Oleh: Nuraizah Azura
Optimis, penuh harapan, pantang menyerah, dan tak kenal putus asa, adalah jiwa seorang mukmin dalam mengarungi dunia ini, hingga kembali ke haribaan-Nya. Jiwa tersebut akan muncul dari kesadaran dan keyakinan yang mendalam akan kekuasaan dan pertolongan Allah SWT kepada hamba-Nya yang mengimaninya dan tekun beribadah kepada-Nya, khususnya manakala seorang hamba senantiasa membaca Al Quran dan berusaha memahami makna-makna dari firman-firman-Nya. Ada dua perkara yang menjadikan orang selalu optimis: (1) Selalu berharap kepada rahmat Allah, (2) Tidak pernah berputus asa dari rahmat Allah.
Selalu Berharap Kepada Rahmat Allah
Berharap kepada rahmat Allah adalah berbaik sangka kepada-Nya. Di antara tanda berbaik sangka kepada Allah adalah mengharapkan rahmat, jalan keluar, ampunan, dan pertolongan dari-Nya. Allah Swt. telah memuji orang yang mengharapkan perkara-perkara tersebut seperti halnya Allah memberikan pujian kepada orang yang takut kepada Allah. Allah juga telah mewajibkan roja dan berbaik sangka kepada-Nya, sebagaimana Allah mewajibkan takut kepadanya. Karena itu, seorang hamba hendaknya senantiasa takut kepada Allah dan mengharapkan rahmat dari-Nya.
Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS. Al-Baqarah [2]: 218)
Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (TQS.Al-Araf [7]: 56)
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (TQS. Al-Zumar [39]: 9)
Dari Watsilah bin Asqa, ia berkata; berbagialah karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, Allah berfirman:
«أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي إِنْ ظَنَّ بِي خَيْرًا فَلَهُ وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ»
Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik kepada-Ku, maka kebaikan baginya, dan bila berprasangka buruk maka keburukan baginya. (HR. Ahmad dengan sanad hasan dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya).
Dan sabda Rasulullah saw.:
«وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ»
Apabila ia berprasangka buruk maka keburukan baginya, adalah indikasi bahwa tuntutan dalam hadits tersebut bersifat pasti. Artinya perintah untuk senantiasa berharap kepada Allah dan berbaik sangka kepada-Nya pada ayat-ayat dan hadits-hadits di atas adalah tuntutan yang bersifat wajib.
• Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw; beliau bersabda:
Allah berfirman; Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku dan Aku akan bersamanya ketika ia mengingat-Ku. (Mutafaq 'alaih).
Dari Anas ra. sesungguhnya Nabi saw. masuk untuk menemui seorang pemuda yang sedang sakaratul maut, maka Rasulullah saw. bersabda:
Bagaimana keadaanmu? Pemuda itu berkata, Ya Rasulullah saw.! aku mengharapkan rahmat Allah dan aku sangat takut akan dosa-dosaku. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, Tidaklah takut dan roja berkumpul dalam hati seorang hamba dalam keadaan seperti ini kecuali Allah akan memberikan kepadanya apa-apa yang diharapkannya, dan akan memberikan keamanan kepadanya dari perkara yang ditakutinya. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, Al-Mundziri berkata hadits ini sananya hasan)
Dari Anas ra. ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Allah berfirman, Wahai anak Adam!, sesunggunya engkau selama berdoa dan beharap kepada-Ku, maka Aku pasti akan memberikan ampunan kepadamu atas segala dosa-dosamu dan Aku tidak akan memperdulikan (besar dan kecilnya dosa). Wahai anak Adam!, andaikata dosa-dosamu sampai ke langit kemudian engkau memohon ampunan kepada-Ku, maka pasti Aku akan memberikan ampunan kepadamu. Wahai Anak Adam!, jika engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku, tapi engkau tidak menyekutukan-Ku sedikit pun, maka pasti Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi. (HR. Tirmidzi. Ia berkata hadits ini hasan)
Tidak Berputus Asa dari Rahmat Allah
Putus asa (al-qanut dan al-yasu) adalah lawan dari berharap (roja). Putus asa dari rahmat Allah dan karunia-Nya hukumnya haram. Allah SWt berfirman:
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (TQS. Yusuf [12]: 87)
Mereka menjawab: "Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa". Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat". (TQS. Al-Hijr [15]: 55-56)
Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan Dia, mereka putus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu mendapat azab yang pedih. (TQS. Al-Ankabut [29]: 23)
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS. Al-Zumar [39]: 53)
Diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah ra., ia berkata; sesungguhnya Rasulullah bersabda:
Andaikata seorang mukmin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah, maka seorang pun tidak akan ada yang tidak mengharapkan surga-Nya. Dan andaikata orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, maka seorang pun tidak akan ada yang putus harapan dari surga-Nya. (Mutafaq 'alaih)
Dari Fadhalah bin Abid, dari Rasulullah saw. ia bersabda:
Ada tiga golongan manusia yang tidak akan ditanya di hari kiamat yaitu, Manusia yang mencabut selendang Allah. Sesungguhnya selendang Allah adalah kesombongan dan kainnya adalah Al-Izzah (keperkasaan); Manusia yang meragukan perintah Allah; Dan manusia yang putus harapan dari rahmat Allah. (HR. Ahmad, Thabrani, dan Al-Bazar. Al-Haitsami berkata perawinya terpercaya. Al-Bukhari dalam kitab Al-Adab, Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Dari Habah dan Sawa bin Khalid, keduanya berkata; Kami masuk bertemu dengan Rasulullah saw. sedangkan beliau sedang menyelesaikan suatu perkara. Kemudian kami berdua membantunya, maka Rasulullah saw. bersabda:
Janganlah kamu berdua berputus asa dari rizqi selama kepalamu masih bisa bergerak. Karena manusia dilahirkan ibunya dalam keadaan merah tidak mempunyai baju, kemudian Allah memberikan rizqi kepadanya. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hiban dalam kitab shahihnya)
Dari Ibnu Abas, ada seorang lelaki berkata, Ya Rasulullah saw.! apa dosa besar itu? Rasulullah saw. bersabda: Dosa besar itu adalah musyrik kepada Allah, putus asa dari karunia Allah, dan putus harapan dari rahmat Allah. (Al-Haitsami berkata telah diriwayatkan oleh Al-Bazar dan Thabrani para perawinya terpercaya, As-Suyuti dan Al-Iraqi menghasankan hadits ini)
Para Rasul tidak pernah putus harapan dari pertolongan Allah dan jalan keluar dari Allah. Mereka hanya putus harapan dari keimanan kaumnya. Allah berfirman:
Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang berdosa. (TQS. Yusuf [12]: 110)
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aisyah membaca lafadz kudzdzibu dengan memakai syiddah. Maksudnya adalah pendustaan suatu kaum kepada para Rasul, sebab para Rasul terjaga dari kesalahan.
Khatimah
Jelaslah perbedaan orang mukmin dengan kafir yang paling utama adalah, orang mukmin masih punya harapan kepada rahmat Allah SWT, sedangkan orang kafir tidak punya harapan itu. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. AN Nisa 104).
Oleh karena itu, seorang mukmin memiliki kekuatan spiritual yang membuatnya maju terus pantang mundur dalam menegakkan kalimat Allah! Dengan rahmat Allah, ia akan optimis menang dalam perjuangan. Sebesar apapun kekuatan kekufuran, baginya adalah kecil. Allahu Akbar!