang hamba yang dijadikan Allah mengatur rakyat, kemudian ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya (tidak menunaikan hak rakyatnya), kecuali Allah akan haramkan dia (langsung masuk) surga.”(HR.Muslim)
Di antara tanggung jawab yang dipikul Negara antara lain :
1. Memberikan Pendidikan kepada rakyatnya dan mendorong mereka untuk giat bekerja.
2. Menciptakan lapangan pekerjaan dan menyuruh rakyatnya untuk bekerja.
3. Menyuruh rakyatnya yang hidup diatas standar untuk menanggung nafkah kerabatnya yang tidak mampu mencari nafkah.
4. Negara wajib menanggung kebutuhan pokok rakyatnya saat rakyat tersebut sudah tidak mampu bekerja dan kerabatnya juga hidupnya tidak melebihi standard.
5. Menjaga harta kaum muslimin dan menyerahkan pada yang berhak.
6. Mewajibkan kepada setiap rakyatnya untuk menolong yang kekurangan.
Jadi seharusnya seperti itulah sosok pemimpin dalam Islam, dimana kesejahteraan rakyatnya lebih di prioritaskan dibanding keuntungan secara materi, yang pasti sosok itu hanya ada dalam sistem Islam dimana hukum Islam diterapkan secara kaffah dan hanya bersumber pada Alquran dan Hadits.
Wallahualam Bishowab.