Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
(Muslimah Penulis Sidoarjo)
Sikap peduli kepada sesama memang harus senantiasa dipupuk. Agar tercipta keseimbangan sekaligus ketentraman. Terlebih manusia adalah makhluk sosial, diciptakan Allah secara fitrah senantiasa membutuhkan yang lain. Seberapa kuat seseorang mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tetap ia membutuhkan seseorang atau setidaknya sesuatu yang ia percaya mampu membuatnya merasa utuh dari sisi luar dirinya sendiri.
Pun dalam hal agama, Indonesia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam tak menafikan adanya gesekan dengan agama lain yang minoritas. Namun ada hal yang selalu berulang setiap tahunnya terjadi, yaitu penindasan minoritas terhadap keyakinan mayoritas atas nama toleransi.
Sebagaimana yang disebutkan Menag, Fahrur Razi, bahwa sebut Uucapan selamat Natal tak ganggu akidah. Ketua Komisi Infokom MUI Pusat, Masduki Baidlowipun ikut mengamini dengan mengatakan ," Tergantung niat, makanya ada dua ucapan, saya mengucapkan selamat kepada sahabat-sahabat itu yang sedang merayakan Natal dan itu ucapan kepada sahabat (detikNews, 20/12/2019).
Jelas ada hal yang perlu diluruskan. Islam agama yang sempurna. Mengapa masih perlu didikte oleh seorang Menag dan Ketua Komisi Infokom MUI pusat? apakah ini berarti Allah salah memerintahkan kepada manusia sebagaimana yang tercantum dalam Quran Al-Kafiruun 109:1-6?
Surat tersebut diatas hanya menjelaskan tentang siapa orang-orang kafir, apa yang menyebabkan mereka tak boleh disebut kafir serta apa yang harus kaum muslim lakukan ketika bergaul dengan mereka. Kata kafir Allahlah yang mengajarkan untuk disebutkan kepada orang yang menolak keberadaan Allah itu esa. Allah-lah yang mengajari kita untuk tidak merendahkan agama kita dihadapan mereka dengan larut dalam tatacara ibadah mereka.
Kata toleransi yang kemudian dilontarkan adalah untuk narasi negatif yang menyerang Islam. Kaum Muslim terlena dengan itu. Hingga tak paham mana yang boleh diikuti sebab sesuatu itu bagian dari hadlarah atau peradaban umum dan mana yang menjadi bagian dari akidah dan pemikiran selain Islam. Pengucapan Natal adalah salah satu contoh dari hal yang tidak boleh diikuti oleh kaum Muslim.
Sebab, Natal menjadi peristiwa terpenting bagi Nasrani, dimana di dalamnya terdapat kisah bagaimana Tuhan turun ke bumi menjelma menjadi manusia yang terlahir dari rahim Maryam sang perawan tak bernoda. Tuhan ala mereka ini membawa misi penebusan dan menjamin semua pengikutnya masuk surga. Dalam ajaran Islam, tak sekalipun Isa Al Masih atau nabi Isa ini membenarkan atau mengakui bahwa ia adalah Allah.
Pengakuan inilah yang berusaha mereka sebarkan sebagai sebuah kebenaran. Dikemas dalam perayaan meriah, identik dengan salju, rusa kutub, sinterklas, bintang kejora padahal semuanya berasal dari budaya kaum pagan. Lantas jika dalam Nasrani sendiri peristiwa lahirnya Isa ini tak berdalil, lantas mengapa kaum Muslim berlagak tuli hingga tak dengar apa perintah syariat?
Agamamu agamamu, agamaku agamaku, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah dan maupun tidak menyembah apa yang aku sembah. Kalimat ini tegas, semestinya sudah cukup mewakili apa sebenarnya yang dimaksud sebagai toleransi. Tak harus mengikuti, bahkan hingga menjadi bagian dari perayaannya, tapi cukup membiarkan mereka beribadah sesuai dengan apa yang mereka yakini.
Kita yang mengucapkan tak berarti tak paham toleransi. Tapi mendudukkan sesuatu pada tempatnya. Sebagaimana yang Rasulullah SAW katakan bahwa sejak Islam datang maka yang batil akan jelas kebatilannya dan yang sahih akan jelas kesahihannya. Tak ada ruang diantaranya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [QS Al-Maa-idah: 3].
Kelemahan kaum Muslim hari ini tersebab lemahnya mereka berpegang pada tali agama Allah. Kaum Muslim menjadi papa dan terhina ketika tak memiliki perisai pelindung. Khilafah pada masa lalu telah mampu membuktikan kekuatannya menjaga akidah umat, menempatkan posisi kaum Muslim sebagai pemimpin diantara banyak bangsa, suku, ras dan agama. Inilah yang hari ini harus kita perjuangkan.
Wallahu a' lam biashowab.