Oleh: CT Bar Ummu Layana
Bulan Desember ada satu hari yang di anggap oleh banyak orang sebagai hari spesial. Ya benar tanggal 22 Desember yang diperingati sebagai hari ibu. Banyak instansi-instansi pemerintah maupun swasta yang merayakannya. Banyak diantaranya yang merayakan dengan mengadakan berbagai lomba seperti lomba menghias tumpeng, merias wajah hingga acara fashion show juga acara-acara yang lainnya.
Tanggal perayaan hari ibu sudah ada sejak ada sejak dahulu. Diresmikan oleh presiden Soekarno di bawah keputusan Presiden No 316 tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 pada ulang tahun ke 25 Konggres Perempuan Indonesia 1928. Konggres ini dimaksudkan meningkatkan hak-hak perempuan dibidang pendidikan dan pernikahan. Sehingga sampai saat ini hal-hal seremonial tersebut masih terus diperingati guna mewujudkan kualitas dan eksistensi wanita agar sama dengan kaum pria.
Maka dari itu, saat ini wanita tidak hanya berkiprah di ranah domestik sebagai pengatur urusan rumah tangga dan pengasuh anak, namun juga diharapkan mampu untuk berkiprah diluar dengan kesempatan yang sama dengan seorang pria. Apalagi dalam sistem kapitalis, yang mengukur segala sesuatu dengan keuntungan materi semata. Maka tidak heran jika keinginan untuk bekerja di luar rumah demi memenuhi kebutuhan hidup dan menunjukkan eksistensi diri semakin meningkat pesat. Sehingga sampai saat ini banyak sekali lapangan pekerjaan yang diperuntukkan bagi para kaum wanita.
Kesempatan untuk menunjukkan eksistensi diluar rumah inilah yang kadang mampu menggerus tanggung jawab seorang wanita dari tanggung jawab utamanya sebagai ummu wa robatun bait yaitu sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangganya. Bagaimana tidak, Ibu yang sibuk bekerja, energinya akan terkuras di luar, sehingga akan menyisakan rasa penat ketika sampai di rumah, perannya untuk mengasuh dan menemani anak akan teralihkan kepada asisten rumah tangga. Tidak hanya itu, kadang kesenjangan pendapatan suami dan istri menimbulkan masalah baru. Karena pendapatan istri yang lebih besar bisa saja memicu banyaknya kasus perceraian. Selain itu dengan banyaknya wanita bekerja maka akan terjadi pergantian profesi, ibu bekerja diluar dan ayah sebagai pengasuh anak dan mengurus kebutuhan rumah tangga. Sehingga bisa terjadi pergantian tanggung jawab yaitu seorang istri mencari nafkah dan seorang suami mengasuh anak. Dan itu seharusnya jangan sampai terjadi.
Dengan demikian kita harus mengembalikan segala sesuatu pada kodratnya. Seperti apapun kekuatan seorang wanita tidak akan mampu menyaingi kekuatan seorang pria. Selembut apapun pengasuhan seorang pria tidak akan bisa menyaingi sentuhan wanita dalam mengatur rumah tangganya. Allah adalah Zat Yang Maha Mengetahui tentang makhluknya. Islam telah mengatur bagaimana manusia dalam berperilaku, Allah telah memberikan tanggung jawab dalam mencari nafkah kepada suami dan mendidik anak serta mengatur rumah tangga kepada seorang istri. Jadi harta yang diperoleh seorang istri tidak akan menggugurkan kewajiban seorang suami dalam mencari nafkah.
Seorang ibu adalah sosok mulia pengukir jiwa penerus generasi. Tidak selayaknya perannya digantikan oleh orang lain. Menjadikan generasi Rabbani hanya akan diwujudkan oleh sentuhan-sentuhan tangan wanita tangguh yang taat pada Rabbnya. Menjadikan egonya tunduk patuh pada aturan Allah Swt.
Sudah selayaknya setiap manusia melakukan segala sesuatu sesuai tupoksinya. Melakukan segala hal dengan berstandar pada hukum Allah, Zat Yang Maha Pengatur. Dengan menjadikan hukum Allah satu-satunya pedoman hidup yang harus diikuti dan di laksanakan. Sehingga akan menjadikan Islam rahmatan lil’alamin yang akan dirasakan setiap umat manusia baik muslim maupun nonmuslim.
Wallahu a'lam bishshawab.