Oleh: Aminah Darminah,S.Pd.I
(Aktivis Dakwah)
Indonesia dengan terkenal dengan negeri zamrut khatulistiwa. Gemah ripah loh jinawi. Negeri dengan Sumber Daya Alam yang melimpah. Sayang di negeri ini beberapa tempat terjadi krisis air bersih, padahal air adalah kebutuhan pokok bagi manusia, sama dengan makanan. Seharusnya akses pemenuhan kebutuhan pokok menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakannya. Sayang pengelolaan air di negeri ini selalu hitung untuk rugi terhadap pelayanan yang diberikan kepada rakyat. Pelayanan yang diberikan ala kadarnya, dari sisi kwalitas air jauh dari katagori air bersih yang siap konsumsi. Jarang pelanggan PDAM menggunakan airnya untuk konsumsi, biasanya hanya untuk MCK. Melihat kondisi PDAM yang selalu rugi, ibarat hidup segan mati tak mau. Maka pemerintah melalui wapres ma'ruf amin menyatakan, penyebab kerugian perusaan air minum daerah, karena rendahnya tarif air bersih yang diterapkan. Sebab itulah, PDAM terlambat melakukan perluasaan layanan air minum yang aman kepada masyarakat. Skema investasi antara pemerintah dan swasta dapat menjadi solusi untuk penyelesaian perluasaan air minum kepada masyaratat. CNBC (2/12/19). Sejalan dengan pendapat anggota DPR karo, Firman Firdaus sitepu,SH menanggapi kondisi PDAM tirta malam yang terancam bangkrut, menurutnya solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menggandeng investor dalam bentuk kerjasama. Orbit digital (5/12/19). Padahal pasal 33 ayat 3 UUD 1945 jelas mengamanatkan air dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Mengapa pelayanan kebutuhan rakyat selalu diukur untung rugi? ada beberapa sebab. Pertama. Indonesia menganut sistem demokerasi,dimana kebebasan kepemilikan dijamin oleh demokerasi, jadi siapapun yang memiliki modal boleh saja berinvestasi termasuk pengelolaan air bersih. Kedua, ide sekulerisme yang mendominasi penguasa, sehingga tidak ada rasa takut, bahwa amanah kepemimpinan sebagai pelayan rakyat kelak di akherat akan dimintai pertanggung jawaban. Padahal privatisasi terhadap hak atas air berpeluang terjadi diskriminasi, membedakan kemampuan mengakses kebutuhan air. Akses pemenuhan kebutuhan air menjadi tanggung jawab negara.
Kita bisa belajar dari sejarah kegemilangan Islam dalam mengelola air. Misalnya di Irak, pengembangan tehnologi hidraulik serta manajemen air menjadi tugas negara, sedangkan masyarakat lokal, berkonsentrasi memelihara saluran-saluran air yang ada. Di mesir sultan al-Nuwayri dan sultan al-Makrizi, senantiasa memusatkan perhatian dan pemeliharaan bangunan serta saluran air sungai Nil. Dinasti Ayubi dan Mamaluk, bertanggung jawab membersihkan atau mengeruk kanal yang berfungsi menyimpan air dan menyalurkan bagi lahan pertanian dan penyediaan air bersih di perkotaan, mengairi lahan kering, pembangkit listrik tenaga air. pemerintah kesultanan membayar beberapa tenaga pengawas maupun konsultan.
Indonesis Negeri kepulauan yang dikelilingi lautan nan luas, memiliki lebih dari 500 sungai baik berukuran kecil maupun besar. dan danau mencapai lebih dari 1000 baik danau kecil, menengah dan besar. Jadi sangat miris jika rakyat indonesia masih krisis air bersih. Rosulullah saw bersabda yang artinya "Kaum muslimin berserikat dalam 3 perkara yaitu padang rumput, air dan api"(HR. Abu Daud). Dari sini jelas bahwa air termasuk kepemilikan umum, maka suatu ketidakadilan, jika pengelolaan air diserahkan kepada pihak swasta untuk mengeruk keuntungan. Pemerintah seharusnya mengelola kepemilikan umum tersebut dengan dana yang dianggarkan dari APBN dan diberikan kepada rakyat dengan cuma-cuma atau dengan biyaya operasional yang kecil. Membayar tenaga ahli dari anak-anak bangsa, untuk menemukan inovasi bagaimana memaksimalkan pengelolaan air dari sungai dan danau, untuk bisa dikonsumsi dan merata penyaluran kepada seluruh rakyat.
Dengan demikian Indonesia akan menjadi negeri Baldatun toyyibatun wa Rabbun ghafur bisa tercapai. Sumber Daya Alam akan terjaga keberadaannya dengan dikelola sendiri oleh negara tanpa mempertimbangkan untung rugi. Semata-mataا melayani rakyat sebagaimana yang telah diamatkan oleh undang-undang.
Wallahualam