PERNIKAHAN TERGANJAL SECARIK KERTAS



Oleh: Yanti Nuryanti

Pelantikan kabinet kerja pemerintah periode 2019-2024 belum lama ketuk palu. Tapi sudah banyak program-program yang dicanangkan sampai membuat geleng-geleng kepala. Salah satunya adalah belum lama ini masyarakat dikagetkan dengan wacana yang diutarakan oleh Menko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) Muhadjir Effendy. Terkait sertifikasi nikah yang diwajibkan kepada seluruh calon pengantin yang akan menikah. Rencananya program ini akan diterapkan pada tahun 2020 mendatang.

Program ini bersifat wajib. Apabila ada calon pengantin yang belum lulus program ini, maka tidak boleh melangsungkan pernikahan. Tak heran program ini pun menuai pro dan kontra dari masyarakat. Banyak yang beranggapan bahwa pemerintah terlalu mencampuri privasi masyarakatnya dan juga semakin mempersulit calon pengantin untuk menikah.

Program pelatihan nikah ini berlangsung selama 3 bulan. Bertujuan sebagai bekal pengetahuan sebelum berumah tangga. Meliputi pelatihan tentang keluarga samara, ekonomi keluarga hingga kesehatan reproduksi. Wacana program ini dilatarbelakangi karena semakin meningkatnya angka perceraian setiap tahun, kemiskinan yang semakin menjamur, pernikahan dini serta masalah stunting (gizi buruk). Pemerintah beranggapan dengan adanya program ini akan mampu menekan hal itu semua terjadi.

Jika diamati pemerintah seolah angkat tangan terhadap kesejahteraan rakyat. Ya, beginilah hidup di sistem Kapitalis. Segala sesuatu dijadikan bisnis, salah satunya adalah program ini. Tercium aroma bisnis dari pemerintah kepada rakyatnya. 

Kesulitan yang diberikan oleh pemerintah akan berpeluang besar menjadi gerbang baru untuk praktik korupsi. Bagaimana tidak, karena sertifikasi nikah ini menjadi salah satu syarat wajib terlaksananya pernikahan dan harus lulus. Jika tidak lulus maka pernikahan tidak akan terlaksana. 

Dengan adanya program ini juga bisa saja memicu pintu perzinahan. Karena, menikah dirasa semakin sulit, semakin generasi enggan dan memilih untuk pacaran hingga berzinah. Lalu timbullah masalah baru yaitu semakin meningkatnya angka seks bebas, aborsi bahkan HIV Aids. Itu pasti akan berimbas kepada generasi-generasi setelahnya. 

Sudah jelas, program ini adalah program yang dibuat bukan untuk mensejahterakan rakyat. Tapi malah semakin menyengsarakan rakyat. Karena, sistem yang diterapkan oleh Indonesia saat ini adalah Kapitalis yang memiliki semboyan meraup untung sebanyak-banyaknya dari rakyat melalui program-program yang dibuatnya.

Sebagaimana kita ketahui, didalam Islam menikah itu termasuk ibadah untuk menyempurnakan separuh agama. Seharusnya pemerintah memberikan ruang kemudahan kepada calon pengantin yang akan menikah, bukan mempersulit. Dilihat dari latar belakang diadakannya program ini tentu masyarakat bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya hal tersebut. Melainkan karena sistem Kapitalis yang diterapkan di negeri ini.

Misalnya masalah ekonomi Kapitalis yang menyebabkan masyarakat sulit mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak. Dari sisi keagamaan pun sistem ini menyebabkan adanya pemisahan agama dari kehidupan, sehingga rumah tangga yang dibangun tidak berbalut taqwa dan ketaatan kepada Allah SWT.

Di era saat ini ketahanan keluarga tak cukup disiapkan oleh individu dengan tambahan pengetahuan dan keterampilan. Tapi membutuhkan daya dorong negara melalui penerapan sistem yang terintegrasi yaitu sistem Islam. 

Dengan penerapan sistem Islam negara bertanggung jawab penuh terhadap hajat hidup rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan dasar setiap keluarga. Baik dari penyediaan lapangan kerja, pemenuhan gizi keluarga dan masih banyak lagi. Maka akan terbangunlah keluarga berkepribadian Islam baik dari pola pikir hingga berperilaku yang berbalut taqwa.

Wallahu'alam bi shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak