Oleh: Aufa Adzkiya (Aktifis Mahasiswa dan Pegiat di Pena Langit)
Wajah Indonesia kini ada yang berbeda, yaitu diangkatnya staf khusus berjumlah 12 orang dan 7 orang diantara dari kalangan milenial menjadikkan periode ini nampak berbeda dengan periode-periode yang sudah pernah ada.
Sudah pasti terdapat pro kontra akan pengangkatan staf khusus ini. Beberapa dari kalangan elite politik pun menanggapi dengan komentar yang pedas yaitu mempertanyakan kemampuan di umur jagung yang masih miskin pengalaman di bidang pemerintahan dan menganggap 7 milenial merupakan karyawan magang.
Stafsus dari kalangan milenial diantaranya Putri Indahsari Tanjung (CEO dan Founder Creativepreneur); Adamas Belva Syah Devara - (Pendiri Ruang Guru); Ayu Kartika Dewi - (Perumus Gerakan Sabang Merauke); Angkie Yudistia (Pendiri Thisable Enterprise, difabel tuna rungu); Gracia Billy Yosaphat Membrasar (CEO Kitong Bisa); Aminuddin Ma'ruf - (Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia); serta Andri Taufan Garuda Putra (Pendiri Lembaga Keuangan Amartha).
Staf khusus ini di juluki stafsus milenial karena mereka berumur sekitar 20 hingga 30 an tahun.
Indonesia memang sedang carut marut bahkan wajah kekuasaan dimata rakyat kini tak ada harganya lagi sehingga butuh solusi. Apalagi lapangan pekerjaan yang terus menipis sehingga banyak pengangguran terjadi. Namun dengan adanya stafsus milenial apakah dapat mensolusikan?
Mengembalikan lagi kepercayaan rakyat terhadap wajah pemangku kekuasaan yang penuh dengan cap politik oligarki?
Pertanyaannya sekarang, mengapa presiden memilih staf khusus dari kalangan milenial yang belum teruji kemampuannya?
“Ketujuh anak muda ini akan jadi teman diskusi saya, harian, mingguan, bulanan,” ujar Jokowi setelah mengenalkan mereka. Jokowi menambahkan, “[Ketujuh milenial ini] memberikan gagasan-gagasan segar yang inovatif, sehingga kita bisa mencari cara-cara baru, cara-cara out-of-the-box, yang melompat, untuk mengejar kemajuan negara kita," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2019).
Apabila stafsus tersebut hanya menjadi teman diskusi benarkah dapat menyelesaikan permasalahan negeri? Seberapa besar kekuatan mereka dalam mempengaruhi negeri? Atau hanya sebagai contoh tokoh milenial sukses yang dipasang untuk menutupi carut marutnya problem yang terjadi?
Namun disisi lain milenial nyata sedang bingung kesana kemari mencari lapangan pekerjaan sendiri.
Sungguh jika itu yang terjadi maka tidaklah sampai pada akar masalah dan solusi. Adanya stafsus tidak dapat menyelesaikan permasalahan dalam negeri. Terlebih politik oligarki yang sudah mengakar dalam negeri tak mungkin dapat teratasi hanya karena stafsus milenial ini. Ia akan terus tumbuh berkembang bahkan semakin langgeng karena masalah ini tidak pernah di sentuh sama sekali.
Dalam islam tidak ada politik oligarki, yang ada ialah politik yang mengurusi urusan umat/rakyat bukan hanya pajangan tokoh untuk mengiming-imingi.